Mohon tunggu...
Agus Suhariono
Agus Suhariono Mohon Tunggu... Konsultan - Bukan siapa-siapa

Tertarik meneliti hukum yang berlaku di Indonesia dari tinjauan filosofi, histori, teori dan dogmatik hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menakar Rasio Pembatasan Subyek Pemberi HT dalam Layanan Hak Tanggungan Elektronik

8 September 2019   23:53 Diperbarui: 8 September 2019   23:55 1990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Selanjutnya, kedudukan Peraturan Menteri yang dibentuk setelah berlakunya UU P3, baik yang dibentuk atas dasar perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maupun yang dibentuk atas dasar kewenangan di bidang urusan pemerintahan tertentu yang ada pada menteri, berkualifikasi sebagai peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, Peraturan Menteri tersebut memiliki kekuatan hukum yang bersifat mengikat umum dan dapat dijadikan objek pengujian pada Mahkamah Agung, apabila dianggap bertentangan dengan undang-undang.

 Pendelegasian pembuatan peraturan pelaksanaan memiliki beberapa manfaat, yakni menghindari salah satu cabang kekuasaan (eksekutif atau legislatif) mendominasi kekuasaan sehingga dan tidak menciptakan prinsip checks and balances kekuasaan. Apabila peraturan pelaksanaan didominasi oleh legislatif, dalam arti peraturan pelaksanaan dibuat oleh legislatif, secara praktis dapat menghambat pelaksanaan suatu undang-undang oleh eksekutif mengingat legislatif tidak mengetahui praktik pelaksanaan secara detail dan pengaturan lokal.

 Sebaliknya apabila peraturan pelaksanaan dibuat secara penuh oleh eksekutif, maka akan berpotensi kekuasaan legislatif akan diambil alih oleh eksekutif. Selain itu, mencegah eksekutif menyelenggarakan pemerintahan secara tidak terkendali. Adanya delegasi kewenangan dari legislatif kepada eksekutif akan mencegah eksekutif melakukan improvisasi yang tidak tepat dalam menyelanggarakan pemerintahan.

 Keberadaan PerMen ATR/BPN No. 9/2019, tidak ada peraturan perundang-undangan diatasnya yang secara jelas mendelegasikannya. Ketentuan Pasal 9 ayat (5) dari Permen tersebut yang mengatur bahwa APHT yang dapat didaftarkan dalam sistem HT-el dengan subyek Pemberi HT harus debitor sendiri berpotensi bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu UUHT. Oleh karena Permen tersebut menurut UU P3 dapat dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan, maka dapat dilakukan uji materi pada Mahkamah Agung.

 

[1] A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara : Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I -- Pelita VI, Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana UI, Jakarta, 1990, h. 352..

[2] Ibid, h. 377

[3] Jimly Asshiddiqie & M. Ali Safa'at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konpress, Jakarta, 2006, h. 157

[4] Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung, 1997, h. 169

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun