Mohon tunggu...
Agus Suhariono
Agus Suhariono Mohon Tunggu... Konsultan - Bukan siapa-siapa

Tertarik meneliti hukum yang berlaku di Indonesia dari tinjauan filosofi, histori, teori dan dogmatik hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengkritisi Layanan Hak Tanggungan Elektronik

19 Agustus 2019   09:58 Diperbarui: 21 Agustus 2019   16:08 25080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasal 13 ayat (1) UUHT mewajibkan APHT didaftarkan pada Kantor Pertanahan. 

Pendaftaran tersebut dilakukan oleh Kantor Pertanahan. Namum UUHT tidak mengatur siapakah yang menjadi pemohon dalam pendaftaran HT tersebut. Dalam PP 24/1997, yang dapat memohon dilakukannya pendaftaran tanah adalah pemilik tanah atau penerima hak. Demikian pula dalam hal hak tanggungan maka yang menjadi pemohon pendaftarannya adalah penerima  hak tanggungan yaitu kreditor.

Selama ini pendaftaran dilakukan secara manual dengan menyampaikan bukti fisik pada loket di kantor pertanahan, dengan PPAT terlebih dahulu mencatatkan pendaftaran tersebut secara online pada portal resmi Kementerian ATR/BPN. Permohonan pendaftaran dan penyampaian APHT dilakukan sekaligus oleh PPAT atau orang yang dikuasakan.

Pasal 3 ayat (2) Permen No. 9/2019 yang mengatur bahwa pelayanan hak tanggungan "dapat" dilaksanakan secara elektronik melalui Sistem HT-el. Frasa kata "dapat" mengandung pengertian bahwa terdapat pilihan dalam mendapatkan pelayanan hak tanggungan, yaitu secara manual seperti sebelumnya, maupun melalui Sistem HT-el.

Permen 9/2019 juga mengatur hal-hal khusus, antara lain dalam Pasal 7 yaitu pengguna HT-el adalah kreditor, Pasal 9 ayat (5) pemberi HT harus debitor sendiri. Dengan demikian apabila pemberi HT bukan debitor, maka tidak dapat menggunakan layanan HT-el yang artinya pendaftaran HT dilakukan secara manual/fisik. Ketentuan Pasal 9 ayat (5) bukanlah larangan bagi pemberian HT oleh pihak lain (pemilik jaminan) yang bukan debitor.

Permen tersebut juga memisahkan kebiasaan yang berlaku selama ini, yaitu perbuatan permohonan pendaftaran APHT dengan penyampaian APHT yang dilakukan oleh PPAT. Penyampaian APHT merupakan kewajiban PPAT dengan diancam sanksi apabila lalai. Sedangkan permohonan pelayanan pendaftaran HT bertindak selaku kuasa yang bertindak mewakili penerima HT atau kreditor.

Layanan HT-el hanyalah alternatif dan bukan wajib. Apabila setelah diberlakukannya HT-el kemudian layanan HT secara manual tidak diselenggarakan atau ditiadakan oleh Kantor Pertanahan, maka berarti Kantor Pertanahan yang menolak pendaftaran HT diluar HT-el tersebut bertentangan dengan Permen 9/2019 dan UUHT.

Dalam hal layanan pendaftaran HT di luar sistem HT-el ditiadakan, yang mana HT-el hanya mendaftar HT dari Pemberi HT debitor sendiri (vide Pasal 9 ayat (5),  maka dapat diartikan Pasal 9 ayat (5) Permen 9/2019 sebagai bentuk larangan bagi HT yang bukan milik debitor dan itu bertentangan dengan UUPA dan UUHT.

Pihak yang dirugikan atas diberlakukannya Pasal 9 ayat (5) ini dapat mengajukan uji materi pada Mahkamah Agung RI.

Penggunaan Sistem Elektronik Terhadap Pelayanan Pertanahan Lainnya 

Berdasarkan Permen No. 3/2019 tentang tanda tangan elektronik dan Permen No. 7/2019 mengenai bentuk SHAT, nampaknya Kementerian ATR/BPN tengah mempersiapkan penggunaan teknologi informasi dalam memberikan pelayanan pertanahan bagi masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun