Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Diary

Berbagi Sejuta Kebaikan Lewat Ayam Geprek

24 Juli 2021   21:49 Diperbarui: 24 Juli 2021   21:49 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pixabay/ wisnutri.com

Sore itu, seperti biasa kami belanja bulanan di sebuah supermarket. Hal ini sudah menjadi acara rutin, selain menjaga keharmonisan dengan belahan jiwa, juga sekalian refreshing. Situasi Covid-19 yang belum separah saat ini, memungkinkan kami masih bisa beraktivitas sedikit normal.

Beberapa barang kebutuhan sudah menumpuk di troli. Tapi, istri tercinta masih longak-longok, mungkin ada yang belum terbeli.

"Udah, Bu," tanyaku.

'Sebentar, sepertinya ada yang kurang," katanya masih sibuk longak-longok.

Tak lama, dia sudah melesat entah ke mana. Ditinggalkannya troli itu di dekatku.

"Kebiasaan ibu-ibu memang seperti ini," gumamku.

Tak lama kemudian, dia datang dengan membawa beberapa barang. "Dah, lengkap semuanya," jawabnya santai. Kemudian didorongnya troli itu ke kasir, untuk menyelesaikan pembayaran.

Sesampai di luar supermarket, ternyata langit sudah mulai gelap. Matahari yang sedari siang membakar bumi, sudah bersembunyi. Berganti dengan sang raja malam.

"Pak, sebentar lagi Magrib, nih!"

"Lho, emang kenapa?" tanyaku.

"Aku kan puasa. Ini kan hari Senin," katanya.

"Masya Allah, kok bisa lupa, ya?" sahutku sambil tersenyum. "Padahal, Magrib tinggal sepuluh menit lagi," lanjutku.

Tanpa banyak tanya, aku geret istri tercinta ke mobil. Bergegas untuk mencari warung makan terdekat. Tahu sendiri kan, menyegerakan berbuka puasa itu wajib hukumnya.

Akhirnya, mobil kami berhenti di depan sebuah warung makan. Tertulis di papan namanya, Warung Ayam Geprek Mbak Warni.

Namun saat akan melangkah masuk, aku sempat ragu. Bagaimana tidak, yang di dalam adalah anak-anak muda seusia SMA. Dan mereka bukan pengunjung, tapi pelayan dari warung makan itu. pakaian yang dikenakan pun, biasa. Bukan seragam seperti di beberapa tempat.

"Ayo, masuk!" ajak istriku.

"Cari tempat lain saja."

"Kenapa?"

"Tuh, lihat. Pelayannya anak-anak muda, kelihatannya anak-anak nggak bener," kataku.

"Tapi sebentar lagi Magrib, Pak."

"Okelah." Dengan setengah terpaksa, aku pun melangkah masuk. Jujur, ada rasa tidak nyaman di dalam hatiku.

Sesampai di dalam, aku mengambil tempat agak pinggir. Sesekali mataku mengawasi para pelayan itu. Rasa tidak nyaman itu, sedikit berubah saat salah seorang dari mereka mendekat ke meja kami.

"Bapak, Ibu mau dahar apa?" tanyanya dengan sopan.

Terus terang aku terkejut dengan cara berbicaranya.

"Anu, Mas. Ayam geprek 2, jangan terlalu pedas. Terus tolong, jangan lama-lama ya. Soalnya buat buka puasa," kata istriku.

"Nggih, Bu. Kalau begitu, saya ambilkan 2 gelas the hangat dulu ya, Bu."

"Nah, bagus. Saya baru mau bilang," jawab istriku sambil tersenyum.

 Akhirnya anak itu datang lagi dengan membawa 2 gelas teh hangat. Dengan sopan, diulurkannya kedua gelas itu.

"Monggo, Pak, Bu."

Aku langsung saja meneguk teh hangat itu, karena memang sedang tidak puasa. Kebetulan sedang tidak enak badan. Sedang istriku menunggu azan Magrib yang tinggal beberapa menit lagi.

"Pak Agus, ya?" Tiba-tiba seorang anak muda menyapaku.

"Siapa, ya?" tanyaku.

"Saya murid Bapak."

"Tahun berapa?" tanya saya.

"Delapan tahun yang lalu," jawabnya. "Bapak masih ingat?"

"Wah, maaf. Jelas lupa," jawabku terus terang.

"Raka, Pak," katanya sambil mengambil kursi dan duduk di depanku. Akhirnya obrolan kami pun terjalin.

"Lho, kamu juga sedang jajan di sini?" tanyaku sesaat kemudian.

"Tidak, Pak."

"Lalu ngapain? Nongkrong?"

"Enggak, Pak. Saya yang punya warung makan ini," jawabnya.

Tentu saja aku terkejut. Yang sedikit kuingat, Raka termasuk anak yang lumayan bandel saat sekolah dahulu. Beberapa kali namanya selalu menjadi perdebatan saat kenaikkan kelas. "Kamu yang punya warung ini?" tanyaku setengah tidak percaya. Pandanganku memutar, menghitung karyawan yang ada di warung itu. Ada 6 orang, gumamku.

"Iya, Pak. Sejak 4 tahun yang lalu."

"Wah, hebat, dong." Aku tidak bisa menyembunyikan keherananku.

"Alhamdulillah, Pak."

"Sukses, ya." Aku pun menyalaminya.

"Makasih, Pak. Silakan dinikmati, sudah datang pesanannya. Saya ke dalam dulu," pamitnya.

Aku pun mengangguk lalu menikmati ayam geprek itu. Hm, memang enak, gumamku.

Rasa terkejutku makin bertambah saat tiba di meja kasir.

"Mbak, ini nggak salah," tanya istriku.

"Sudah betul, Bu."

"Lho, kok cuma ditulis satu?" tanya istriku lagi.

"Memang begitu, Bu. Kebijakan dari pemilik warung ini membebaskan pembayaran bagi yang berbuka puasa," jawab Mbak Kasir.

"Subhanallah," ucap istriku spontan.

"Ya, Pak dan Bu. Memang begitu," sahut si pemilik yang tak lain adalah muridku dahulu. "Program ini sudah lama kami lakukan," lanjutnya.

"Hebat, Ka. Salut, deh!" Aku tidak bisa menyembunyikan kekagumanku. "Kamu banyak banget berubah."

"Alhamdulillah, Pak."

"Terima kasih, ya. Semoga kamu selalu mendapatkan kesuksesan dan barakah dari Allah," ucapku. Dan kusalami lagi, entah yang ke berapa kalinya.

Di dalam mobil, kami membicarakan tentang Raka. Kami kagum dengan pemikirannya. Bukankah dengan memberikan santapan bagi orang berbuka puasa, berarti dia juga mendapat pahala seperti orang yang menjalankan puasa. Pemikiran yang cemerlang untuk anak seusianya.

  • Artikel ini dibuat untuk mengikuti lomba "Sejuta Kebaikan"  dari Ruang Berbagi.

Lembah Tidar, 24 Juli 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun