Mohon tunggu...
Agussalim Paradeden
Agussalim Paradeden Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Agussalim Paradeden dilahirkan di Bajo, kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, pada tanggal 1 september 1996. Menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Dasar Negeri Bajo (2008), Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Soromandi (2011) dan SMAN 3 Kota Bima (tamat tahun 2014). Melanjudkan studi di Strata 1 Universitas Muhammadiyah Makassar Konsentrasi Pendidikan Seni Rupa. Penulis sekarang aktif di beberapa organisasi, di antaranya Anggota Himpunan Mahasiswa Islam(HMI), Anggota BEM FKIP Unismuh Makassar, Anggota HIMASERA UMM, KOPA (Bima-Dompu-Makassar).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kekhawatiran Masa Depan

3 Maret 2019   22:43 Diperbarui: 16 Maret 2019   20:00 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sengit, gesit penuh strategi dan taktik. Sederhananya disebut sebagai "muslihat manusia".

Akan ku abadikan momen ini, tunggu dulu.! Apa kau sanggup menerima kenyataan? Bila tidak, maka berpaling lah... tak usah kau teruskan bacaan ini.

Diujung kertas putih depan mata, aku hentikan sejenak tarian indah pena hitam yang tergenggam. Tiba-tiba buyar pikiranku.

Aku melihat seorang bayi di atas kereta dorong dan di temani seorang ibunya. Nampak keduanya berkasih sayang. Tak sadar langkah pertama aku jejaki dan sampailah pada peraduan.

Membelalak.!!!

Mataku meronta, bintik-bintik merah mengelilingi sudut pandang putih disekitaran pupil ku.

Dia menyapa: "hay kawan"

Bayi itu bisa bicara !!!

"Masih ingatkah engkau tentang kisahku dan pembunuhan jutaan calon manusia itu.? Peristiwa bengis.!!! Layak aku di tuntuk tidak manusiawi. tapi kawan, kau harus tau saat itu aku belum menjadi manusia. Belum sempat aku dihukumi dosa, apalagi beban kemanusiaan.

Terbesit dalam hatiku:

"Sialan, pembunuh yang berusaha membela diri. Seandainya engkau tak punya kasih dan sayang, sedari dulu sudah ku cabut leher angkuhmu itu"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun