Kau
Kau fatamorgana di jalanan yang terik
kau pelangi yang tertutup tirai senja
kau malam yang beku dan bisu,
yang menyisakan mimpi-mimpi menakutkan
Rindu dan Hati
Kubuka kulkas, kutemukan rindu yang telah beku
kubuka almari,kutemukan hati yang terlipat rapi
Sejak Itu
Aku melihat mulut orang-orang dilapisi salju, beku
Kata-kata dan suara menjadi barang langka di kota ini, sejak itu
Sejak kau putuskan menjadi penjual es batu
Awan Kelam
Awan kelam, kusangka bulan
Kuyup aku membelah hujan, sendiri
Ada es batu di bibirmu, beku
Tak ada senyuman, seperti
Dulu saat purnama masih benderang
Lampu-lampu jalan pun meredup, namun
Aku harus tetap melangkah, meninggalkan
purnama yang indah
Bms, 120816
Amarah
Amarah adalah gelombang, aku
Terayun diantara lidahnya, yang
Membelit tubuh yang letih, berharap
Datang seberkas cahaya kedamaian, atau
perahu harapan...
Bms, 110816
Kalau
Kalau api tak mencintai kayu,
Mana mungkin menjadi bara
Kalau aku tak mencintai kamu,
mana mungkin menjadi lara
Kalau air tak mencintai pagi,
Mana mungkin menjadi embun
Kalau kamu tak mencintai aku,
Mana mungkin menjadi lamun
Bms, 8-8-16
Peri Tanpa Sayap
Kerlip bintang seakan diam
 Debur ombak pun bungkam
 Daun-daun rapat menutup mulut
 Akulah peri yang kehilangan sayap imajinasi
Angin hanya membawa panas tanpa kabar
 Burung-burung enggan mengepakkan sayap
 Ranting kering patah terempas hujan deras
 Akulah peri yang tersesat di cakrawala imajinasi
Lampu-lampu kota tlah lama padam
 Sampah-sampah dan serigala buas menghias jalanan lengang
 Kota ini tlah lama mati
 Akulah peri yang menjelma puisi tanpa penyair
Banyumas, 15 Nopember 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H