Mohon tunggu...
Agus Pribadi
Agus Pribadi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Mencoba menghayati kehidupan dan menuliskannya dalam cerita-cerita sederhana. Kunjungi juga tulisan saya di http://aguspribadi1978.blogspot.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kau, dan Puisi Lainnya

19 Juni 2017   18:40 Diperbarui: 20 Juni 2017   04:23 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kau

Kau fatamorgana di jalanan yang terik

kau pelangi yang tertutup tirai senja

kau malam yang beku dan bisu,

yang menyisakan mimpi-mimpi menakutkan

Rindu dan Hati

Kubuka kulkas, kutemukan rindu yang telah beku

kubuka almari,kutemukan hati yang terlipat rapi

Sejak Itu

Aku melihat mulut orang-orang dilapisi salju, beku

Kata-kata dan suara menjadi barang langka di kota ini, sejak itu

Sejak kau putuskan menjadi penjual es batu

Awan Kelam

Awan kelam, kusangka bulan

Kuyup aku membelah hujan, sendiri

Ada es batu di bibirmu, beku

Tak ada senyuman, seperti

Dulu saat purnama masih benderang

Lampu-lampu jalan pun meredup, namun

Aku harus tetap melangkah, meninggalkan

purnama yang indah

Bms, 120816

Amarah

Amarah adalah gelombang, aku

Terayun diantara lidahnya, yang

Membelit tubuh yang letih, berharap

Datang seberkas cahaya kedamaian, atau

perahu harapan...

Bms, 110816

Kalau

Kalau api tak mencintai kayu,

Mana mungkin menjadi bara

Kalau aku tak mencintai kamu,

mana mungkin menjadi lara

Kalau air tak mencintai pagi,

Mana mungkin menjadi embun

Kalau kamu tak mencintai aku,

Mana mungkin menjadi lamun

Bms, 8-8-16

Peri Tanpa Sayap

Kerlip bintang seakan diam
 Debur ombak pun bungkam
 Daun-daun rapat menutup mulut
 Akulah peri yang kehilangan sayap imajinasi

Angin hanya membawa panas tanpa kabar
 Burung-burung enggan mengepakkan sayap
 Ranting kering patah terempas hujan deras
 Akulah peri yang tersesat di cakrawala imajinasi

Lampu-lampu kota tlah lama padam
 Sampah-sampah dan serigala buas menghias jalanan lengang
 Kota ini tlah lama mati
 Akulah peri yang menjelma puisi tanpa penyair

Banyumas, 15 Nopember 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun