Mohon tunggu...
agusprasetyo
agusprasetyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa pascasarjana unma banten

.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Masyarakat Adat dan Hak Asasi Manusia

21 Januari 2025   23:08 Diperbarui: 21 Januari 2025   23:08 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Salah satu contoh kasus yang mencolok adalah sengketa lahan antara masyarakat adat Dayak di Kalimantan dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Menurut laporan Human Rights Watch (2019), banyak masyarakat Dayak yang kehilangan akses ke tanah mereka karena perusahaan-perusahaan tersebut mengklaim hak atas tanah yang telah mereka kelola secara turun-temurun.[25] Dalam banyak kasus, masyarakat adat tidak mendapatkan kompensasi yang adil atau bahkan tidak diberi informasi mengenai perubahan status tanah mereka. Kasus ini menunjukkan bahwa pengabaian hak atas tanah tidak hanya berdampak pada ekonomi masyarakat, tetapi juga pada identitas dan budaya mereka yang sangat terkait dengan tanah.

 Dalam banyak kasus, pemerintah sering kali lebih mendukung kepentingan perusahaan dibandingkan dengan hak-hak masyarakat adat. Hal ini menciptakan ketidakadilan dan memperburuk kondisi sosial dan ekonomi masyarakat adat. Contoh lain yang relevan adalah konflik yang terjadi di Papua, di mana masyarakat adat sering kali terlibat dalam sengketa lahan dengan perusahaan tambang. Menurut laporan dari Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (2018), banyak masyarakat adat yang tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait eksploitasi sumber daya alam di wilayah mereka. Hal ini menyebabkan penolakan dan protes dari masyarakat yang merasa hak-hak mereka diabaikan. Kasus-kasus ini menyoroti perlunya pengakuan dan perlindungan hak atas tanah bagi masyarakat adat sebagai bagian dari hak asasi manusia yang lebih luas.

 Dalam konteks hukum, pengakuan hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam masih sangat lemah. Meskipun Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan pentingnya pengakuan hak masyarakat adat, implementasinya sering kali tidak sesuai harapan. Hal ini menciptakan ketidakpastian dan ketidakadilan yang semakin memperburuk kondisi kehidupan masyarakat adat. Kasus-kasus sengketa lahan yang melibatkan masyarakat adat menunjukkan perlunya reformasi dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam. Pengakuan dan perlindungan hak atas tanah bagi masyarakat adat harus menjadi prioritas dalam upaya untuk mengakhiri ketidakadilan dan memastikan keberlanjutan hidup masyarakat adat. Hanya dengan mengakui hak-hak ini, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan.

 Konsekuensi Bagi Keberlangsungan Hidup Masyarakat Adat

 Pengabaian hak atas tanah dan sumber daya alam memiliki konsekuensi yang sangat signifikan bagi keberlangsungan hidup masyarakat adat. Masyarakat adat seringkali bergantung pada tanah dan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti pangan, tempat tinggal, dan budaya. Ketika hak-hak ini diabaikan, dampaknya tidak hanya terlihat dalam aspek ekonomi, tetapi juga dalam aspek sosial, budaya, dan lingkungan. Sebagai contoh, sebuah studi yang dilakukan oleh Forest Peoples Programme (2018) menunjukkan bahwa penguasaan lahan oleh perusahaan besar untuk kegiatan industri, seperti pertambangan dan perkebunan, telah menyebabkan hilangnya akses masyarakat adat terhadap sumber daya yang mereka andalkan, yang pada gilirannya mengancam kelangsungan hidup mereka.[26]

 Salah satu konsekuensi yang paling nyata adalah hilangnya sumber mata pencaharian. Masyarakat adat sering kali mengandalkan praktik pertanian tradisional dan pengumpulan hasil hutan sebagai sumber penghidupan. Ketika tanah mereka dirampas atau diubah menjadi lahan industri, mereka kehilangan akses ke sumber daya yang sebelumnya mereka kelola secara berkelanjutan. Menurut laporan dari United Nations Permanent Forum on Indigenous Issues (2019), sekitar 80% dari keanekaragaman hayati dunia terdapat di tanah yang dikelola oleh masyarakat adat. Ketika hak mereka diabaikan, bukan hanya masyarakat tersebut yang terancam, tetapi juga keberlangsungan ekosistem global.[27]

 Dampak sosial dari pengabaian hak atas tanah juga sangat signifikan. Masyarakat adat yang kehilangan tanah mereka sering mengalami peningkatan tingkat kemiskinan, ketidakstabilan sosial, dan konflik internal. Sebuah penelitian oleh International Work Group for Indigenous Affairs (IWGIA) menunjukkan bahwa masyarakat adat yang terpinggirkan akibat pengabaian hak atas tanah cenderung mengalami masalah kesehatan mental yang lebih tinggi akibat stres dan trauma yang berkepanjangan.[28] Ketidakpastian mengenai masa depan mereka dan kehilangan identitas budaya yang terjalin erat dengan tanah mereka menyebabkan banyak individu merasa teralienasi dan tidak berdaya.

 Dalam konteks budaya, pengabaian hak atas tanah juga mengancam keberlangsungan tradisi dan pengetahuan lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun. Masyarakat adat sering kali memiliki hubungan spiritual yang kuat dengan tanah mereka, dan kehilangan akses terhadapnya dapat menyebabkan hilangnya praktik budaya dan bahasa yang terkait. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Cultural Survival (2021) menunjukkan bahwa ketika masyarakat adat kehilangan akses ke tanah mereka, banyak tradisi lisan dan praktik spiritual yang tidak dapat dilestarikan, sehingga mengurangi keragaman budaya global.[29]

 Akhirnya, konsekuensi lingkungan juga tidak dapat diabaikan. Pengabaian hak atas tanah sering kali berujung pada eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan, yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah. Aktivitas pertambangan dan perkebunan besar seringkali mengakibatkan deforestasi, pencemaran air, dan penurunan kualitas tanah. Menurut laporan oleh World Resources Institute (2020), deforestasi yang terjadi di wilayah yang dikuasai oleh masyarakat adat dapat mengakibatkan emisi karbon yang signifikan dan berkontribusi terhadap perubahan iklim.[30] Hal ini menambah beban bagi masyarakat adat yang sudah terpinggirkan, karena mereka juga menjadi korban dari dampak lingkungan yang dihasilkan oleh eksploitasi sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab.

 Solusi dan Upaya Perlindungan Hak Masyarakat Adat

 Peningkatan Kesadaran dan Pendidikan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun