Mohon tunggu...
Agus Netral
Agus Netral Mohon Tunggu... Administrasi - Kemajuan berasal dari ide dan gagasan

Peneliti pada YP2SD - NTB. Menulis isu kependudukan, kemiskinan, pengangguran, pariwisata dan budaya. Menyelesaikan studi di Fak. Ekonomi, Study Pembangunan Uni. Mataram HP; 081 918 401 900 https://www.kompasiana.com/agusnetral6407

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Visi Saudi 2030 dan Indonesia Emas 2045

14 November 2022   19:32 Diperbarui: 14 November 2022   19:36 1247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Visi Saudi 2030 (Saudi Vision 2030) dari pemerintah Arab Saudi merupakan rencana pembangunan yang cukup dikenal luas selama ini, disorot oleh media global serta menjadi bahan kajian dari para akademisi di berbagai universitas. Untuk visi seperti itu di Timur Tengah dan hususnya pada negara yang tergabung dalam Dewan Kerjasama Teluk (GCC), sebenarnya juga sudah memilikinya, diantaranya Visi 2020 dari UAE yang mungkin juga menginspirasi Saudi Arabia, ada lagi Qatar dengan "National Vision 2030", lalu Kuwait "Vision 2035," dan Oman "Vision 2040". Tetapi dibanding dengan visi dari negara anggota GCC yang lainnya itu, visi dari Saudi Arabia sepertinya yang paling banyak jadi perbincangan.

Kalau dicermati paling tidak ada 2 penyebab yang membuat Visi Saudi 2030 yang dikendalikan oleh pemimpin de facto disana yaitu Pangeran Muhammad bin Salman atau yang dikenal luas dengan inisial MBS, menjadi terkenal;

Pertama adalah karena rencana pembangunan dari sejumlah mega proyek yang diharapkan menyukseskan visi itu yang membuat banyak orang berdecak kagum dan penasaran akan kemampuan dari pemerintah Saudi untuk mencapainya. Ada lebih dari 15 mega proyek yang digadang untuk menyukseskan Visi 2030 dengan berbagai target yang ditetapkan. Giga proyek dan mega proyek dengan pembiayaan mencapai ribuan triliun rupiah itu menyebar di berbagai lokasi di Arab Saudi.

Ambil satu contoh yaitu Neom, yang merupakan sebuah rencana pembangunan kawasan ekonomi yang berlokasi di provinsi Tabuk sekitar 600 km arah utara kota suci Madinah serta 1400 km dari ibu kota Riyadh.

Dari semua mega proyek di Saudi Arabia, Neom merupakan proyek yang paling diprioritaskan untuk diselesaikan oleh pangeran MBS, sesuai rencana tahun 2030. Tidak tanggung-tanggung proyek ini direncanakan akan berbiaya sampai 500 milyar dolar atau sekitar 7.500 triliun rupiah yaitu sekitar 17 kali biaya rencana pembangunan IKN (bu kota negara) baru di Indonesia yang hanya 450 triliun rupiah.

Proyek Neom merupakan kawasan ekonomi yang terdiri dari kawasan pemukiman bernama The Line, lalu ada Oxagon yang merupakan kawasan industri khusus (Neom Industrial City), Neom International Airport, Trojena (areal ski outdoor di daerah pegunungan dekat Teluk Akaba), stadiun olah raga, kawasan pertanian seluas 16 ribu hektar yang akan mengubah gurun tandus serta berbagai rupa peruntukan. Semuanya berada di areal seluas 26.500 km2 yaitu kurang lebih 40 kali luas provisi Jakarta yang luasnya 661,5 km.

Yang menghebohkan, The Line yang merupakan proyek pembangunan kawasan pemukiman di proyek Neom itu, direncanakan akan mampu menampung 9 juta penduduk kalau sudah selesai. Lebar dari pemukiman ini memang hanya 200 meter saja, akan tapi tinggi bangunanya didesain mencapai 500 meter yang akan membentang sepanjang 170 km, dengan ditutupi kaca.

Nantinya di kawasan pemukiman itu konon tidak akan ada mobil, tetapi dilayani oleh taksi terbang, dan kereta api cepat. Lalu akan ada pelayan robot dan bulan buatan. Wah!

Selain Neom ada lagi berbagai rupa proyek yang sebagian besarya adalah bergerak di industri pariwisata.

Lalu hal yang kedua yang membuat Visi Saudi 2030 menjadi sorotan adalah karena adanya 'revolusi kebudayaan' yang diberlakukan oleh putra mahkota Pangeran MBS di Saudi Arabia untuk menyukseskan Visi 2030-nya.

Seperti diketahui selama ini sudah lama berlangsung kehidupan keagamaan dan budaya di Arab Saudi yang dipandu oleh fatwa dari paham Wahabi, yang diawasi oleh Polisi Syariah Kerajaan. Banyak yang hukumnya haram dan bid'ah dari fatwa itu. Contohnya untuk sekedar bisa mendengar suara musik saja disana tidak boleh, karena itu menurut paham Wahabi adalah haram.

Akan tetapi sekarang sejak MBS menjadi Putra Mahkota dan de fakto Raja, paham keagamaan Wahabi itu sudah dikandangkan. Dengan kehadiran Pangeran MBS, paham ini disana sedang mengalami masa sulit, berbagai kebijakan yang dibuat oleh Pangeran berlawanan dengan fatwa Wahabi.

Pandangan MBS terhadap kehidupan keagamaan dan berbagai masalah lainnya di Saudi dapat dibaca pada teks wawancaranya dengan Graeme Wood dan Jeffrey Goldberg dari the Atlanic, sebuah majalah bulanan yang terbit di Amerika Serikat. Dalam wawancara tanggal 3 Maret 2022, Pangeran MBS mengatakan bahwa pendiri Wahabi itu yaitu; Muhammad bin Abdul Wahab, bukanlah seorang Nabi, apalagi Malaikat.

"About Wahhabism, I would say that Muhammad Ibn 'Abd al-Wahhab is not a prophet, he is not an angel. He was just a scholar like many other scholars in who lived during the first Saudi state, among many political leaders and military leaders."

Muhammad bin Abdul Wahab lanjut Putra Mahkota, bukanlah Saudi. Di Arab Saudi, ada Sunni dan Syiah. Lalu Sunni memiliki 4 Mazhab;

"Ibn 'Abd al-Wahhab is not Saudi Arabia. Saudi Arabia has Sunni and Shiite, and among Sunni, you have four schools, and Shiite have different schools, and all of them are represented in number of religious boards. Today, No one can push one of the schools' views to make it as the only way of seeing religion in Saudi Arabia."

(Wawancara selengkapnya ada di link ini)

Pangeran Muhammad bin Salman, (slate.com/Getty Images)
Pangeran Muhammad bin Salman, (slate.com/Getty Images)

Dengan penjelasan seperti itu, maka bisa dipahami apa yang berkembang dan terjadi sekarang ini di Arab Saudi. Masyarakat Saudi tidak lagi mengacu pada paham Wahabi dalam kesehariannya. Sekarang bagi mereka yang senang mendengar musik sudah bisa bebas mendengarkannya, bahkan konser musik dijadwalkan secara rutin. Bisa juga menonton film di bioskop, dan pastinya tidak ada lagi Polisi Syariah yang mengawasi warga.

Sebagai sebuah rencana pembangunan yang begitu fantastis, tentu saja ada sejumlah kritik yang diarahkan ke Saudi Vision 2030 oleh para pengamat. Diantaranya adalah apa yang ditulis oleh Frdric G. Schneider, peneliti senior dari University of Cambridge.

Dalam tulisannya di situs web; www.washingtoninstitute.org; (The Stalling Visions of the Gulf: The Case of Saudi Arabia's Vision 2030), Frdric G. Schneider mengemukakan bahwa mega proyek seperti Neom bisa jadi akan menjadi proyek yang akan terbengkalai. "Itu belajar dari Visi Saudi sebelumnya dimana untuk mendifersifikasi ekonomi, pemerintah pada tahun 2006, menggagas proyek "Economic Cities Program". Proyek ini diharapkan apabila selesai pada tahun 2020 akan mampu menampung sekitar 4,5 juta penghuni. Tapi faktanya hingga kini proyek itu yaitu dengan bendera baru; "King Abdullah Economic City" (KAEC), berjalan lamban dan hanya mampu mendatangkan 4.000 penghuni", tulis Frdric G. Schneider.

Lain lagi dengan fakta kuatnya persaingan antar negara Teluk, terutama dengan Uni Emirat Arab, yang sekarang sudah berkembang pesat menjadi salah satu pusat keuangan global, lanjut Frdric G. Schneider.

Memang mengkritik itu perlu, tetapi tentu pemerintah Saudi Arabia dalam hal ini lebih memahami apa yang dihadapi dan apa yang akan dituju daripada pihak yang mengkritiknya. Karena itu bisa dipastikan kegiatan evaluasi dari pemerintah Saudi terhadap progres dari setiap rencana yang dibuat terus dilakukan dari waktu ke waktu. Pastinya memang akan banyak hambatan dan penghalang untuk bisa meraih cita-cita yang dituju, tetapi setiap target tidak mesti tercapai sesuai jadwal.

Bagaimanapun juga, Saudi Vision 2030 cukup menarik sebagai sebuah rencana pembangunan, sehingga patut jadi referensi dari negara-negara lainnya dalam mewujudkan visinya. Karena itu dalam uraian berikut ini akan dicoba dipaparkan Visi Saudi 2030, lalu membandingkannya dengan Visi Indonesia 2045. Harapannya, Indonesia bisa mengikuti jejak langkah Saudi dalam mengejar Visinya.

Visi Saudi 2030

Diumumkan pertama kali pada tanggal 25 April 2016 oleh Pangeran MBS, Visi Saudi 2030 utamanya dihajatkan untuk mampu mengatasi masalah mendasar yang dihadapi negara yaitu ketergantungan ekonomi dan pendapatan negara pada hasil penjualan minyak. Cita-cita ini sebenarnya juga sudah sejak lama diniatkan. Akan tetapi karena terlena dengan harga minyak yang terus stabil, maka semangat untuk difersifikasi sumber penghasilan sepertinya melemah.

Tantangan berat kemudian muncul ketika harga minya anjlok ke tingkat terendah dalam sejarah industri perminyakan moderen yaitu yang mencapai US$49 per barrel pada Januari 2015. Harga itu anjlok dari US$115 per barel pada bulan Juni 2014. Harga yang tidak wajar itu terus berlanjut sampai dengan pertengahan 2016.

Akibatnya bisa diduga penghasilan APBN-nya yang 80% lebih dari penjualan minyak menjadi terganggu. Dan sejak 2014 sampai dengan 2021 defisit anggaran mencapai puluhan miliaran dolar setiap tahun. Baru tahun 2022 ini seperti diberitakan situs Aljazeera, diprediksi akan bisa surplus US$24 milyar.

Selain ketergantungan pada minyak bumi, masalah yang dihadapi oleh Saudi Arabia adalah besarnya proporsi penduduk yang berusia muda. Menurut biro statistik disana GASTAT, sekitar 67% dari penduduk Saudi yang mencpai 34,1 juta jiwa tahun 2021 merupakan penduduk usia dibawah 35 tahun. Ini tantangan terkait dengan penyiapan pendidikan, lapangan kerja dan perumahan yang layak.

Apalagi tingkat pengangguran dikalangan angkatan kerja cukup tinggi di Arab Saudi dibanding negara teluk lainnya. Data akhir tahun 2021 dari Bank Dunia seperti dikutip Al Monitor memperlihatkan secara keseluruhan tingkat pengangguran di Saudi Arabia mencapai 7,4%, sementara di Uni Emirat Arab 3,4%, Bahrain 1,9% dan Qatar 0,3%. Jadi Kerajaan tidak bisa berleha-leha dengan pakta seperti itu.

Di Arab Saudi dari total penduduk tahun 2021 yang mencapai 34,1 juta jiwa, 63,6% (21,7 juta) merupakan penduduk asli, sedang 36,4% (12,2 juta) merupakan pendatang.

Selain itu, diusungnya perencanaan Visi Saudi 2030, kemungkinan juga karena fakta pesatnya kemajuan yang dicapai Uni Emirat Arab dengan kota Dubai pada khususnya yang bertaburan gedung pencakar langit serta menjadi salah satu pusat keuangan dunia. Kenyataan ini bisa jadi ikut juga menginspirasi dan menantang Kerajaan.

"Mengapa UEA yang dulunya tidak lebih dari kumpulan kampung nelayan bisa maju seperti sekarang? Sementara Saudi yang jauh lebih ungggul dalam banyak hal, belum bisa!". Begitu mungkin yang terlintas di pemikiran Putra Mahkota.

Akhirnya disusunlah Visi Saudi 2030 dengan target-target yaang ambisius. Tetapi bukan berarti sebelumnya pihak kerajaan tidak memiliki perencanaan pembangunan, malah ketika Visi Saudi 2030 itu diumumkan, Saudi sedang berada pada vase perencanaan Repelita ke 10.

Dalam dokumen Visi Saudi 2030 yang bisa diunduh di situs https://www.vision2030.gov.sa dikemukakan oleh Pangeran MBS pada kata pengantarnya bahwa semua kisah sukses dimulai dari adanya Visi, lalu Visi yang berhasil didasarkan pada pilar yang kuat.

Ada 3 pilar yang dimaksudkan itu. Pertama adalah status dari Saudi Arabia yang berperan sebagai pusat dari dunia Arab dan dunia Islam. Pilar yang kedua yaitu tekad kuat dari Kerjaaan untuk menjadi pusat investasi global. Dan yang ketiga adalah lokasi strategis yang dimiliki Saudi Arabia sebagai global hub yang menghubungkan 3 benua Asia, Afrika dan Eropa. Singkat kata Saudi sedang bermimpi untuk bisa menjadi pusat kemajuan ekonomi, teknologi dan peradaban di kawasan.

Selanjutnya apa yang dijabarkan dalam rencana-rencana besar yang digagas dalam dokumen itu secara keseluruhan dibagi dalam 3 bidang.

Pertama apa yang disebut dengan A Vibrant Society atau masyarakat yang dinamis dengan fokus pada pencapaian pembangunan perkotaan, budaya dan hiburan, olah raga, Haji dan Umrah, pelestarian situs warisan UNESCO, dan peningkatan umur harapan hidup.

Lalu yang kedua A Thriving Economy yaitu ekonomi yang berkembang dengan fokus pada penciptaan peluang kerja, peningkatan proporsi perempuan dalam angkatan kerja, daya saing internasional, pengelolaan Public Investment Fund, foreign direct invesment, dan ekspor non migas.

 Dan yang ketiga adalah apa yang disebut dengan; An ambitious Nation, sebuah negara yang ambisius dengan fokus pada peningkatan pendapatan diluar minyak, efektifitas pemerintahan, e-government, tabungan dan pendapatan rumah tangga, dan pengembangan lembaga swadaya masyarakat.

Diantara target yang ingin dutuju oleh Kerajaan pada tahun 2030 adalah, meningkatkan pendapatan non migas dari 163 miliar Saudi Arabian Riyals (SAR) tahun 2016 menjadi SAR 1 triliun tahun 2030. Lalu meningkatkan kunjungan Umrah dari 8 juta menjadi 30 juta per tahun. Meningkatkan umur harpan hidup dari 74 tahun menjadi 80 tahun. Bergerak dari urutan 19 kekuatan ekonomi dunia menjadi peringkat 15. Meningkatkan kontribusi sektor swasta dari 40% menjadi 65% GDP. Dan lain-lain target yang hendak dituju.

Sebagai tindak lanjut dari Saudi Vision 2030, rencana itu dipecah lagi dalam tahapan 5 tahunan semacam RPJM di Indonesia, dengan pelaksana seluruh kelembagaan kementerian maupun non kementerian di Kerajaan. Periode 5 tahun pertama (2016-2020) dengan dokumen RPJM-nya bernama; National Transformation Program 2020. Kemudian yang sekarang ini (2021-2025) bernama; National Transformation Program Delivery Plan 2021 -- 2025.

Setelah melewati fase 5 tahun pertama, sudah banyak kemajuan dan perubahan yang dihasilkan dari Visi 2030 itu. Seperti yang diberitakan di situs arab.news.com, berikut beberapa prestasi yang dicapai Kingdom of Saudi Arabia (KSA) untuk 5 tahun pertama sampai akhir tahun 2020.

  • Kontribusi sektor non migas sudah meningkat dari 55% tahun 2016 menjadi 59% tahun 2020. Pendapatan non migas juga meningkat pesat dari SR116 milyar tahun 2015 menjadi SR369 milyar tahun 2020.
  • Jumlah investasi asing langsung (FDI) meningkat pesat dari SR5.321 milyar menjadi SR17.625 miliar.
  • Partisipasi angkatan kerja perempuan sudah meningkat dari 19,4% tahun 2017 menjad 33,2% tahun 2020.
  • Bergerak dari urutan 103 ke urutan 38 secara internasional, dalam indeks memulai usaha (Starting a Business Index)
  • Pasar saham Saudi (Tadawul) sekarang ini masuk menjadi satu dari 10 pasar saham terbesar di dunia.
  • Persentase yang memiliki rumah meningkat dari 47% tahun 2016 menjadi 60% tahun 2020.
  • Meningkatkan jumlah UMKM menjadi lebih dari 614 ribu
  • Mencapai produksi tertinggi dalam merubah air laut menjadi air minum (desalination) yaitu dengan kapasitas 5,9 juta meter kubik per hari sampai 2020.
  • Berhasil menanam lebih dari 3.65 juta pohon lokal di seluruh kerajaan sampai akhir 2020.
  • Berhasil meningkatkan kecepatan internet dari 9 Mbps tahun 2017 menjadi 109 Mbps akhir 2020
  • Berada pada rangking ke 6 diantara negara anggota G20 dalam hal Global Cybersecurity Index dengan berhasil membangun konesitas dari 1,2 juta sambungan rumah menjadi 3,5 juta sambungan tahun 2020.
  • Rangking ke 10 diantara negara G20 dalam hal Human Capital Index menurut UN E-government survey 2020
  • Menambah 75 situs warisan budaya baru sehingga total menjadi 316 situs
  • Proses pembuatan Visa Umrah yang semula sampai dengan 2 minggu, sekarang hanya 5 menit.
  • Total uang yang diselamatkan dari kasus korupsi selama 3 tahun terakhir mencapai SR247 miliar atau Rp.1.030 triliun (kurs Rp.4.100)

Keberhasilan pelaksanaan Visi Saudi 2030 tidak terlepas dari peran aktip serta kerjasama seluruh komponen masyarakat dibawah kendali Kerjaaan, dan tingginya peran serta itu disebabkan oleh kuatnya publikasi yang dilakukan.

Publikasi utuk Visi Saudi digerakkan ke segala arah penjuru angin, di dalam negeri dan luar negeri. Selain website yang dengan mudah bisa diakses, rencana besar Saudi itu juga disebarluaskan ke seluruh pelosok negeri. "Sepanjang mata memandang, pandangan kita akan membaca tulisan visi ambisius negara kerajaan itu dalam berbagai bentuk promosi di ruang publik, seperti di bandara, terminal, hotel, dan lain sebagainya", kata seorang rekan yang pernah kesana.

Demikian pula dengan evaluasi serta pemantauan progres dari Visi 2030 terus menerus dilakukan dari bulan ke bulan, untuk mengetahui kemajuan yang dicapai, serta kendala yang dihadapi. Ini dilakukan oleh sebuah kelembagaan yang dinamakan, the Council of Economic and Development Affairs (CEDA) dibawah kendali langsung Pangeran MBS.

Visi Indonesia 2045

Mengacu pada apa yang kita pahami tentang Visi Saudi 2030 diatas, berikut kita coba lihat dan bandingkan dengan Visi yang diusung Indonesia dalam menyongsong 100 tahun peringatan kemerdekaannya tahun 2045 nanti (tinggal 23 tahun lagi), yang dikenal dengan Visi Indonesia 2045.

Dalam era digital sekarang ini, untuk mengetahui apa itu Visi Indonesia 2045, tentu saja kita akan telusuri dengan memakai mesin pencarian google.

Dari penelusuran yang dilakukan dengan kalimat, 'Visi Indonesia 2045', maka kita bisa menemukan situs, https://perpustakaan.bappenas.go.id. Dari perpustakaan online milik Bappenas ini kita mendapat akses untuk bisa mendapatkan 2 buah dokumen dalam bentuk PDF tentang Visi Indonesia 2045 yaitu; pertama Background Study Visi Indonesia 2045 yang merupakan naskah lengkap dari Visi Indonesia 2045 dan kedua dalam bentuk ringkasannya yaitu; Ringkasan Eksekutif Visi Indonesia 2045.

Adapun menurut dokumen itu Visi yang diusung adalah; Indonesia 2045: Berdaulat, Maju, Adil, dan Makmur.

Selanjutnya ada 4 pilar yang digunakan sebagai pengelompokan bidang-bidang pembangunan utama yang akan dituju pada tahun 2045 yaitu;

1. Pembangunan Manusia serta Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,

2. Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan,

3. Pemerataan Pembangunan, serta

4. Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Kepemerintahan.

Source; KPPN/Bappenas
Source; KPPN/Bappenas

Masing-masing bidang pembangunan, diberikan gambaran serta sasaran yang ingin dituju tahun 2045 secara bertahap, kemudian strategi pokok yang akan dilakukan untuk pencapaian Visi.

Salah satu pilar yang menarik untuk diperhatikan dalam kesempatan ini adalah pilar yang kedua yaitu pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Menurut dokumen itu pada tahun 2045 nanti Indonesia diperkirakan akan bisa meraih pendapatan per kapita sebesar USD23.199. Kalau kurs dolar terhadap rupiah waktu itu kita perkirakan sekiar 20 ribu per dolar, maka rata-rata orang Indonesia dari bayi sampai nenek-nenek tahun 2045 akan memiliki pendapatan per kapita sebesar 464 juta rupiah per tahun atau 38 juta per bulan. Sebuah keinginan yang cukup ambisius yang perlu kita aminkan.

Sedangkan untuk tahun 2022 (perkiraan Bank Dunia), PDB per kapita Indonesia masih USD4.538 atau kira-kira 68 juta rupiah per tahun atau 5,6 juta per bulan (kurs Rp.15.000). Tetapi tidak usah menunggu 2045, seandainya penghasilan 2022 ini diterima setiap bulan oleh rata-rata keluarga di Indonesia, maka betapa makmurnya.

Kenyataan tidak seperti itu, karena itu jumlah penghasilan yang dirata-ratakan.

Sedang faktanya adalah banyak keluarga yang tidak memiliki pekerjaan ataupun penghasilan. Jumlah pengangguran bulan Februari 2022 menurut angka BPS mencapai 8,4 juta orang. Sehingga dari fakta itu bisa kita bayangkan bagaimana di negeri ini kekayaan terkontrasi pada sebagian kecil orang.

Kemudian sejalan dengan pencapaian pendapatan per kapita, keinginan yang hendak dituju dari visi tahun 2045 itu adalah jumlah kelas menengah yang ditargetkan akan bertambah menjadi 223 juta orang dari jumlah penduduk 319 juta jiwa atau 70% dari jumlah penduduk. Jumlah itu akan jauh meningkat dibanding keadaan tahun 2020 dimana jumlah kelas menengah masih 85 juta dari jumlah penduduk 271 juta (31%).

Adapun kelas menengah didefinisikan sebagai penduduk dengan pendapatan lebih dari USD3.600 per tahun atau 54 juta setahun dan 4,5 juta sebulan (kurs 15 ribu).

Tingkat pendapatan per kapita serta jumlah kelas menengah yang hendak dituju itu sejalan dengan target pencapaian PDB (Produk Domestik Bruto) nominal, yang diperkirakan mencapai USD 7,4 triliun tahun 2045. Capaian ini akan membuat posisi Indonesia nanti berada pada urutan 5 besar dunia, setelah Cina (USD 40,1 triliun), AS (USD 31,1 triliun), India (USD 19,3 triliun) dan Jepang (USD 7,5 triliun). Target itu akan bisa tercapai apabila pertumbuhan ekonomi bisa rata-rata 5,7% per tahun.

Tetapi apabila iramanya hanya sekedar berjalan seperti sekarang ini (bussines as usual) maka indonesia diperkirakan akan tumbuh rata-rata 5,1% per tahun, dan target 2045 turun jadi peringkat 7 dunia.

Target PDB nominal yang ambisius dari pemerintah dalam menyongsong Indonesia Emas 2045 itu, tentu saja harus disosialisasikan dengan baik kepada publik, melalui segala jalur dan jenis media. Itu karena pelaku yang akan membuat bisa tercapainya mimpi-mimpi besar itu bukan saja penyusun dari dokumen Visi Indonesia 2045. Akan tetapi dibutuhkan keterlibatan seluruh rakyat.

Dengan sosialisasi yang intens, maka akan membuat masyarakat semakin paham dengan arah dan tujuan negaranya. Ini membuat produktifitas akan semakin meningkat karena semangat kerja yang tumbuh sejalan dengan kecintaan dengan nasib bangsa dan negaranya

Akan tetapi dalam hal sosialisasi ini patut untuk disayangkan, karena sekedar website saja  dari Visi Indonesia 2045 itu tidak ada. Itu diketahui setelah dicoba melakukan penulusuran, dimana situs Indonesia Emas 2045 itu tidak ditemukan. Padahal Visi Indonesa 2045 itu didukung oleh Kementerian PPN/Bappenas. Kalah oleh sekolah PAUD yang berlokasi di ujung gang sempit, yang ternyata punya website.

Tidak adanya media dalam bentuk website itu cukup mengherankan karena menurut pihak Bappenas sejak tahun 2016, Presiden sudah memintanya untuk menyusun Visi Indonesia 2045. Jadi sudah sekitar 6 tahun sejak perintah itu, yang selesai hanya dokumennya saja yaitu pada Mei 2019.

Selain tidak ada situs khusus untuk publikasi Visi Indonesia 2045, ternyata sosialisasi di ruang publik seperti Bandara, Terminal, Pelabuhan, Kantor dan Sekolah-sekolah sebagaimana di Saudi Arabia juga tidak ada yang kita lihat.

Demikian pula organisasi yang secara struktural tugasnya mengkoordinir dan memantau dan mengevaluasi seluruh bidang pembangunan dalam rangka tercapainya Visi yang diusung juga kelihatannya tidak ada.

Jadi kalau dibanding dengan Visi Saudi 2030 ternyata Visi Indonesia 2045, jauh berbeda, baik dalam publikasi maupun manajemen pengelolaannya.

Sehingga cukup menarik apa yang dutulis oleh pak Dahlan Iskan di situs disway.id tentang Visi Indonesia 2045. Berikut kutipannya;

"Kapan cita-cita kemerdekaan itu akan tercapai?

Saya sudah mendengar banyak pidato yang menjanjikan itu: tahun 2045. Yakni setelah 100 tahun Indonesia merdeka.

Istilahnya pun sudah diciptakan: Indonesia Emas. Dan kita diminta menyiapkan diri untuk menyambut datangnya Indonesia Emas itu. Seolah Indonesia Emas itu seperti akan jatuh sendiri dari langit. Dan kita harus siap-siap menengadahkan tangan ke atas. Agar yang jatuh itu tidak lepas ke tanah dan hancur berkeping-keping.

Maka tunggulah Indonesia Emas di tahun 2045.

Berarti 25 tahun lagi.

Kini kita telah tahu akan ada Indonesia Emas. Pun kapan datangnya.

Yang kita belum tahu adalah seperti apa itu Indonesia Emas. Setidaknya saya belum pernah membaca dokumen wujud akhir Indonesia Emas itu.

Atau, jangan-jangan, saya saja yang kurang rajin mencari dokumen itu.

Maka please, bagi yang punya dokumen wujud akhir Indonesia Emas tahun 2045 itu. Share-lah di forum ini. Untuk kita lihat bersama. Kalau bisa kita bahas bersama juga.

Kalau pun setelah itu kita tahu seperti apa wujud akhir Indonesia Emas cobalah kita kaji seperti apa roadmap-nya. Bagaimana cara mencapainya. Bagaimana pula tahapannya.

Dari situ kita akan bisa tahu: apakah Indonesia Emas itu target yang bisa kita pegang. Atau hanya pepesan kosong. Atau, untuk meminjam istilah anak muda sekarang, itu hanya PHP (Pemberi Harapan Palsu)".

Berikutnya kekurangan dari Visi Indonesia 2045, kalau kita banding dengan Visi Saudi 2030 adalah belum adanya daftar giga proyek ataupun mega proyek yang diharapkan akan bisa sebagai sarana percepatan untuk terwujudnya berbagai target yang ingin dicapai. Di Indonesia tentu saja selama ini sudah ada sejumlah mega proyek yang diharapkan akan bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi proyek-proyek itu belum dilakukan inventarisasi sebagai bagian dari upaya pencapaian Visi Indonesia 2045.@

Daftar Pustaka;

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun