Mohon tunggu...
Agus M. Irkham
Agus M. Irkham Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Biografi

Lahir di Batang, Jawa Tengah. Penulis Biografi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jihad Demokrasi Melalui Pilkades

15 September 2016   10:16 Diperbarui: 7 Oktober 2016   18:40 1322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pakta Integritas diperkuat dengan sanksi moral. Sila cermati sanksi moral yang kami tetapkan.

Yang menjawab akan tetap akan mencoblos sebanyak 417 responden atau 65,67 persen dari total responden. Sedangkan yang menjawab tidak akan mencoblos sebanyak 176 orang atau 27,72 persen dari total responden. Hasil survey ini memberikan kesimpulan awal kepada kami bahwa sesungguhnya masyarakat bisa diajak untuk berubah. Dari money oriented ke program oriented.

Pemilih Pemula

Dalam perjalanan sosialisasi Pilkades, kami menemukan fakta betapa tingginya jumlah pemilih pemula di satu sisi, dan munculnya apatisme dari mereka—kecenderungan untuk tidak mencoblos—di sisi lain. Hal tersebut menginspirasi kami untuk mengadakan Pelatihan Pendidikan Politik untuk pemilih pemula. Karena gejala apatisme tersebut sangat berbahaya bagi masa depan desa ini. Hal itu dapat dibaca sebagai bentuk ketidakpedulian para anak-anak muda terhadap desanya. Tidak ada rasa memiliki, alih-alih bangga.

Para anggota Karang Taruna usai mengikuti pelatihan pendidikan politik untuk pemula yang difasilitasi oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah
Para anggota Karang Taruna usai mengikuti pelatihan pendidikan politik untuk pemula yang difasilitasi oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah
Gejala apatisme tersebut harus diantisipasi sejak awal. Dan momentum Pilkades dapat digunakan untuk melakukan antisipasi tersebut. Para anak muda ini, secara statistik mereka ada. Tapi dalam gerak langkah roda pemerintahan dan kehidupan sosial seringkali perannya ditiadakan. Lebih sering dianggap anak bawang. Anak kemarin sore yang tidak perlu ikut memikirkan kondisi desa. Melalui Pilkades, eksistensi mereka kami angkat.

Kami memberikan kesadaran kepada para pemilih pemula bahwa dalam Pilkades suara mereka sangat berharga dan bisa turut menentukan hitam putih wajah Desa Lebo enam tahun mendatang.  Bahkan tidak hanya berhenti di situ, bekerjasama dengan Karang Taruna, kami mengadakan lomba pembuatan gravity bertema Pilkades Tanpa Money Politic yang pesertanya berasal dari sembilan dusun.

Suasana lomba gravity bertema Pilkades Tanpa Money Politic
Suasana lomba gravity bertema Pilkades Tanpa Money Politic
Melalui pelaksanaan lomba ini, kami mencoba memberikan internalisasi nilai-nilai demokrasi yang sesungguhnya kepada para remaja di Desa Lebo. Bagian dari masyarakat kita yang 20-30 tahun akan datang—mereka yang akan menjadi penentu maju tidak tidaknya desa.

Kami tidak bisa membayangkan bagaimana nasib Desa ini 20-30 tahun yang akan datang jika anak-anak mudanya sudah memiliki pemahaman yang salah tentang Pilkades. Yaitu money politic disimpulkan sebagai praktik yang wajar bahkan harus jika ingin mendapatkan suara atau dipilih. Padahal Pilkades adalah proses memilih pemimpin yang akan menjalankan mandat/perintah masyarakat.

Roadshow ke 9 Dusun

Munculnya pragmatisme di masyarakat yaitu menjadikan seberapa besar uang yang diterima sebagai pertimbangan memilih, kami melihatnya lebih merupakan sebab ketimbang akibat.  Disebabkan oleh ketiadaan referensi tentang kandidat.  Karena memang sebelumnya sistem atau mekanisme Pilkades yang ada tidak memberikan alternatif ruang dan waktu agar masyarakat bisa “mengetes” langsung pantas tidaknya seorang kandidat untuk dipilih. Sama sekali tidak ada ruang dialog dan informasi yang representatif atau lengkap tentang kandidat-kandidat yang ada.    Sehingga masyarakat betul-betul layaknya sedang memilih kucing dalam karung.  Akhirnya ketimbang tidak mendapat apa-apa, besar kecilnya kepyur (amplop/uang) yang dijadikan ukuran pilihan atau preferensi. 

Salah satu calon kades sedang memperkenalkan diri saat anjangsana di salah satu dusun.
Salah satu calon kades sedang memperkenalkan diri saat anjangsana di salah satu dusun.
Sistem Pilkades yang lalu-lalu juga selalu melupakan bahwa perempuan, terutama kaum ibu memiliki jumlah pemilih yang besar.  Tapi tidak pernah kita dengar pendapat dan harapan mereka.  Sistem Pilkades harus dibikin agar lebih bisa mengakomodir kepentingan dan kebutuhan para ibu.   Misalnya dengan dialog langsung dengan para kandidat, dan para istrinya masing-masing.  Karena bagaimana pun Bu Kades akan menjadi pemimpin dan figur yang diharapkan mampu menggerakkan para ibu (perempuan).  Sehingga pemilih perempuan bisa menjadikan kualitas calon ibu Kades sebagai bahan pertimbangan mereka menentukan pilihan.    

Ada pemahaman di sebagian besar warga bahwa Pilkades sekadar untuk memenuhi kepentingan orang-orang tertentu yang memang ingin berkuasa (prestise) bukan menjadi bagian dari rangkaian proses membangun Desa (prestasi).  Warga merasa eksistensi dirinya hanya sekadar biting atau suara.  Bukan manusia seutuhnya yang harus didengar dan diperjuangakan tiap-tiap harapan dan impiannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun