2. Kecurangan dan Manipulasi
UN kerap menjadi ajang kecurangan yang terorganisir. Sejumlah kasus menunjukkan bahwa demi meningkatkan hasil, beberapa pihak sekolah dan guru memberikan bocoran atau membantu siswa secara tidak langsung. Hal ini tidak hanya merugikan siswa dalam jangka panjang, tetapi juga merusak integritas pendidikan.
3. Ketidakadilan Terhadap Mata Pelajaran Non-UN
Dalam sistem UN, beberapa mata pelajaran utama seperti matematika, bahasa, dan sains lebih diutamakan dibanding mata pelajaran lain yang tidak diujikan. Akibatnya, ada kecenderungan bahwa mata pelajaran non-UN dianggap kurang penting, mengakibatkan ketimpangan dalam perhatian dan penghargaan terhadap seluruh kurikulum.
4. Pengukuran yang Terlalu Sederhana
UN sering kali dianggap hanya mengukur aspek akademis secara sempit, yaitu kemampuan siswa dalam mengerjakan soal pilihan ganda. Aspek seperti kreativitas, kemampuan berpikir kritis, keterampilan sosial, dan nilai moral cenderung terabaikan. Dalam jangka panjang, hal ini membuat siswa tidak siap menghadapi tuntutan dunia nyata yang memerlukan keterampilan lebih luas.
Alternatif dan Rekomendasi untuk Evaluasi Pendidikan di Indonesia
1. Evaluasi Berkelanjutan (Continuous Assessment)
Alih-alih berfokus pada ujian besar yang menjadi penentu, sistem evaluasi dapat dirancang untuk berlangsung secara berkesinambungan, dengan berbagai jenis asesmen seperti proyek, presentasi, dan portofolio. Evaluasi berkelanjutan dapat memberikan gambaran lebih utuh tentang kemampuan siswa dan mengurangi tekanan psikologis karena penilaiannya tidak hanya dilakukan satu kali.
2. Asesmen Berbasis Kompetensi dan Keterampilan Hidup
Mengintegrasikan kompetensi dasar dan keterampilan hidup dalam evaluasi akan lebih sesuai dengan kebutuhan siswa di masa depan. Dengan demikian, penilaian tidak hanya berfokus pada penguasaan teori, tetapi juga pada keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, dan problem-solving.