Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Teori dan Fakta di Balik Peristiwa 30 September 1965

1 Oktober 2024   15:19 Diperbarui: 1 Oktober 2024   15:40 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) merupakan salah satu peristiwa paling kontroversial dalam sejarah Indonesia, dan berbagai teori tentang siapa sebenarnya dalang di balik kudeta ini terus berkembang. Beberapa teori ini didasarkan pada pandangan politik, ideologi, dan interpretasi atas bukti yang ada. Berikut adalah beberapa teori utama yang sering diangkat:

1. Teori Keterlibatan PKI (Partai Komunis Indonesia)

Ini adalah narasi resmi yang didukung oleh Orde Baru di bawah Presiden Suharto. Menurut teori ini:

  • PKI adalah dalang utama di balik G30S, dengan tujuan menggulingkan kekuasaan militer dan pada akhirnya mengganti ideologi negara dari Pancasila menjadi komunisme.
  • D.N. Aidit, Ketua PKI, disebut sebagai otak dari gerakan ini, dengan dukungan sejumlah anggota PKI di dalam militer yang ingin menghancurkan kekuatan Angkatan Darat.
  • Narasi ini didukung oleh fakta bahwa beberapa perwira militer yang terlibat dalam G30S, seperti Letkol Untung, adalah simpatisan PKI.

Namun, setelah jatuhnya Orde Baru, banyak ahli sejarah dan akademisi menilai bahwa bukti-bukti yang digunakan dalam narasi ini kurang kuat dan mungkin terlalu politis.

2. Teori Keterlibatan Militer (Suharto)

Teori ini menyatakan bahwa Jenderal Suharto mungkin mengetahui atau bahkan terlibat dalam perencanaan G30S untuk merebut kekuasaan:

  • Menurut teori ini, Suharto menggunakan peristiwa ini sebagai alasan untuk melancarkan pembersihan PKI dan membangun dukungan militer untuk merebut kekuasaan dari Presiden Soekarno.
  • Ada klaim bahwa Suharto, yang saat itu merupakan Panglima Kostrad, tidak menjadi target G30S, meskipun dia adalah perwira tinggi Angkatan Darat yang kuat. Sebagian orang melihat ini sebagai indikasi bahwa Suharto sengaja dibiarkan tidak tersentuh oleh para pelaku G30S.
  • Teori ini menyatakan bahwa Suharto memanfaatkan situasi kacau pasca-G30S untuk melakukan kudeta terhadap Soekarno secara perlahan.

3. Teori Soekarno Terlibat atau Mengetahui G30S

Beberapa teori menyebutkan bahwa Presiden Soekarno mungkin mengetahui atau bahkan mendukung Gerakan 30 September, namun terkejut ketika gerakan tersebut berubah menjadi kudeta berdarah:

  • Dalam teori ini, Soekarno mungkin terlibat atau setidaknya memberi restu kepada operasi untuk mencegah apa yang disebut "Dewan Jenderal" yang konon berencana menggulingkannya.
  • PKI dan para simpatisan dalam militer bisa jadi hanya mencoba melindungi Soekarno dari ancaman yang mereka yakini datang dari kelompok militer anti-komunis, tetapi situasi dengan cepat berubah menjadi kekacauan.

Teori ini, meskipun tidak mendapat banyak dukungan, mencoba menjelaskan keterkaitan antara PKI, militer, dan Soekarno.

4. Teori Keterlibatan CIA dan Amerika Serikat

Teori konspirasi ini mengusulkan bahwa CIA (Central Intelligence Agency) Amerika Serikat memainkan peran dalam mendalangi atau mendorong G30S sebagai bagian dari upaya lebih besar untuk menghentikan penyebaran komunisme di Asia Tenggara:

  • CIA, bersama dengan badan-badan intelijen Barat lainnya, dianggap khawatir dengan pengaruh PKI yang semakin besar di Indonesia, negara yang strategis secara geopolitik selama Perang Dingin.
  • CIA diduga ingin memprovokasi ketegangan internal di Indonesia untuk menyingkirkan PKI, dengan cara mendorong militer Indonesia untuk bertindak terhadap PKI setelah peristiwa G30S.
  • Dalam konteks ini, G30S mungkin merupakan operasi yang didesain oleh elemen militer Indonesia yang bekerja sama dengan CIA atau mendapat dukungan dari Barat, guna menciptakan situasi yang memungkinkan penghancuran PKI.

5. Teori Keterlibatan Inggris (MI6)

Sama seperti teori keterlibatan CIA, ada pula spekulasi bahwa MI6, dinas intelijen Inggris, terlibat dalam G30S. Inggris, yang terlibat dalam Konfrontasi dengan Indonesia atas masalah Malaysia, memiliki kepentingan untuk melemahkan Soekarno, yang mendukung gerakan anti-kolonialisme di Asia Tenggara:

  • Ada dugaan bahwa MI6 bekerja sama dengan CIA dan mendukung kelompok-kelompok anti-komunis di Indonesia, termasuk militer, untuk merencanakan kudeta yang akan menghentikan pengaruh PKI dan Soekarno.

6. Teori Keterlibatan Blok Timur (Uni Soviet dan Tiongkok)

Beberapa teori juga menyebutkan bahwa Uni Soviet atau Tiongkok mungkin terlibat atau mendukung rencana G30S karena PKI adalah partai komunis terbesar di luar blok komunis:

  • PKI dikenal memiliki hubungan dekat dengan Tiongkok, dan Aidit sering berkunjung ke Beijing.
  • Namun, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa Uni Soviet atau Tiongkok secara langsung terlibat dalam perencanaan G30S, meskipun mereka memberikan dukungan politik dan moral kepada PKI.

7. Teori G30S adalah Konflik Internal Angkatan Darat

Teori ini menyatakan bahwa G30S sebenarnya merupakan konflik internal di tubuh Angkatan Darat. Beberapa perwira menengah dalam Angkatan Darat, yang tidak puas dengan elit militer yang dipandang korup dan tidak lagi mematuhi visi revolusi Soekarno, mungkin bertindak secara mandiri untuk "membersihkan" institusi militer:

  • Letkol Untung dan para pelaku lainnya bisa jadi bukan bertindak atas perintah PKI, tetapi lebih sebagai upaya internal untuk melawan elit militer.
  • Menurut teori ini, tindakan G30S lebih sebagai upaya militer melawan militer daripada gerakan politik yang lebih luas.

8. Teori Kudeta yang Salah Kalkulasi

Teori ini menyatakan bahwa G30S adalah upaya kudeta yang gagal karena salah kalkulasi oleh para perwira menengah dalam militer yang mungkin memiliki hubungan dengan PKI, tetapi tidak cukup terorganisir untuk merebut kekuasaan. Gerakan tersebut diinisiasi dengan harapan dukungan dari berbagai pihak, tetapi gagal mendapatkan dukungan yang dibutuhkan setelah menculik dan membunuh para jenderal.

9. Teori Komunitas Intelijen Indonesia (Bakin atau intelijen militer)

Beberapa teori juga menyebutkan keterlibatan komunitas intelijen Indonesia sendiri dalam mendalangi G30S sebagai bagian dari agenda politik internal untuk memindahkan kekuasaan dari Soekarno kepada militer. Komunitas intelijen mungkin telah memprovokasi situasi atau memanfaatkan ketidakpuasan di antara unsur-unsur PKI dan militer untuk meluncurkan kudeta.

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) adalah salah satu titik balik penting dalam sejarah Indonesia. Meskipun berbagai teori berkembang, ada beberapa fakta historis yang diketahui terkait peristiwa tersebut. Berikut adalah garis besar fakta yang dapat diterima berdasarkan bukti dan kesaksian yang ada:

1. Kudeta Terhadap Jenderal Angkatan Darat

Pada malam 30 September 1965 hingga dini hari 1 Oktober 1965, sekelompok pasukan yang dipimpin oleh Letkol Untung dari Batalyon Cakrabirawa (pasukan pengawal presiden) menculik enam jenderal tinggi Angkatan Darat:

  • Jenderal Ahmad Yani
  • Mayjen R. Suprapto
  • Mayjen M.T. Haryono
  • Mayjen S. Parman
  • Brigjen D.I. Panjaitan
  • Brigjen Sutoyo Siswomiharjo

Para jenderal ini diculik dari rumah mereka dan dibawa ke suatu tempat di Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya, di mana mereka dibunuh dan jasad mereka dibuang ke dalam sumur tua. Seorang perwira muda, Letnan TNI Pierre Tendean, yang sedang berada di rumah Jenderal Nasution, juga diculik dan terbunuh, karena para penculik salah mengira dia sebagai Nasution.

Jenderal A.H. Nasution sendiri berhasil lolos, meskipun putrinya, Ade Irma Suryani, tewas tertembak dalam serangan itu.

2. Gugurnya Para Jenderal

Setelah penculikan dan pembunuhan para jenderal, jasad mereka dibuang ke dalam sumur di Lubang Buaya. Beberapa hari kemudian, setelah gerakan ini gagal, jasad para jenderal ditemukan di sana. Peristiwa ini memicu kemarahan di kalangan militer, terutama Angkatan Darat.

3. Pernyataan G30S di Radio

Pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, para pelaku G30S menguasai stasiun radio RRI dan mengumumkan bahwa mereka telah membentuk Dewan Revolusi untuk menyelamatkan Indonesia dari apa yang mereka klaim sebagai kudeta yang direncanakan oleh Dewan Jenderal. Pengumuman ini menandai awal terbukanya operasi G30S.

4. Suharto Mengambil Kendali

Pada tanggal 1 Oktober, Mayor Jenderal Suharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad (Komando Strategis Angkatan Darat), mengambil alih kendali militer. Ia segera bergerak untuk memulihkan ketertiban dan memerintahkan pasukan untuk mengambil kembali kontrol atas fasilitas-fasilitas strategis, termasuk stasiun radio dan markas militer.

  • Suharto memerintahkan penyerangan markas G30S dan mengakhiri gerakan tersebut hanya dalam waktu singkat.
  • Operasi militer tersebut berhasil menangkap dan membubarkan G30S pada 2 Oktober 1965.

5. Penemuan Jasad di Lubang Buaya

Pada tanggal 4 Oktober 1965, jasad para jenderal ditemukan di Lubang Buaya. Penemuan ini menjadi peristiwa yang dramatis dan memperkuat sentimen anti komunis di kalangan militer dan masyarakat. Angkatan Darat mulai menyalahkan PKI sebagai dalang di balik peristiwa tersebut, meskipun keterlibatan PKI secara langsung dalam perencanaan dan pelaksanaan kudeta masih diperdebatkan oleh sejumlah sejarawan.

6. Tindak Balasan Terhadap PKI

Setelah peristiwa G30S, PKI dan organisasi-organisasi yang berafiliasi dengannya menjadi sasaran penangkapan dan pembantaian. Banyak anggotanya ditangkap, disiksa, dan dibunuh oleh militer, milisi sipil, dan kelompok-kelompok yang memusuhi PKI. Di berbagai daerah, khususnya di Jawa dan Bali, terjadi kekerasan massal yang mengakibatkan pembunuhan ratusan ribu orang yang diduga sebagai simpatisan komunis.

  • Para pemimpin PKI, termasuk D.N. Aidit, diburu dan akhirnya dieksekusi.
  • G30S menjadi titik awal dari kehancuran total PKI, yang sebelumnya adalah salah satu partai komunis terbesar di dunia di luar blok komunis.

7. Soekarno Kehilangan Dukungan

Peristiwa ini juga menandai titik balik dalam karier politik Presiden Soekarno. Meskipun Soekarno tidak secara langsung terlibat dalam G30S, posisinya semakin melemah setelah peristiwa tersebut. Banyak yang menuduh Soekarno terlalu dekat dengan PKI, dan ini membuat militer, terutama Suharto, mengambil langkah untuk menjauhkannya dari kekuasaan.

  • Pada Maret 1966, Suharto diberi kekuasaan oleh Soekarno melalui Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) untuk memulihkan ketertiban dan keamanan, yang pada akhirnya digunakan Suharto untuk melancarkan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI dan mengkonsolidasikan kekuasaannya.
  • Pada tahun 1967, Soekarno secara resmi dilengserkan, dan Suharto diangkat sebagai presiden.

8. Orde Baru

Pasca G30S, Suharto memimpin Orde Baru, sebuah pemerintahan yang bertahan selama lebih dari 30 tahun, dengan fokus pada stabilitas politik dan ekonomi serta pembersihan terhadap segala pengaruh komunisme. Narasi resmi tentang G30S yang dibangun oleh Orde Baru menekankan keterlibatan PKI sebagai dalang di balik peristiwa tersebut, meskipun teori dan pandangan alternatif tentang siapa sebenarnya yang mendalangi kudeta ini terus bermunculan.

Kesimpulan Teori:

Meskipun banyak teori yang diajukan, tidak ada satu pun teori yang secara mutlak bisa dibuktikan kebenarannya. Narasi resmi di masa Orde Baru yang menuding PKI sebagai dalang utama memang mendominasi sejarah selama bertahun-tahun, tetapi berbagai penelitian dan sudut pandang lain menunjukkan bahwa situasinya jauh lebih kompleks, melibatkan banyak faktor politik dan aktor dalam negeri maupun luar negeri. Hingga saat ini, perdebatan mengenai siapa sebenarnya dalang di balik G30S masih berlangsung, dan kemungkinan besar akan terus menjadi topik yang kontroversial dan terbuka untuk interpretasi.

Kesimpulan Fakta:

Fakta-fakta utama mengenai G30S adalah adanya penculikan dan pembunuhan terhadap enam jenderal Angkatan Darat oleh kelompok yang mengklaim sebagai bagian dari Gerakan 30 September, dengan motif melindungi negara dari kudeta militer oleh Dewan Jenderal. Namun, tindakan itu dengan cepat diatasi oleh Mayor Jenderal Suharto, yang kemudian mengambil alih kendali militer dan memulai penumpasan terhadap PKI, yang berujung pada penghancuran total partai tersebut dan perubahan besar dalam politik Indonesia.

Tindakan yang dilakukan oleh kelompok G30S adalah ancaman terhadap ideologi Pancasila dan pemerintahan yang sah, selamat hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun