Saat Sakti meraih tangan ibunya, cahaya lembut mulai menyelimuti mereka berdua, seperti selimut hangat yang melindungi dari dinginnya malam.
Rengganis menyaksikan semuanya dengan air mata mengalir di pipinya. Ia bisa merasakan kedamaian yang mulai mengalir di sekitarnya. Angin berhembus lembut, dan suara daun bergemerisik terdengar seperti lagu pengantar tidur yang menenangkan.
Perlahan-lahan, bayangan Sakti semakin menguat, menjadi lebih nyata, dan seakan-akan terbungkus dalam pelukan ibunya. Wajah Bu Lestari tampak cerah, untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun.
Kemudian, Sakti berbisik ke telinga ibunya, "Aku pulang, Bu... Aku pulang."
Dan saat itu, sesuatu yang ajaib terjadi cahaya di sekitar mereka perlahan memudar, dan Sakti menghilang. Tapi kali ini, bukan seperti bayangan yang hilang, melainkan seperti seseorang yang akhirnya menemukan jalan pulang.Â
Bu Lestari tersenyum lembut, menoleh ke Rengganis. "Terima kasih, Nak," katanya. "Kau telah membawa anakku kembali."
Rengganis hanya mengangguk, tersenyum. Dia tahu tugasnya telah selesai, dan malam itu, di bawah beringin tua, ia merasakan kedamaian yang belum pernah dirasakannya sebelumnya.Â
Mungkin, untuk pertama kalinya, Rengganis benar-benar percaya bahwa yang pergi tak selalu benar-benar hilang.
Ada jejak-jejak halus yang selalu bisa ditemukan... di ujung senja, atau mungkin di tempat lain, di mana cahaya bertemu dengan bayangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H