Esok paginya, Rengganis mencari tahu tentang rumah itu. Tetangga yang lebih tua menceritakan bahwa keluarga yang pernah tinggal di sana telah pergi bertahun-tahun lalu, setelah kehilangan anak lelaki mereka bernama Sakti. Sejak saat itu, rumah itu selalu kosong.
Rengganis berdiri terpaku. Hatinya bergetar hebat. Senja berikutnya, saat ia kembali ke beringin tua, dia berbicara lirih ke udara, berharap angin membawa kata-katanya. "Rangga, kalau kamu di sini, aku harap kamu tahu... aku merindukanmu."
Dan entah bagaimana, ketika angin menyapu wajahnya, Rengganis merasakan kehangatan yang aneh di pipinya, seperti sebuah belaian halus yang ia kenal sentuhan kakaknya Rangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H