Rengganis merasakan ada sesuatu yang aneh pada anak itu. Matanya menatap kosong, tetapi ada sesuatu di sana, sesuatu yang menyiratkan rasa khawatir dan kerinduan.Â
Rengganis memutuskan untuk tidak bertanya terlalu banyak. "Ayo, aku akan mengantarmu pulang," katanya dengan lembut. Tetapi ketika Sakti berjalan mendekat, Rengganis merasa ada hawa dingin yang menyergapnya, seperti udara dari dalam gua yang lembab.
Saat mereka berjalan bersama menuju desa, Sakti bertanya, "Mengapa kamu sering datang ke sini?"
Rengganis terdiam sejenak. "Aku merasa tenang di sini," jawabnya. "Dan... aku bisa merasakan kehadiran Rangga, kakakku, yang sudah tiada."
Sakti terdiam mendengarnya. Beberapa menit kemudian, dia bertanya lagi, "Kamu percaya kalau yang sudah pergi bisa kembali?"
Pertanyaan itu membuat Rengganis terdiam. "Aku tidak tahu," jawabnya pelan. "Tapi kadang aku berharap begitu."
Mereka sampai di desa, dan Sakti berhenti di depan sebuah rumah tua yang tampak seperti sudah lama ditinggalkan. "Di sinikah rumahmu?" tanya Rengganis dengan ragu.
Sakti mengangguk. "Terima kasih, Kak Rengganis."
Rengganis tertegun. "Bagaimana kamu tahu namaku?"
Sakti tersenyum samar. "Aku sering melihatmu di sini, di bawah beringin. Kak Rangga bilang padaku."
Rengganis merasakan bulu kuduknya merinding. Dia ingin bertanya lebih jauh, tapi ketika dia berkedip, Sakti sudah menghilang begitu saja, meninggalkan rumah tua yang hening.