Dalam hal ini, status kepegawaian guru honorer atau tenaga kependidikan honorer juga ada yang sudah diakui oleh Dinas Pendidikan dan ada juga yang murni honor sekolah.
b). Penggajian: Gaji guru honorer seringkali lebih rendah dibandingkan dengan guru ASN dan bisa bervariasi tergantung pada kebijakan sekolah atau daerah.Â
Penggajian guru honorer murni dan tenaga kependidikan honor murni hanya mengandalkan sumbangan sukarela dari orangtua murid (Komite) yang besarannya tidak ditentukan sesuai kebijakan yang berlaku.
c). Kondisi Kerja: Guru honorer seringkali tidak mendapatkan tunjangan atau fasilitas yang sama dengan guru ASN.
d). Keterlibatan dalam Sekolah: Meskipun berstatus honorer mereka tetap berperan penting dalam proses pendidikan, mengajar di kelas dan berinteraksi dengan siswa serta komunitas sekolah.
Honorer Harus Tersingkir
Dalam sejarah kepegawaian yang saya kenal sejak tahun 1999 (awal saya mengabdi sebagai honorer), guru maupun tenaga kependidikan yang berstatus honorer harus tersingkir oleh keberadaan ASN yang baru masuk. Posisi strategis yang sebelumnya dipegang honorer harus berpindah tangan kepada guru atau tenaga kependidikan yang berstatus ASN.
Hal di atas adalah wajar dan biasa, karena secara posisi dan pengakuan, ASN lebih berhak daripada honorer. Berita yang kini sedang hangat adalah cleansing atau pembersihan guru honorer DKI Jakarta yang memutuskan hubungan kepegawaian guru honorer secara sepihak.
Hal ini cukup mengagetkan karena selama ini walaupun honorer harus tersingkir, tidak sampai harus terjadi pemutusan hubungan kepegawaian seperti istilah cleansing atau pembersihan di atas. Dulu, kami sebagai honorer hanya mengalami pengurangan jam.
Untuk mengatasinya, biasanya kami mengambil langkah dengan menjadi guru honorer di sekolah lain atau sekolah swasta. Adapun status kepegawaian sebagai honorer di sekolah negeri tetap kami pertahankan meski kadang hanya mendapat jam mengajar apa adanya.Â