Selama ini saya menulis di Kompasiana yang saya lakukan hanya menulis dan menulis, memimpikan menjadi seorang penulis profesional adalah impian semua penulis pada umumnya. Tapi tentunya semua hal tidak ada yang instan, segala sesuatu membutuhkan proses dalam meraihnya.
Pengalaman hari ini sungguh pengalaman yang berharga dalam keseharian saya, karena kebiasaan saya membagikan tulisan di berbagai grup WhatsApp ahirnya mendapat perhatian seorang teman yang berbaik hati menawarkan kritik dan saran atas tulisan saya yang berjudul "Tidak Ada Usaha yang Sia-Sia"
Dengan santun teman saya sekolah dulu ini kembali memperkenalkan diri dan menjelaskan bahwa dia pernah bekerja di sebuah media sebagai editor, dan atas pengalamannya tersebut dia menawarkan masukan untuk memperbaiki tulisan-tulisan saya. Hal tersebut tentu saja saya terima dengan senang hati, dan berikut adalah isi percakapan santai kami.
Diawali dengan sebuah screenshot tulisan saya di Kompasiana yang kemudian dikomentarinya:
Â
Teman :Â "Dan" tidak boleh diawal kalimat karena fungsinya untuk menyambungkan. Harus ada kata atau kalimat awalnya
Saya:Â "Baik, terima kasih ditunggu koreksi berikutnya...:)" sambung saya, kemudian teman saya pun mengirim screenshot selanjutnya dan kembali mengomentarinya.
Teman:Â "Koma itu sebaiknya hanya 1 di dalam 1 kalimat. Jika kalimat itu panjang maka bisa dijadikan 2-3 kalimat" Balas teman saya.Â
Sungguh menarik dapat masukan-masukan di atas saya pun tidak sabar menunggu koreksi selanjutnya.
Saya: "Siap setuju, itu juga membuat kalimat lebih simpel dan mudah dicerna Pembaca...:)" saya terus merespon menunggu bahasan selanjutnya.
Teman: "Ini sama masalahnya koma dan kalimat yang panjang. Kalau dibacakan host atau pembaca berita nafasnya jadi sesak hehe" balas teman saya penuh canda.Â
Saya tertegun sebentar karena senang mendapat perhatian atas tulisan saya dan juga menambah wawasan. Disamping itu saya merasa terharu ada teman yang begitu tulus memberikan masukan padahal kami belum pernah bertemu langsung, atau tepatnya mungkin pernah kami bertemu tapi kami tidak menyadarinya karena teman saya ini adalah teman satu sekolah 35 tahun yang lalu.
Selanjutnya saya pun terus meresponnya dengan harapan teman saya ini memberikan saran-saran berikutnya.Â
Saya:Â "Siap terima kasih atas saran yang berharga ini..." pancing saya. Gayung bersambut teman saya ini pun kembali mengirim screenshot tulisan saya dan kembali mengomentarinya.
Teman:Â "Yang" adalah kata penyambung jadi tak boleh di awal kalimat . Ini juga kalimatnya terlalu panjang dan banyak koma"
Saya: "Siap, lanjutkan...:)" jawab saya setengah memohon.
Teman: "Ini juga sama ya banyak potensi anak kalimat jadi kalimat utuh. Masalah koma lagi hehe" lanjutnya.
Saat itu juga saya langsung mempraktikan semua dengan mengedit tulisan saya di atas, obrolan santai kami pun berlanjut membahas pengalaman-pengalaman lain dalam menulis yang bermanfaat.
Setelah saya praktikan ternyata menulis yang baik dan benar itu tidak mudah, tapi inilah proses yang akan saya nikmati setiap langkahnya sampai benar-benar menguasainya.
Ya begitulah seharusnya kita berteman saling mengisi dan mengingatkan, saya jadi teringat sebuah kutipan anonim yang saya temukan di facebook: "It is better to have an enemy who honestly says they hate you than to have a friend who's putting you down secretly", tapi kutipan di atas sedikit bernada sinis dan saya tidak suka itu karena teman-teman saya di Kompasiana tidak ada yang seperti itu.
Saya lebih suka kutipan yang menyatakan: "Punya seribu teman itu masih kurang, tapi punya satu orang musuh itu terlalu banyak". Kok jadi ngelantur hehe...
Kesimpulannya semoga pengalaman ini bermanfaat, menghibur, aktual, menarik, atau unik. Sekian dan terima kasih hehe...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H