Mohon tunggu...
Agus Conspiracy
Agus Conspiracy Mohon Tunggu... Seniman - Owner: Conspiracy Merchandise

Chemistry | Kid | Depression Survivor | Penyembah Bonsai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Senjakala di Kala Senja

28 Desember 2016   20:32 Diperbarui: 28 Desember 2016   20:37 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tak selang lama, anak tersebut didepan pintu masuk makam, makam dimana Ayahnya dikebumikan, tempat yang paling ia sukai setelah ruko dan rumah atas peninggalan Sang Mendiang.

Ia tak mengucap salam untuk memasuki ke dalam makam, tidak seperti halnya orang yang berziarah kemakam itu sekaligus yang menjadi budaya di desa tersebut. Ia hanya melepaskan sandal, tak kurang dan tak lebih.

Gila! Dasar anak muda yang tak mempunyai etika dalam kawanan budaya. Mungkin, ia adalah seorang penganut Nihilisme; Nihilis. Mungkin...

Yang selanjutnya ia melangkahkan kakinya dihadapan dimana Ayahnya dikubur, bukan terkubur- oleh sakitnya yang ia derita kurang-lebih 20 tahun. Ya, Sang Mendiang meninggal dikarenakan sakit keras, sebelum komplikasi, Almarhum mengidap penyakit, adalah kadar gula yang tinggi; Gula kering.

Sesampainya didepan kuburan Ayahnya, ia merendahkan badan, lalu ia duduk , yang selanjutnya dilakukan anak itu ialah meletakkan buku disamping kuburan- tepatnya di bagian kepala Ayahnya, dikeluarkannya CD dari Slingbag, dan menumpuknya. Tidak cukup, ia meletakkan Boombox- yang besarnya setengah dari jendela rumah anak itu- tepat disampingnya.

Ia memandangi sekeliling makam. Sepi, sunyi, petang telah datang.

Syahdan, ia tersadar didalam Slingbag ada sebuah kaset pita milik Homicide yang berjudul Barisan Nisan. Ia mengambil kaset itu, membuka, menaruh pada Part; Side A, lalu memasukkannya ke dalam Boombox. Dan ia segera memencet logo Play.

Sebuah lagu bertitel "Senjakala Berhala" sudah mengawali konten pada Tracklist kaset tersebut. Ya... Salah satu lagu favoritnya.

Ia mulai memahami, meresapi, merenungi, setiap rima dan ritme lagu itu. Ia menundukkan kepala dari awal lagu telah diputarnya. Sampai pada akhirnya... "Kalam pemanggil arwah yang menziarahi pitam, dengan disiplin penggali kubur dan ketegaran penjaga makam, dengan ruh asap bulan kelima yang membakar langit, dan senjakala berhala yang datang bersama hangus dan hangit...". Part Chorus- Track tersebut, ia tidak lagi menunduk seperti sedia kala lagu dimulai, melainkan melihat nisan Mendiang Sang Ayah- bagian kepala yang telah bernama: nisan.

Yang pada akhirnya, sudah memasuki menit dan detik 4:49 dalam lagu tersebut .Artinya, track lagu pertama telah usai.

Ia pula segera menekan tombol logo "Stop" pada Boombox, yang setelahnya, anak itu menaburi bunga pada kuburan Ayahnya dengan kedua matanya tidak hanya berkaca-kaca, melainkan telah meneteskannya ke dalam tanah- bagian badan Ayah anak itu .Mungkin, dan Ya... Air mata itu telah menyatu terhadap Ayahnya- dalam imajinasi dia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun