Murtia pun akhirnya menyampaikan keinginan putrinya itu kepada suaminya.
"Mas..., anakmu ingin kuliah," kata Murtia pelan.
"Apa ...? kuliah?" Tarto kaget. "Uang dari mana lagi? Apa anakmu itu tak bisa melihat kondisi ibunya?" tanyanya dengan kasar.Â
"Mas, jangan bilang begitu nanti didengar anakmu," sahut Murtia sambil menengok ke arah kamar anaknya. "Biarkan anak kita tetap berbesar hati dengan keadaan orang tuanya, Mas." Murtia berusaha memberi pengertian kepada suaminya . "Justru kita harus bangga Mas, anak kita punya cita-cita yang lebih tinggi, agar kelak hidupnya lebih baik dari kedua orang tuanya," jelasnya.
"Iya..! Baik sih baik, Dik!" jawab Tarto dengan nada tinggi. "Siapa juga yang tidak ingin bisa menguliahkan anak? Tapi biayanya itu dari mana?" Tarto balik bertanya.Â
"Kita kan belum mencoba berusaha Mas, siapa tahu nanti Tuhan memberikan jalan?" tegas Murtia .
"Haaah! Terserah kamu sajalah!" sahut Tarto acuh tak acuh.
Usaha Murtia sebagai penjahit akhir-akhir ini memang sedang sepi, apalagi sekarang tak jauh dari tempatnya ada penjahit baru yang mematok harga lebih murah, sehingga persaingan pun semakin ketat. Penghasilannya saat ini masih sangat kurang bila untuk membiayai kuliah anaknya. Dia harus mencari cara apa pun asal halal demi mewujudkan keinginan putri satu-satunya itu.
Dengan terpaksa Murtia mencoba meminta bantuan kepada sanak famili yang dipandangnya lebih mampu, terutama saudara-saudara dari suaminya. Murtia berniat meminjam uang untuk biaya pendaftaran kuliah anaknya nanti, namun dari mereka tak ada yang bergerak hati untuk membantunya. Malah Murtia hanya mendapatkan ejekan dari saudara-saudara iparnya.
"Bukannya aku tidak percaya sama kamu Murtia, tapi uang sekian itu banyak, kapan kamu akan bisa mengembalikan uang sebanyak itu sedangkan penghasilanmu buat kebutuhan sehari-hari saja habis. Ya maaf saja Mur, aku belum bisa bantu." Jawaban sang kakak ipar setelah mendengar keluhan Murtia.
Saudara- saudara dari suaminya sudah tak ada lagi yang peduli dengan keluhannya dikarenakan ulah dari suaminya sendiri yang sering meminjam uang namun tak pernah dikembalikan. Ke mana lagi dia harus mengaduh? Dia bingung. Ke tetangga? Tak mungkin.