"Sudah... sudah..! Tidak usah ikut campur urusan laki-laki." Tarto melempar pecinya lalu beranjak pergi.
Murtia pun menjadi bingung, mengapa suaminya berubah menjadi seperti itu? Murtia tetap berusaha untuk sabar menghadapi cobaan ini. Mulai saat itu dia diamkan saja tingkah laku suaminya itu, karena diperingatkan pun hanya akan menyebabkan pertengkaran.
Namun satu hal yang akhir-akhir ini membuat Murtia tak bisa menyembunyikan kecurigaannya. Suaminya sering kali tak pulang ke rumah. Padahal selama ini meskipun suka main judi sampai larut malam namun suaminya tetap pulang ke rumah.
Ada apa dengan suamiku? Kenapa dia menjadi begini? Jangan-jangan...? Ah...! Hati Murtia penuh tanda tanya.
Meskipun ada tanda tanya yang mengganjal di dalam hati Murtia, namun ia berusaha menyembunyikannya dan ia tak ingin berprasangka buruk dulu yang akhirnya hanya akan memperparah keadaan.
Suatu hari ada tetangga yang mengabarkan kepada dirinya bahwa suaminya telah selingkuh. Tetangganya itu bilang kalau melihat suaminya berboncengan dengan wanita lain di saat malam hari. Berita itu tak langsung dia percaya begitu saja. Dia tak mau gegabah yang nantinya akan berujung fitnah. Bisa saja suamiku sedang menolong orang, bicaranya dalam hati.
Namun betapa terkejutnya Murtia saat ada teman yang mengirimi sebuah video suaminya yang tengah mesra berduaan dengan perempuan yang pernah dia lihat sebelumnya. Perempuan itu tak lain adalah pacar suaminya dulu sebelum akhirnya berpisah karena perjodohan orang tua.
Sungguh teganya dirimu Mas... Kau nodai kesetiaanku.
Hati Murtia terasa pedih bagai tersayat sembilu. Dia sama sekali tak menyangka bahwa suaminya belum bisa melupakan pacarnya dulu, padahal dirinya sudah berusaha melupakan masa lalu dan belajar untuk mencintainya dengan sepenuh hati. Murtia tak bisa membendung kesedihannya, air matanya pun berderai hingga jatuh membasahi lantai.
Hari itu di saat suasana hati Murtia tengah kalut tiba-tiba putrinya menyatakan keinginannya untuk melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi. Di satu sisi Murtia senang mendengar anaknya memiliki cita-cita yang lebih tinggi, di sisi yang lain sebenarnya ia juga berat hati untuk mengiyakan keinginan anaknya itu dikarenakan saat itu ekonomi keluarganya sedang tidak menentu. Apalagi ditambah dengan adanya masalah baru tentang perilaku suaminya di luar sana. Namun Murtia tak mau membuat anaknya berkecil hati dan kehilangan semangat. Ia berusaha menyembunyikan perasaannya itu di hadapan anaknya dan tetap merestui niat putrinya untuk kuliah.
Di pagi hari setelah suaminya selesai sarapan Murtia mendekat dan duduk di samping suaminya dengan ponsel di genggamannya. Semula ia ingin meminta penjelasan dari suaminya tentang video yang dikirim oleh temannya itu, namun teringat akan putrinya ia pun mengurungkan niatnya. Baginya urusan anak lebih penting ketimbang urusan perasaan orang tua.