Karena Takdir Tak Pernah Salah
      Oleh: Agus Nur Siswa
Perjalanan hidup memang tak selalu sejalan dengan apa yang diharapkan. Seperti halnya kehidupan Murtia seorang penyandang disabilitas yang mengarungi bahtera rumah tangga dengan Tarto pria pilihan orang tuanya. Murtia memang tak pernah mencintai suaminya dari awal mula dijodohkan, karena waktu itu dia sudah mempunyai pilihan hati sendiri yang sama-sama penyandang disabilitas, tapi hubungannya harus kandas karena tak mendapat restu dari kedua orang tua.
Murtia memiliki keterbatasan fisik sejak kecil, kaki kanannya mengalami kelumpuhan ringan yang mengharuskan dia menggunakan alat bantu sebuah kruk. Karena keadaan fisiknya itulah yang membuat orang tuanya tidak setuju apabila ia harus menikah dengan pria yang sama-sama memiliki kekurangan. Oleh karena itulah orang tuanya menjodohkannya dengan pria yang lebih sempurna. Â
Murtia pun tak habis pikir kenapa Tarto mau pula dijodohkan dengannya padahal waktu itu Tarto juga sudah memiliki seorang pacar. Murtia menduga ada sesuatu di antara kedua belah pihak yang mana pada saat itu ayahnya Tarto pernah menyewa sebidang tanah milik orang tuanya. Bagaikan hidup di jaman Siti Nurbaya, Murtia pun tak kuasa menolak kehendak orang tuanya dan terpaksa harus menikah dengan pria yang tidak ia sukai.
Walaupun begitu, Murtia tetap berusaha belajar untuk mencintai suaminya. Apa pun itu alasannya toh sudah resmi menjadi suami istri. Ada tanggung jawab masing-masing yang harus dipenuhi. Dan pada akhirnya hubungan keduanya pun lambat-laun menjadi harmonis. Mereka di anugerahi seorang anak perempuan yang cantik, rajin dan pintar, Shera namanya. Murtia sangat bersyukur mempunyai seorang putri yang mengerti dengan keadaan ibunya.
Murtia berprofesi sebagai penjahit. Keahliannya itu sudah dia tekuni sejak dia masih remaja. Dari hasil usahanya inilah dia mampu menyekolahkan anaknya hingga SMA. Sedangkan suaminya bekerja serabutan, menjadi buruh tani, sebagai kuli bangunan, dan sesekali menjadi tukang ojek. Pasang surutnya ekonomi bisa mereka lalui dengan suka maupun duka tanpa ada masalah yang berarti.
Keharmonisan rumah tangga Murtia mulai pudar setelah kedua orang tuanya tiada. Suami Murtia terpengaruh oleh pergaulan di luar. Â Menjadi kecanduan judi, sabung ayam, bahkan mabuk-mabukan. Suka marah apabila ditegur ataupun ditanya tentang urusannya. Tak pernah lagi memberi nafkah anak dan istri. Semua uang hasil kerjanya habis untuk kesenangannya sendiri. Â Sedikit demi sedikit tabungan serta harta peninggalan orang tua pun ludes.
"Mas, uang tabungan sudah habis, sampai barang-barang pun ikut terjual, aku mohon ... hentikan judinya!" Murtia mengadu kepada suaminya. "Pikirkanlah anak istrimu, Mas!" rengeknya.
"Kamu itu ngomong apa? Tabungan habis, memangnya aku sendiri yang makan? Di luar sana aku kan juga bekerja, enggak cuman main doang!" Tarto berdalih. Â Urusanku di luar sana itu kan pakai uangku sendiri!" kilahnya.
"Tapi Mas, judi itu kan ...."Â
Belum sampai Murtia meneruskan kalimatnya, Tarto sudah menyergapnya dengan bentakan.