Mohon tunggu...
Agus Arta Diva Anggara
Agus Arta Diva Anggara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

"write what should not be forgotten"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Trial By The Press oleh Media Indonesia dalam Kasus Kopi Bersianida Jessica Kumala Wongso

5 Oktober 2023   10:22 Diperbarui: 5 Oktober 2023   10:38 1029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan olahan data yang dilakukan oleh peneliti, judul berita lebih cenderung untuk menyudutkan Jessica Wongso menjadi terdakwa tunggal dalam kasus ini. Dari 133 berita terdapat 83 (62,4%)  judul berita yang menyudutkan Jessica Wongso. Kemudian 28 judul (21,1%) yang mendukung Jessica Wongso, serta 22 Judul (16,5) judul berita yang netral. Apa arti dari data yang ditemukan peneliti terkait judul pemberitaan ini? Pemilihan judul yang menyudutkan Jessica Wongso selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Cohen (1963) sebagai ide spekulatif menggunakan atribut tertentu untuk dapat menonjolkan berita. 

Menyudutkan Jessica Wongso secara langsung ataupun tidak serta merefleksikanya sebagai pelaku pembunuhan pada judul berita, dianggap dapat menarik perhatian pembaca. Kecenderungan lead berita sejalan dengan pemilihan judul berita yang sebagian besar menyudutkan Jessica. Kedua hal ini semakin memperjelas terjadinya Framing terhadap Jessica dalam pemberitaan media. Sebagaimana menurut Perse, proses framing dalam pemberitaan dapat mempengaruhi apa yang dipikirkan pembaca tentang sebuah isu atau persoalan orang lain pada sebuah kejadian.

b. Diksi atau Pilihan Kata dalam Artikel 

 Berdasarkan data yang ditemukan peneliti, pemilihan kata dalam pemberitaan memiliki kecenderungan untuk menyudutkan Jessica Wongso. Sebanyak 78 berita (58,6%) pemberitaan mengenai kasus kopi bersianida menggunakan diksi atau pemilihan kata yang menyudutkan Jessica Wongso, lalu sebanyak 21 artikel berita (15,8%) menggunakan diksi yang mendukung Jessica Wongso, dan 34 artikel (25,6%) pemberitaan menggunakan diksi netral. Perse (2001) menyebutkan bahwa pemilihan kata adalah salah satu faktor yang signifikan dalam melakukan proses framing. Diksi yang dimuat dalam artikel berita adalah alat yang digunakan media untuk menginterpretasi sebuah informasi termasuk pemberitaan mengenai Jessica Wongso. Proses framing juga dapat mempengaruhi apa yang dipikirkan seseorang mengenai sebuah isu, orang lain, dan sebuah kejadian. Penggiringan opini publik yang dilakukan media melalui framing inilah yang menyebabkan terjadinya trial by the press  terhadap Jessica Wongso. 

c. Cover Both Sides Dalam Berita 

Dalam dunia jurnalistik, cover both side adalah unsur penting dalam penulisan berita atau informasi. Sederhananya cover both side artinya proses peliputan suatu berita harus melibatkan dua sudut pandang berlawanan dengan tujuan agar masyarakat atau publik memperoleh informasi yang netral.  Berdasarkan data yang ditemukan peneliti, sebanyak 68 artikel berita (51,1%) pemberitaan tidak memenuhi unsur cover both sides. Hal ini lah yang menjadi indikator penyebab dari kecenderungan yang menyudutkan Jessica Wongso, tidak adanya cover both sides dalam sebuah pemberitaan menjadikan berita itu tidak berimbang dan memicu terjadinya penghakiman oleh media yang berbentuk pengadilan opini publik terhadap Jessica Wongso.

Melihat beberapa temuan data ini dapat kita rasakan bagaimana kode etik jurnalistik luput dari perhatian pers dan juga media saat itu karena mengejar komoditas share dan rating yang cukup tinggi terkait kasus ini. 

Hal ini cukup membuat publik pada saat itu menyudutkan pengadilan dan kepolisian untuk menetapkan Jessica Wongso sebagai pelaku tunggal, bahkan sebelum proses pengadilan selesai. Seolah-olah apa yang dilakukan bukan untuk mencari penyebab kematian Mirna melainkan bagaimana cara agar Jessica Wongso bersalah sehingga publik puas dengan hasil akhir yang berharap Jessica dihukum  sebagai dampak dari pemaparan informasi media yang telah di-framing tadi. 

Hal ini tentu menjadi beban moral bagi penyidik dan pengadilan, desakan-desakan publik saat itu yang dipengaruhi oleh framing media untuk bisa memuaskan narasi-narasi tak berimbang media dan juga opini publik yang telah dibentuk oleh media itu sendiri, sehingga apa yang saya tangkap fokus dari persidangan bukan mengulik penyebab kematian Mirna melainkan semua lapisan masyarakat beraliansi untuk menjatuhkan Jessica Wongso ke dalam sel tahanan atas dasar praduga dan asumsi. 

Jika melihat instrumen kejahatan ( dalam hal ini racun sianida) pelaku pembunuhan yang menggunakan racun biasanya akan mengambil jarak dengan korban, mereka tidak ingin melakukan serangan frontal terhadap korbannya. Lalu mengapa kemudian kita semua seolah-olah menyoroti Jessica Wongso sebagai pelaku. Mengapa terus-menerus kita memusatkan perhatian kepada Jessica Wongso. Hal ini adalah kesesatan berpikir yang disebabkan oleh trial by the press oleh media sehingga menyebabkan bias kognitif dari banyaknya pemberitaan tak berimbang tadi. 

Kejahatan dapat terjadi melalui tiga unsur yaitu didalamnya ada korban, pelaku, dan lokasi. Kesesatan berpikir yang dimaksud akibat dari trial by the press adalah karena korban (Mirna) ada di meja coffee shop itu, dan karena lokasi kejang ada di meja itu maka seolah-olah pelaku juga harus ada di meja (lokasi itu). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun