Sebuah potongan tayangan sepakbola Liga Italia singgah di beranda media sosial saya beberapa waktu lalu. Mempertontonkan bagaimana seorang pemain internasional asal Italia, Edoardo Bove tiba-tiba sempoyongan berjalan usai mencoba berdiri setelah membetulkan tali sepatu bolanya, dan langsung tergeletak di tengah lapangan.
Ya, pemain kelahiran Roma, Italia tanggal 16 Mei 2000 ini tiba-tiba kolaps di menit ke-15 saat laga melawan Inter Milan di giornata ke-134 Liga Italia yang dihelat di Artemio Franchi, Senin (2/12/2024) lalu.
Lantas bagaimana kronologi jatuh dan kolapsnya pemain Internasional Italia yang merintis karirnya di tim junior AS Roma pada 2012 hingga promosi ke tim senior pada 2021?
Momen kolapsnya pemain timnas Italia di kelompok usia 16, 18, 20, hingga Umur 21 ini terjadi saat laga dihentikan oleh wasit untuk melakukan pengamatan Video Assistant Referee (VAR) terkait gol penyerang Inter Milan, Lautaro Martinez yang dianulir.
Kepanikan langsung terjadi dari pemain Fiorentina dan Inter. Pemain kedua tim mencoba memberikan pertolongan pertama sembari meminta tim medis untuk secepatnya masuk ke lapangan untuk memberikan pertolongan.
Bove lebih dulu dibawa menggunakan tandu lalu kemudian dimasukkan ke ambulans yang berada di tepi lapangan. Mantan pemain AS Roma itu kemudian dilarikan ke rumah sakit Careggi yang letaknya dekat dengan Stadion Artemio Franchi.
Para pemain Fiorentina dan Inter Milan terlihat menangis di lapangan. Setelah itu, pemain kedua tim diminta meninggalkan lapangan dan kembali ke ruang ganti.
Lantas, pihak Serie A telah mengambil keputusan bahwa pertandingan Fiorentina vs Inter dihentikan dan tidak akan dilanjutkan pada hari ini.
Kondisi Edoardo Bove Usai Kolaps
Pihak klub menyatakan Bove masih mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit Universitas Careggi. Namun begitu, Bove sudah dalam keadaan sadar di rumah sakit.
Edoardo Bove tiba di ruang gawat darurat dalam kondisi hemodinamik stabil dan tes kardiologis serta neurologis pertama yang dilakukan tidak menunjukkan kerusakan akut pada sistem saraf pusat dan sistem kardio-pernapasan.
Pihak klub menyatakan bahwa kondisinya akan terus dievaluasi dalam 24 jam ke depan untuk memastikan pemulihan yang akan dihadapi oleh Edoardo Bove dan memastikan bagaimana nasib kariernya ke depannya seusai kejadian yang hampir merenggang nyawanya di lapangan hijau.
Beberapa Penyebab Pemain Sepakbola Kolaps di Lapangan
Kehebohan dan kejadian yang menimpa mantan pemain AS Roma yang telah bermain sebanyak 11 kali untuk La Viola dan uniknya mencetak gol ke gawang mantan klubnya AS Roma di tanggal 27 Oktober lalu telah menambah daftar hitam pemain sepakbola yang kolaps di tengah lapangan.
Jika kita runut ke belakang, maka sudah banyak pemain sepakbola yang kolaps dan ada yang selamat, namun tak jarang juga ada yang meninggal dunia, baik itu langsung di lapangan maupun setelah mengalami penanganan medis.
Masih ingat kan dengan apa yang dialami oleh Christian Eriksen yang kolaps saat pertandingan Euro 2020 antara Denmark dan Finlandia pada 12 Juni 2021. Dimana saat itu sekitar akhir babak pertama, Eriksen tiba-tiba terjatuh ke lapangan setelah mencoba menyongsong bola di tepi lapangan. Awalnya, banyak yang mengira ia hanya tersandung.
Namun, para pemain dari kedua tim segera menyadari bahwa ada yang tidak beres. Kapten tim Denmark, Simon Kjaer, dan pemain lainnya segera memberikan pertolongan pertama. Simon Kjaer dilaporkan melakukan aksi heroik dengan memberikan CPR (resusitasi jantung) kepada Eriksen sebelum tim medis tiba.
Tim medis segera masuk lapangan untuk memberikan perawatan. Selama proses ini, para pemain Denmark membentuk perisai untuk melindungi privasi Eriksen dari sorotan kamera. UEFA memutuskan untuk menunda pertandingan karena keadaan darurat medis yang terjadi.
Setelah beberapa menit perawatan di lapangan, Eriksen ditandu keluar dengan menggunakan alat bantu oksigen. Saat ditandu, ia terlihat membuka mata dan memegang kepalanya, menunjukkan bahwa kondisinya mulai membaik.
Suporter dari kedua tim menunjukkan solidaritas dengan menyanyikan nama Eriksen, menciptakan momen kemanusiaan yang mengesankan di tengah rivalitas sepakbola. Setelah mendapatkan perawatan lebih lanjut di rumah sakit, Eriksen dinyatakan stabil dan dapat berbicara. Pertandingan kemudian dilanjutkan dan berakhir dengan kemenangan Finlandia 1-0.
Walau setelah kejadian itu, Eriksen masih tetap eksis di sepakbola dengan memperkuat Setan Merah, namun pelatih MU baik Erik ten Haag maupun pelatih sekarang, Ruben Amorim masih enggan memberikan menit bermain yang reguler kepada kapten asal Denmark ini.
Selanjutnya kisah memilukan datang dari Amerika Latin, pesepakbola asal Uruguay, Juan Izquierdo mengalami kolaps di lapangan saat pertandingan Copa Libertadores kala klub yang dia bela, Â Club National melawan Sao Paulo pada 22 Agustus 2024 yang berlangsung di Stadion Morumbi, Sao Paulo.
Dikabarkan Izquierdo kolaps di menit ke-84 pertandingan tanpa adanya kontak dengan pemain lain. Setelah jatuh, tim medis segera masuk lapangan dan memberikan pertolongan pertama sebelum membawanya ke Rumah Sakit Albert Einstein untuk perawatan lebih lanjut.
Selama dirawat di rumah sakit, Izquierdo dalam kondisi kritis dan dipasang ventilator pada 25 Agustus. Ia menerima perawatan neurologis dan jantung. Namun, nasib berkata lain, Izquierdo dinyatakan meninggal dunia pada pukul 21.38 waktu setempat pada 27 Agustus 2024.
Penyebab kematian Juan Izquierdo adalah henti jantung paru (cardiorespiratory arrest) yang terkait dengan aritmia jantung. Beberapa laporan juga menyebutkan bahwa kemungkinan ada infeksi virus yang menyebabkan tekanan tambahan pada jantungnya, yang berkontribusi terhadap aritmia tersebut.
Kejadian kolaps di tengah lapangan juga dialami oleh Tom Lockyer, kapten klub Luton Town, mengalami insiden serius di lapangan pada 29 April 2023, saat pertandingan semifinal play-off Championship melawan Sunderland.
Insiden menimpa kapten klub Luton Town tersebut terjadi di sekitaran menit ke-80, dimana Tom Lockyer terjatuh secara mendadak di lapangan tanpa adanya kontak dengan pemain lain. Ia tampak tidak bergerak, yang segera memicu kepanikan di antara pemain dan staf.
Tim medis dari kedua tim segera bergegas ke lapangan untuk memberikan pertolongan pertama. Lockyer menerima perawatan CPR (resusitasi jantung) di lapangan sebelum ditandu keluar.
Setelah mendapatkan perawatan awal, Lockyer dibawa ke rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut. Ia dilaporkan dalam kondisi kritis dan membutuhkan perhatian medis intensif.
Klub Luton Town mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa Lockyer mengalami serangan jantung dan bahwa ia sedang menjalani pemeriksaan menyeluruh untuk menentukan penyebab pasti insiden tersebut.
Hasil diagnosa menyatakan bahwa Tom Lockyer mengalami henti jantung mendadak yang disebabkan oleh aritmia jantung.
Aritmia adalah gangguan pada irama jantung yang dapat menyebabkan jantung berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur, yang bisa berujung pada henti jantung jika tidak ditangani dengan cepat.
Setelah insiden tersebut, Tom Lockyer menjalani perawatan dan pemulihan yang baik. Ia kemudian memberikan kabar positif tentang kondisinya melalui media sosial, menyatakan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan selama masa sulit tersebut.
Berikutnya ada pemain yang kolaps ditengah lapangan, namun masih dapat tertolong, dan bahkan masih dapat melanjutkan karier sepakbolanya, seperti dialami oleh Daniele De Rossi dan Alesandro Florenzi.
Namun ada juga pemain yang mampu beradaptasi dengan penyakit yang dia miliki dan melanjutkan karir dengan menterengnya, seperti yang dialami oleh penyerang Nigeria, Nwanku Kanu.
Nwanku Kanu, salah satu striker terbaik di eranya, mulai mengalami masalah kesehatan pada tahun 1996. Ia didiagnosis menderita penyakit jantung yang serius, tepatnya aortic regurgitation, di mana katup aorta jantung tidak berfungsi dengan baik.
Pada tahun 1997, Kanu menjalani operasi jantung di Amerika Serikat untuk memperbaiki masalah tersebut. Operasi ini menjadi langkah krusial dalam menyelamatkan hidupnya dan memungkinkan dia untuk kembali bermain sepakbola.
Setelah pemulihan dari operasi, Kanu kembali ke dunia sepakbola dan melanjutkan karirnya dengan sukses. Ia bermain untuk klub-klub seperti Ajax, Inter Milan, Arsenal, dan Portsmouth. Meskipun pernah mengalami masalah kesehatan, ia mampu beradaptasi dan tetap menjadi pemain kunci di timnya.
Pada tahun 2001, saat bermain untuk Arsenal, Kanu mengalami kolaps di lapangan selama pertandingan melawan Tottenham Hotspur. Meskipun insiden tersebut tidak menyebabkan kerusakan permanen, itu menjadi pengingat akan kondisi jantungnya.
Setelah pemulihan dari operasi, Kanu kembali ke dunia sepakbola dan melanjutkan karirnya. Ia bermain untuk klub-klub seperti Ajax, Inter Milan, Arsenal, dan Portsmouth. Meskipun pernah mengalami masalah kesehatan, ia mampu beradaptasi dan tetap menjadi pemain kunci di timnya.
Meskipun Kanu terus bermain hingga 2012, masalah kesehatan jantung tetap menjadi perhatian. Ia akhirnya memutuskan untuk pensiun dari sepakbola profesional pada tahun 2012 setelah menjalani karir yang panjang dan sukses.
Lalu ada Fabrice Muamba, pemain asal Inggris berkebangsaaan Zaire yang membela Bolton Wanderas juga pernah mengalami kolaps mendadak di lapangan pada 17 Maret 2012 saat pertandingan Premier League melawan Tottenham Hotspur.
Sebelum kolaps, Muamba tampak lelah dan kurang fokus selama pertandingan. Namun, hal ini tidak membuat siapapun curiga tentang kondisinya yang sebenarnya.
Pada menit ke-41, Muamba tiba-tiba jatuh ke tanah sementara berusaha untuk merebut bola. Ia langsung kehilangan kesadaran dan tidak responsif lagi.
Wasit segera menghentikan pertandingan dan tim medis dari kedua tim bersiap untuk memberikan pertolongan. Pemain-pemain Bolton Wanderers, termasuk rekan-rekannya, segera memberikan pertolongan pertama dengan melakukan CPR (Cardiopulmonary Resuscitation).
Setelah CPR dilakukan di lapangan, Muamba segera dibawa ke Rumah Sakit Royal London Hospital untuk perawatan lebih lanjut. Di sana, dokter menemukan bahwa ia mengalami serangan jantung yang sangat serius.
Hasil tes elektrokardiogram (ECG) menunjukkan bahwa Muamba memiliki infark miokardium tak biasa (tidak biasa karena umurnya masih relatif muda), yaitu jenis serangan jantung yang jarang terjadi pada orang-orang muda. Ini dikarenakan adanya hiperpolarizasi ventrikel, suatu kondisi di mana otot jantung menjadi sangat rentan terhadap impuls listrik abnormal.
Setelah perawatan intensif selama beberapa hari, Muamba akhirnya pulih dari insidennya. Keseluruhan komunitas sepakbola dan publik internasional menunjukkan dukungan padanya dengan cara-cara yang beragam, termasuk doa dan donasi untuk membantu biaya rehabilitasinya.
Muamba sendiri kemudian menjadi aktivis kesehatan yang aktif, berpartisipasi dalam kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang kesehatan jantung dan promosi gaya hidup sehat di kalangan remaja dan dewasa muda.
Tidak semua pemain kolaps ditengah lapangan dapat selamat, cukup banyak yang akhirnya meninggal dunia, baik di lapangan hijau sendiri maupun di rumah sakit atau saat perjalanan ke rumah sakit.
Yang melekat di ingatan saya, Marc-Vivian Foe, pemain asal Kamerun ini mengalami kolaps dan meninggal dunia pada 26 Juni 2003 saat bertanding di Piala Konfederasi kontra Kolombia di babak semifinal.
Sekitar menit ke-72 pertandingan, Fo tiba-tiba jatuh ke lapangan tanpa adanya kontak dengan pemain lain. Ia tidak bergerak dan tampak tidak sadarkan diri.
Tim medis segera bergegas ke lapangan untuk memberikan pertolongan pertama. Meskipun usaha resusitasi dilakukan selama sekitar 45 menit, Fo tetap tidak menunjukkan tanda-tanda pemulihan, hingga akhirnya Marc-Vivian Foe dibawa ke rumah sakit terdekat, namun dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit, meninggal di usia emas, 28 tahun.
Di urutan berikutnya ada Piermario Morosini, seorang pemain sepak bola Italia, mengalami insiden tragis yang mengakibatkan kematiannya pada 14 April 2012.
Morosini bermain untuk klub Livorno dalam pertandingan Serie B melawan Pescara di Stadion Adriatico, Italia.
Sekitar menit ke-31 pertandingan, Morosini tiba-tiba jatuh tertelungkup di lapangan tanpa adanya kontak dengan pemain lain. Kejadian ini mengejutkan semua orang yang hadir, termasuk rekan-rekannya dan penonton.
Namun, walau sudah lebih tiga puluh menit tim medis melakukan perawatan di lapangan, termasuk melakukan upaya resusitasi, tidak ada tanda-tanda membaik, maka Morosini di larikan ke rumah sakit terdekat dan beberapa saat dinyatakan meninggal dunia.
Investigasi setelah kematian Morosini mengungkapkan bahwa ia mengalami serangan jantung mendadak. Kematian ini sangat mengejutkan mengingat Morosini masih berusia 25 tahun dan dianggap sehat.
Pentingnya Skrining Kesehatan Sebelum Bertanding
Banyaknya kasus pemain sepakbola maupun atlet lain yang colaps di lapangan saat bertanding menjadi warning betapa pentingnya skrining kesehatan bagi atlet, terutama pengecekan fungsi jantung secara periodik.
Kasus diatas atau juga yang dialami oleh atlet nasional kita, Â Markis Kido -- atlet Bulu Tangkis Nasional yang kolaps saat bermain bulu tangkis -- pun yang dialami oleh eks pemain timnas Ricky Yacobi -- yang juga kolaps usai melakukan selebrasi gol-nya -- menunjukkan bahwa bahkan atlet yang terlihat fit dan kuat pun dapat mengalami masalah kesehatan serius tanpa gejala awal yang jelas.
Serangan jantung koroner dengan gangguan pada irama jantung menjadi penyebab yang sering terjadi.
Dari berbagai laporan, menyebutkan serangan jantung koroner disertai komplikasi gangguan irama fibrilasi ventrikel atau kejang otot jantung adalah penyebab tersering dan kejadian ini mencapai 70 hingga 80 persen terhadap atlet yang berjuang keras di lapangan.
Faktor penyebab terjadinya gangguan pada sistem jantung dan pembuluh darah didominasi oleh terbentuknya kerak pada pembuluh darah koroner yang berada di jantung akibat bertambahnya usia, riwayat keluarga meninggal mendadak, penyakit darah tinggi, kolesterol tinggi, merokok, diabetes, dan stres. Faktor penyebab lainnya adalah bawaan genetik irama jantung dan kelainan struktural jantung.
Olahraga sepakbola adalah olahraga berjenis 'start-stop'Â atau 'stop and go', yang ditandai dengan ledakan aktivitas fisik yang berat diikuti oleh ketidakaktifan relatif lebih mungkin mengalami serangan jantung.
Hal ini disebabkan oleh tuntutan mendadak yang berulang pada jantung. Ini dapat menyebabkan ketegangan ekstra yang memperburuk masalah jantung yang mungkin dialami pemain.
Salam Blogger Persahabatan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H