Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Peran Ikrar Sumpah Pemuda dalam Manajemen Pendidikan

5 Desember 2024   11:36 Diperbarui: 5 Desember 2024   11:56 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini, di era teknologi informasi dan komunikasi, dimana sekarang kita bergantung pada teknologi, maka semangat kejuangan generasi muda sekarang layak digugat kembali dan dipertanyakan pengorbanannya yang relevansi dengan keadaan sekarang.

Dikala kita sudah merdeka selama 79 tahun, semakin kita menemukan perbedaan atas nama suku, agama, dan ras ditonjolkan, bahkan dijual untuk komoditas politik kekuasaan.

Tak jarang kita lihat, bully lewat media sosial, bahkan dengan kecanggihan teknologi, kita sekarang diharapkan semakin berhati-hati dalam bertindak dan berkata-kata. Sebab, tanpa kita sadari dimana-mana ada kamera yang siap mengintai kata-kata yang kita keluarkan, bahkan perbuatan kita sekalipun.

Seperti yang dilontarkan oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan yang menghina atau mengejek profesi seorang penjual es teh di sebuah pengajian.

Sungguh sangat terlalu -- komentar Rhoma Irama -- ini menandakan daruratnya dan krisisnya rasa kebersamaan dan rasa saling menghormati seperti yang dilakukan oleh para pemuda tanah air dalam melahirkan Sumpah Pemuda.

Perbedaan status dan pekerjaan, walau sama-sama jualan, hanya bedanya yang satu jualan ayat agama, yang satunya lagi jualan es teh, namun sama-sama bermanfaat, akan tetapi seorang pendakwah ini tega mengejek penjual es teh yang diborong di pengajiannya.

Kata-kata "goblok" jelas terdengar yang membuat para pengunjung tertawa puas, membuat kita miris. Bagaimana seorang seperti itu bisa lulus dan menjadi pembantu Presiden?

Perbedaan etnis, ideologi, agama, paham sosial-politik, atau juga berbagai macam perbedaan lainnya melahirkan praktik diskriminasi tiada henti di negeri ini. Malahan, akhir-akhir ini terjadi perbedaan dalam menyikapi kebebasan beragama dengan penyerangan sekelompok orang yang mengatas namakan agama tertentu yang mayoritas mencari alasan untuk secara diskriminatif menyerang, membakar tempat ibadah agama minoritas, melarang kegiatan agama lain, dan lain sebagainya.

Dunia sosial kita menganut paham realitas tunggal, yang berbeda dan yang di luar jalur dinyatakan salah. Lalu mereka-pun bisa disingkirkan. Paham realitas tunggal menuntut kepatuhan dan menolak segala kritik dan keberatan atau interupsi.

Mereka -- kaum mayoritas -- selalu meminta untuk dipahami, maka tipe kekuasaannya pun adalah kekuasaan yang minta dipamahi, sebab penguasa bisa ngamuk atau malahan mungkin marah dan balik menyerang jikalau dikritik.

Ketika perbedaan yang mengatas namakan agama, etnis semakin ditonjolkan, ketika kekerasan atas nama agama kian berjangkit, serta perbedaan kesukuan kian mengangga, maka semangat patriotisme kepemudaan layak kembali digelorakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun