Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Seperti Apa Model Zanken Kabinet? Benarkah Solusi Pemerintahan Lebih Profesional?

30 September 2024   05:55 Diperbarui: 30 September 2024   13:52 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Zanken Kabinet Ala Pemerintahan Prabowo/detik.com

Pernahkah Anda mendengar Zaken Kabinet? Benarkah itu menjadi solusi pemerintahan lebih profesional? Apakah selama sepuluh tahun pemerintahan Presiden Jokowi, kabinet bentukannya kurang bekerja secara profesional?

Sebelum mendapatkan jawabannya, saya ingin mengulas apa itu model Zaken Kabinet, sehingga kita kaum awam ataupun kaum yang profesinya seperti saya Guru, Pedagang, bahkan tukang gojek sekalipun tau itu apa itu Konsep Zaken Kabinet, sehingga tidak hanya kaum politikus ataupun presiden terpilih yang tau apa itu konsep Zaken Kabinet, namun seluruh rakyat Indonesia, termasuk para pelajar dan mahasiswa.

Apa itu Model Zaken Kabinet?

Santer diberitakan dan bahkan menjadi Topil alias Topik Pilihan di Kompasiana perihal keinginan Presiden Terpilih, Prabowo Subianto untuk membentuk pemerintahan model Zaken Kabinet atau Kabinet Zaken.

Zaken kabinet, istilah berasal dari negeri Belanda, merujuk pada kabinet pemerintahan yang anggotanya terdiri dari para ahli di bidangnya, bukan sekadar perwakilan partai politik. Konsep ini bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang lebih efektif dan transparan dengan pembagian tanggung jawab yang jelas di antara anggota kabinet. Setiap menteri dalam zaken kabinet diharapkan memiliki keahlian spesifik, sehingga dapat fokus menangani isu-isu tertentu secara mendalam dan terorganisir.

Salah satu ciri khas dari zaken kabinet ini adalah bahwa kursi kabinetnya tidak akan didominasi oleh partai politik, namun boleh diisi oleh sosok-sosok yang ahli dibidangnya walau sosok yang dimaksud itu tidak tergabung dalam partai politik pendukungnya.

Hal ini dipertegas oleh halaman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang menyatakan bahwa zaken kabinet adalah sebuah kabinet yang dibentuk tanpa melihat jumlah kursi partai politik di parlemen, melainkan orang-orang yang ada dalam kabinet itu diisi oleh kalangan yang benar-benar ahli dibidangnya.

Kabinet Djuanda, Kabinet Zaken di Indonesia

Sebenarnya, model kabinet zaken yang diusulkan oleh Presiden Prabowo bukanlah hal baru dalam sejarah politik di Indonesia. Tahun 1957 -- 1959, Presiden Soekarno menghunjuk Ir. Djuanda Kartawidjaja sebagai Perdana Menteri dengan tujuan utama untuk memperbaiki carut marutnya perekonomian bangsa usai gagalnya Kabinet Ali Sastroamidjojo II.

Kabinet Djuanda bekerja dengan konsep gotong royong dengan menerapkan nilai-nilai nasionalisme dan menempatkan orang-orang yang duduk sebagai menteri mewakili berbagai golongan sosial dan partai, sehingga Kabinet Djuanda diberi nama Kabinet Karya alias Kabinet Zaken.

Lantas, apakah Kabinet Zaken ini berhasil?

Kabinet Zaken atau Kabinet Djuanda yang berlangsung dari April 1957 hingga Juli 1959 memiliki beberapa program utama, antara lain membentuk suatu Dewan Nasional, normalisasi keadaan negara Republik Indonesia, melanjutkan pembatalan perjanjian Konferensi Meja Bundar, dan mempercepat pembangunan.

Namun, masa kabinet ini tidak berjalan mulus, mereka harus menghadapi berbagai masalah serius, seperti pemberontakan PRRI-Permesta, upaya pembunuhan Presiden Sukarno di Cikini, dan perselisihan hebat di Dewan Konstituante.

Kabinet Djuanda berhasil melemahkan pemberontakan PRRI-Permesta dengan cara menghentikan impor beras dari Hong Kong dan Amerika Serikat, yang diambil alih oleh pihak PRRI di Singapura dan beralih pada impor beras dari Uni Soviet, karena dapat langsung diterima di Pelabuhan Indonesia. Dengan begitu, PRRI-Permesta kehabisan dana untuk membeli senjata.

Berbagai kebijakan berhasil dibuat Kabinet Djuanda. Namun sayangnya, kabinet ini harus berakhir ketika Presiden Sukarno mengeluarkan dekrit pada 9 Juli 1959. Dekrit berisi mengenai penghapusan Konstituante dan pemberlakuan kembali Undang-Undang Dasar 1945, sekaligus menandai berakhirnya masa Demokrasi Liberal di Indonesia.

Zaken Kabinet Solusi Pemerintahan Lebih Profesional?

Jika membandingkan zaken kabinet dengan kabinet-kabinet bentukan Presiden Jokowi selama sepuluh tahun pemerintahannya, maka tidaklah jauh beda menurut saya. Selama pemerintahan Presiden Jokowi, pak Jokowi juga selalu merekrut bawahannya alias menteri-menterinya dari kalangan profesional dan dapat dikatakan ahli dibidangnya.

Sebut saja Pratikno, Menteri Sekretaris Negara, adalah juga Rektor di Universitas Gajah Mada (UGM). Andrinof Chaniago, Menteri Perencanaan Pembangunan / Kepala Bappenas, memiliki latar belakang ahli kebijakan publik dan anggaran. Ada Indroyono Soesilo, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, adalah praktisi di bidang kemaritiman. Sofyan Djalil, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, bukanlah dari partai melainkan seorang ahli ekonomi yang dihunjuk oleh Presiden Jokowi.

Lalu ada sosok wanita tangguh yang tak asing lagi namanya, seorang pengusaha sukses bernama Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan di periode pertama pemerintahan Jokowi yang membuat keputusan kontroversial dengan menenggelamkan kapal-kapal asing yang melaut di perairan nusantara, namun mendapatkan tantangan dari menteri-menteri lainnya yang berasal dari kalangan politik.

Ada nama Arief Yahya, Menteri Pariwisata berlatar belakang profesional di sektor pariwisata. Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan berlatar belakang ekonom dengan pengalaman di bidang keuangan publik. Lalu ada Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika, adalah berlatar belakang profesional di bidang teknologi informasi.

Nina F Moeloek, Menteri Kesehatan berlatar belakang dokter dan akademisi di bidang kesehatan. Dan Anies Baswedan juga pernah mengecap Menteri Pendidikan di era Jokowi Jilid I.

Di era pemerintahan Presiden Jokowi Jilid II alias Kabinet Kerja Jilid II, ada bercokol nama-nama seperti Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan. Lalu ada nama Nadiem Makarim, pendiri start up Go-Jek Indonesia menduduki kursi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

Ketiga, ada nama Wishnutama Kusubandio, sang komisaris utama Net TV itu dihunjuk jadi Menteri Pariwisata. Ada nama Erick Thohir, Pratikno, Tito Karnavian, Mahfud MD, hingga Basuki Hadimulyono adalah nama-nama menteri yang bukan dari kalangan partai, namun dari kalangan profesional yang dijadikan pembantu Presiden di kabinetnya kerjanya.

Lantas apakah pemerintahan Presiden Jokowi masih kurang profesional selama ini? Menurut saya, pemerintahan Presiden Jokowi sudah melebihi zanken kabinet dan presiden Prabowo tinggal melanjutkan kembali atau malah mau menambah jatah menteri dari kalangan sosial dan profesional?

Saya rasa jika Presiden Prabowo yang bakalan dilantik ini mampu mengesampingkan bagi-bagi kursi menteri seperti diakhir pemerintahan Jokowi dan memberikan jatah lebih banyak kepada kalangan sosial dan profesional? Maka pemerintahan Prabowo akan lebih profesional...

Salam Blogger Persahabatan...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun