Politik adalah seni, seni mempertahankan atau merebut kekuasaan, berarti disini dalam berpolitik, harus ada unsur cara mengatur dan memanfaatkan strategi, bahkan lebih jauh berpolitik berarti harus ada unsur kolaborasi, baik itu kolaborasi secara ikhlas, setengah dipaksakan, atau terpaksa untuk mendapatkan bagian dari kekuasaan itu.
Politik tidak selamanya dianggap negatif, dari pengertiannya saja, "serangkaian aktivitas, proses, dan interaksi yang terkait dengan pengambilan keputusan, distribusi kekuasaan, dan pengaturan sumber daya di dalam suatu masyarakat", tentunya melibatkan segala hal yang berkaitan dengan pemerintahan, pembuatan kebijakan, dan pengaruh yang dilakukan oleh individu, kelompok, atau institusi untuk memengaruhi arah dan fungsi suatu negara atau komunitas.
Intinya, politik dapat merasuki segala sendi atau bidang kehidupan kita, namun dalam hal ini tulisan saya menyoroti akan politik yang lagi hangat-hangatnya terjadi di negeri kita menjelang tahun 2024.
Ya, tahun 2024 nanti kita akan melaksanakan Pesta Demokrasi, dimana hati dan pikiran kita serta tangan pencoblosan kita akan menuntun siapa yang akan melanjutkan sepuluh tahun pemerintahan Presiden Jokowi dan juga siapa elit-elit politikus yang akan duduk manis sebagai wakil rakyat yang ternyata belum seratus persen bekerja untuk rakyat Indonesia.
Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa politik di negeri kita ini sarat dengan kepentingan partai atau golongan, bukan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, hanya sedikit yang memang bekerja untuk kesejahteraan rakyat di daerahnya yang memilih dia, kebanyakan untuk kepentingan golongan atau pribadinya.
Kita lihat sekarang, tidak ada dipolitik ini yang abadi, semuanya pertemanan atau permusuhan semu demi kepentingan kekuasaan.
Drama atau acting para pejabat teras partai-partai dipertontonkan yang membuat rakyat di bawah yang gontok-gontokan alias berdebat hingga sampai pada kekerasan fisik demi mendukung sekelompok partai politik atau elite politik yang sedang memperebutkan kekuasaan.
Itu nyata, bukan sekedar cerita dibuat-buat. Tentunya pengalaman tahun 2019 masih segar diingatan kita, bagaimana pendukung Prabowo tidak puas dengan hasil Pemilu 2019 yang kembali memenangkan Presiden Jokowi dan membuat Prabowo berhasil mencetak pencapaian terbaiknya, hattrick untuk kembali jadi runner-up terbaik sepanjang kompetisi bernama Pilpres.
Pendukung Prabowo kala itu beringas, mengamuk dalam balutan protes dan kerusuhan.
Beberapa wilayah yang mengalami kerusuhan dan protes keras meliputi Ibukota Jakarta dan sekitarnya. Pendukung Prabowo merasa bahwa pemilihan tersebut tidak adil atau mencurigakan, yang mengakibatkan protes dan bentrokan dengan aparat keamanan.
Beberapa protes berubah menjadi kerusuhan yang mengakibatkan kerusakan properti, bentrokan fisik, dan korban jiwa.
Pemerintah terpaksa sedikit tegas, bersama dengan aparat keamanan berusaha mengendalikan situasi dan mengatasi ketegangan. Selain itu, upaya diplomasi juga dilakukan untuk meredakan ketegangan antara kedua kubu politik.
Dampak dari tragedi politik tersebut adalah memperlihatkan kompleksitas dan tantangan dalam mengelola perbedaan pendapat politik dalam masyarakat yang demokratis.
Ini juga menunjukkan pentingnya komunikasi yang efektif, pemahaman bersama, dan penghormatan terhadap hasil pemilihan agar tidak berkembang menjadi konflik lebih lanjut.
Dan lagi-lagi, bukanlah Prabowo namanya jika harus menyerah dengan segala kekurangannya itu, beliau kembali menegaskan akan tetap maju di Pilpres 2024 nanti di usia ke-71.
Tidak ada kata kapok apalagi menyerah dalam diri mantan Pangkostrad ini, walau sudah berusia 71 tahun dan tahun depan saat Pilpres digelar, genap berusia 72 tahun, mantan suami dari Siti Hediati Hariyadi alias Mbak Titiek Soeharto kembali siap mencalonkan diri sebagai calon presiden bersama dengan partai yang dia dirikan tahun 2008 bernama Partai Gerakan Indonesia Raya sebagai kendaraan politiknya menuju kekuasaan.
Koalisi Gemuk versus Koalisi Krempeng
Hingga dua bulan menjelang pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden, Prabowo bersama dengan partai politiknya terus mendengung-dengungkan promosinya untuk dilirik jadi calon presiden.
Terang-terangan dia tak mau jadi wakil, maunya jadi presiden, mimpi yang selalu diutarakan, bahkan sampai harus gebrak-gebrak meja, mukul-mukul meja, bisa dibayangkan bukan apabila meja itu diganti dengan kepala manusia?
Itulah nafsu berkuasanya seorang Prabowo, seorang Menteri Pertahanan yang dipilih langsung oleh Presiden Jokowi dengan tujuan untuk merangkul rival menjadi teman dan untuk meredakan ketegangan suasana politik seusai Pilpres 2019.
Usaha yang manjur, namun hasrat Prabowo kembali membuncah menjelang Pemilu 2024 dengan membantuk koalisi yang sejauh ini telah diisi oleh Partai Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional ,dan terakhir yang bergabung adalah Partai Golongan Karya alias Golkar yang secara matematika politik telah memenuhi ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-Undang Pemilu.
Di mana berdasarkan beleid itu, pasangan bacapres dan bacawapres harus memenuhi persyaratan perolehan kursi parpol atau gabungan parpol pengusung minimal 20% dari kursi DPR atau 25% dari suara sah nasional. Â
Dengan kepastian Prabowo maju ke gelanggang politik untuk Bacapres, maka sampai sekarang sudah ada tiga kandidat bakal calon presiden dan dua pesaingnya adalah Ganjar Pranowo dan Anies Rasyid Baswedan yang akan memilih siapa yang bakal Bakal Calon Wakil Presiden masing-masing bacapres.
Menarik, karena ada tiga kekuatan partai pendukung yang mencalonkan Bacapres dan sekarang mencari calon yang ideal bagi Bacapres tersebut, yaitu siapa Bacawapres pendamping Prabowo, Ganjar dan Anies?
Menarik untuk membahas siapa nama-nama Bacawapres yang akan mendampingi Bacapres kali ini, karena partai pendukung tentunya tak hanya mengutamakan elektabilitas, namun dalam diri calon yang bakal jadi pendamping cawapres ini juga harus memiliki kekuatan diberbagai bidang yang dibutuhkan, seperti segmen pemilih, latar belakang wilayah pendukung, kapasitas apa yang bisa ditawarkan untuk menang, hingga yang namanya logistic atau persediaan bahan dasar selama kampanye.
Tak dapat dipungkiri, hal terakhir itu, yaitu kemampuan logistic bakal calon wakil presiden juga harus jadi penentu dalam persaingan Pilpres kali ini.
Tentunya masih segar diingatan bagaimana blak-blakannya seorang Sandiaga Uno ketika menghabiskan hartanya hampir sebesar 1 Triliun Rupiah untuk membiayai atau sebagai bahan logistic pemenangan Prabowo Subianto -- Sandiaga Uno di Pilpres 2019 kemarin.
Dan harta kekayaan serta kemampuan logistic yang dia miliki jugalah yang menjadi daya tarik Sandiaga Uno untuk menjadi salah satu bakal calon presiden yang selalu diperebutkan, pun di tahun 2023 ini.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno juga masuk jadi salah satu bursa calon wakil presiden.
Hal ini diketahui dari hasil survey Litbang Kompas periode 27 Juli sampai 7 Agustus 2023, menempatkan Sandiaga Uno diurutan kedua tren keterpilihan tokoh yang layak menjadi calon wakil presiden setelah Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Di urutan ketiga ada nama Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir yang tentunya semakin memperkaya nama-nama bakal calon wakil presiden.
Selain semakin memperkaya pilihan, juga ini jadi dilema karena seperti kita ketahui, Golkar sangat berharap akan ketua partai mereka yang juga menteri dalam kabinet Jokowi, Airlangga Hartarto dipilih oleh Prabowo menjadi wakilnya untuk maju.
Juga, Partai Amanat Nasional sangat berharap mendapatkan usulan nama mereka, Menteri BUMN, Erick Thohir jadi wakilnya Prabowo. Semantara Ketua Umum PKB juga sangat berharap dipinang Prabowo, inilah yang bakal jadi dilema bagi koalisi gemuk seperti koalisi yang sekarang ada ditangan Prabowo.
Sementara di kubu PDI Perjuangan dan koalisinya, tidak seribet dalam koalisi Prabowo.
PDI Perjuangan yang telah menghunjuk Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden kini diperkuat dengan keberadaan Sandiaga Uno yang memiliki tren positif sebagai sosok muda yang memiliki apa yang diinginkan oleh PDI Perjuangan ataupun partai koalisinya.
Selain faktor electoral, Sandiaga Uno juga terwakili oleh wilayah, suku, dan usia. Disamping itu, logistic yang dimiliki oleh Sandiaga Uno bakal sangat dibutuhkan untuk memback-up selama kampanye.
Jadi siapakah yang bakal dulua mengumumkan pasangan calon masing-masing?
Drama Politik apalagi yang akan dipertontonkan para elit?
Menarik untuk disimak...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H