Mereka sortir, misalnya saya yang punya hubungan famili dengan kakak kelas yang sudah tiga tingkat di atas saya waktu itu.
Saya sebutkan namanya, saya katakan bahwa saya adalah adiknya beliau -- karena memang saya dan beliau masih ada hubungan famili, dimana ibu kami masih satu keturunan kakek dan nenek -- para senior kami -- satu tahun di atas kami -- yang jadi kakak kelas langsung -- meminta saya dan teman yang punya beking tadi untuk keluar dari ruangan jemuran dengan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan yang mereka anggap salah tadi.
Namun, ada teman kami yang tidak punya deking tadi tetap di dalam kamar jemuran dan pintu ditutup rapat-rapat oleh abang kelas tersebut. Lantas apa yang terjadi? Entahlah karena setelah itu mereka (ada 3 orang) jadi pendiam dan tak mau menceritakan kejadian yang ada di kamar jemuran tersebut dan terlihat teman kami ini traumatis untuk melakukan pelanggaran yang sama.
Memang senioritas dalam dunia pendidikan kita tak dapat dimusnahkan, sudah berlangsung sejak lama, sejak saya diasrama hingga sekarang, kekerasan yang dilakukan kakak kelas alias senior kepada junior kerap terjadi.Â
Walau masa orientasi sekolah dilakukan lebih humanis, tak melibatkan senior di sekolah, namun dalam situasi dan kondisi tertentu, masih terjadi pemalakan, pungli berujung kekerasan fisik, hingga adik kelas harus menunjukkan rasa hormatnya kepada kakak kelas.
Kasus yang menimpa santri yang berasal dari Palembang, Albar Mahdi (AM) yang meninggal dunia setelah mengikuti Perkemahan Kamis-Jumat (Perkajum), program dari Pondok Pesantren yang awalnya diduga mengalami kelelahan. Namun, akhirnya terungkap bahwa santri Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) Ponorogo itu meninggal karena mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh kakak kelasnya.
Dengan dalih memberikan hukuman, dua kakak kelas AM, berinisial MFA (18) dan IH (17) telah melakukan penganiayaan yang berujung pada kematian adik kelasnya. Yah, mungkin darah muda yang masih mengalir membuat kedua pelaku gelap mata hingga melakukan pemukulan yang melebihi dari standard.
Saya membayangkan betapa dulu ketika kami di kamar jemuran tersebut, menurut pengakuan teman-teman yang pernah masuk ke dalam, menceritakan bagaimana kakak kelas itu terkadang gelap mata dan melakukan tendangan atau pukulan yang melebihi kata normal.
Yah maklum saja karena darah muda, di samping emosi, juga keasyikan melakukan pemukulan, padahal kondisi fisik semua orang kan tidak sama, ada yang kebal, ada yg lemah dan tak tahan ketika menerima pukulan.
Ciptakan Sekolah Ramah Anak, Hapus Senioritas
Walau ada kenangan pahit ketika menempuh pendidikan selama tiga tahun di asrama itu, namun setidaknya ketika saya setelah keluar dan menghadapi dunia nyata, terlihat lebih siap dengan segala kondisi dan keadaan yang dihadapi.