"Ah tahe, harga minyak goreng makin mahal", celetuk sang isteri di suatu sore sekitar sebulan lalu, saat dia pulang dari kedai beli minyak goreng. Saya bagian potong-potong sayur bayam hanya senyum tipis dan tidak menimpali keluhan isteri.
Namun, makin hari harga minyak goreng makin menggila dan berimbas pada hasil masakan dapur.
Ya, yang biasanya menu masakan dapur banyakan goreng-gorengan, kini sang isteri yang memang dari dulu tidak pala suka akan masakan gorengan, namun karena tuntutan anak-anak yang memang sangat suka akan ikan garing, tempe kriuk atau ayam goreng kripis, memaksa isteri harus berkreasi dengan masakan yang minim minyak goreng.
Emang bisa? Yah tentu bisa dan cara pertama tentunya mencari minyak goreng yang harganya lebih murah namun kualitas tetap baik.
Kedua, sayuran yang memang dari dulu jarang menggunakan minyak goreng, sekarang fokus pada sayuran rebus tanpa minyak goreng sama sekali.
Apalagi ditemani bumbu khas seperti bawang merah, bawang putih, tomat yang diiris atau ditumbuk halus ditambahkan dengan alternatif tahu, tofu atau tempe supaya sayurnya lebih ramai dan teksturnya beragam, membuat masakan tetap lezat ketika disantap, seperti tak bermasalah ketika harga minyak melonjak naik.
Jadi teringat ketika masih anak-anak, dari kecil sudah diajarkan untuk memasak sayur rebus. Kala itu, ayah saya sangat suka masakan rebus, bahkan dia merebus sendiri sayur kesukaannya, nikmat rasanya ditemani dengan ikan asin yang dibakar bersama dengan sambal cabe rawit yang ditumbuk tidak terlalu halus.
Kembali ke masalah harga minyak goreng yang melambung terus, sebenarnya ini berdampak positif bagi petani sawit karena baru inilah eranya harga minyak sawit (CPO) bisa mahal yang tentunya menguntungkan bagi petani sawit, namun berpengaruh negatif bagi konsumen, karena mahalnya minyak goreng mengakibatkan masyarakat harus mengurangi penggunaan minyak goreng sebagai bahan penting dalam mengolah beragam masakan.
Namun pertanyaannya, bukankah dengan naiknya harga sawit maka minyak goreng akan lebih berlimpah dan harga minyak goreng bisa lebih murah atau stabil di harga sebelum harga sawit naik?