Sebagai contoh kecil di Kota Medan, tepatnya di kelurahan Titi Rantai Medan Baru, berdiri sebuah masjid yang diapit oleh dua gereja. Jajaran tiga rumah ibadah itu Cuma dipisahkan oleh jalan kecil. Semua masyarakat disekitar gereja dan masjid tidak pernah ribut mempersoalkan aktifitas-aktifitas yang terjadi disekitaran mereka. Ketika suara musik perayaan Natal berbunyi, tidak ada umat muslim yang merasa terusik, pun ketika suara azan berkumandang, aktifitas di gereja berhenti sampai suara azan selesai.
Mesjid Al-Muttaqien, diapit oleh GBKP dan GKPS telah hidup berdampingan selama lebih dari 30 tahun, "Kami dipersatukan oleh rasa persaudaraan dan kebudayaan", kata Katan, pengurus Masjid Al-Muttaqien mengenai kunci keberhasilan mereka dalam menjaga toleransi antar umat beragama di lingkungan mereka.
Pun dengan Gereja Velangkanni yang bercorak India yang hanya ada di kota Medan ini merupakan hasil dari inkulturasi budaya dan agama. Kita bisa melihat corak dari budaya manapun di tempat ibadah ini. Walau sekilas terkesan seperti arsitektur India, tetapi ketika kita menginjakkan kaki dari gerbang hingga ke dalam, maka kita disuguhkan oleh budaya yang beragam dipadukan dengan gereja yang banyak menyimpan keindahan-keindahan menggambarkan indahnya ciptaan Yang Maha Kuasa.
Oleh karena itu, masihkah kita mau membenturkan antara budaya dengan agama? Sudah saatnya kita mengambil sikap untuk tetap menjaga rasa persaudaraan kita.Â
Mari kita jangan mau di benturkan dengan politik identitas! Walau beda sikap dan pandangan politik, namun satu hal, kita harus tetap kokoh dan kuat untuk menjaga persaudaraan tanpa memandang agama dan budayanya kita. Karena, inilah kekuatan kita! Bhinneka Tunggal Ika, biarpun berbeda-beda, tetapi tetap satu jua! Keberagaman agama dan budaya adalah kekayaan Indonesia!
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H