Budaya yang masuk dalam acara keagamaan Katolik misalnya, saat persembahan, dimana tarian, pakaian, hingga alat musik gondang Batak akan selalu ditampilkan. Pun saat akan perayaan Misa, terkadang lagu pembukaan di iringi dengan tor-tor dan gondang saat Uskup atau ada perayaan Misa Khusus berlangsung.
Masih banyak contoh lain dimana di dalamnya terjadi proses asimilasi "Kabar Gembira", dan beberapa pandangan serta berbagai macam nilai Gereja ke dalam macam-macam unsur Kebudayaan setempat ke dalam berbagai macam kehidupan bermasyarakat.
Agama dan Budaya Menguatkan Tali Persaudaraan
Jika budaya adalah air, maka agama adalah garam atau gulanya sehingga kehidupan kita semakin manis dan semakin lengkap rasanya dengan agama yang kita anut. Percampuran antara agama dan budaya bisa kita lihat dalam sejarah perkembangannya, dimana inkulturasi sudah dimulai sejak zaman misi Katolik maupun Protestan mulai masuk ke Indonesia, baik itu dari tanah Jawa, Sumatera, maupun daerah lainnya.
Para misionaris Katolik berusaha untuk mempelajari kebudayaan lokal, kesenian, dan bahasa setempat untuk bisa lebih dekat dengan masyarakatnya. Selain mempelajari, mereka juga berusaha untuk menggunakan kebudayaan, kesenian, dan bahasa setempat untuk memperkenalkan ajaran yang mereka bawa. Inkulturasi juga merupakan sebuah metode yang dipergunakan untuk memberikan kenyamanan terhadap masyarakat, supaya mereka tidak merasa asing dengan ajaran yang mereka bawa.
Kenyamanan dengan inkulturasi antara budaya dan agama menjadi modal perekat tali persaudaraan yang sudah mengakar dalam kehidupan kita sebagai warga negara Indonesia. Harus kita akui bahwa perbedaan agama dan kebudayaan menjadi modal keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Walau belakangan ini ada oknum-oknum tertentu mencoba untuk membenturkan antara agama yang satu dengan agama yang lain, juga mempersoalkan budaya yang sudah dimasuki oleh agama, namun berpotensi untuk dipersoalkan karena tidak sesuai dengan agama yang dianutnya.
Nah, untuk itulah agar budaya dan agama itu saling bersinergi untuk menguatkan tali persaudaraan, maka Kementerian Agama baru-baru ini menggelar Sarasehan tentang Reaktualisasi Relasi Agama dan Budaya di Bantul, Yogyakarta. Menag Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, "Sarasehan digelar karena Kemenag ingin menyerap pandangan para tokoh dalam menata hubungan lebih baik lagi antara agama dan budaya".
Agar agama dan budaya tidak dibenturkan oleh pihak-pihak yang ingin memecah belah bangsa ini, maka sarasehan ini dianggap penting dengan mengundang para budayawan dan agamawan. "Budaya mengandung nilai spiritualitas dan agama yang membutuhkan budaya sebagai ruang aktualisasi, tiba-tiba seperti berhadapan antara satu sama lain. Ini harus kita sikapi. Kalau tidak, ini tidak hanya merusak keduanya, tapi keindonesiaan kita juga bisa runtuh. Dua hal ini modal," tutur Kemenag lebih lanjut.
Hasil rumusan Permufakatan Yogyakarta Agamawan dan Budayawan ini nantinya akan dirumuskan sebagai rekomendasi kepada pemerintah, dan pihak terkait lainnya.
Dalam konteks berbangsa dan bernegara, budaya dan agama sejatinya merupakan dua sisi mata uang yang tidak perlu dipertentangkan dan telah berkembang secara harmonis dalam perjalanan sejarah panjang bangsa Indonesia. keduanya sama-sama mewariskan nilai, norma, dan etika yang terbukti berhasil mempersatukan keragaman masyarakat Indonesia yang memang sangat beragam itu.