Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Adu Strategi Jakarta-Beijing: antara Jabat Tangan dan Saling Sikut di Laut China Selatan

27 Mei 2024   09:08 Diperbarui: 7 Juni 2024   15:22 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KRI Tjiptadi-381 melakukan pengusiran  terhadap kapal Coast Guard China di perairan LNU, Kamis (2/1/2020). Foto: Koarmada I via CNBC Indonesia

Klaim China terhadap Laut China Selatan, mengiris ZEE Indonesia di perairan Natuna Utara. Mampukah Indonesia mempertahankan kedaulatannya melawan raksasa China? Bagaimana caranya?

-----

China adalah raksasa ekonomi, teknologi, dan militer saat ini. China menguasai 35% manufaktur dunia, militer terkuat ketiga dunia, dan negara dengan PDB terbesar kedua di dunia. China ibarat petinju kelas berat. Ditunjang kapabilitas sumber daya yang besar China dengan agresif melakukan okupasi 90% kawasan Laut China Selatan. 

Lima negara Asia Tenggara (ASEAN), wilayahnya teriris---termasuk Indonesia. Rute pelayaran jalur distribusi barang dan energi terancam terganggu. Marah dan protes dilayangkan lima negara ASEAN. China tidak peduli. Dibanding China kekuatan negara ASEAN tak lebih dari petinju kelas bulu.

Konflik antara China dan lima negara Asia Tenggara adalah  konflik dua entitas yang tidak seimbang. Bahkan kalau sebelas negara ASEAN bergabung pun belum mampu mengungguli kekuatan China baik dari segi jumlah arsenal militer maupun kecanggihan alutsistanya. Lalu apakah Indonesia yang ZEEnya di Natuna Utara diklaim sebagai teritori China harus pasrah? Tentunya tidak. Indonesia bisa belajar dari kegagalan invasi Inggris pada 1945 dan juga invasi Mongol pada 1239 M.

Invasi Gagal

Saat invasi di Surabaya pada 1945, Inggris mengerahkan 30.000 tentara profesional yang dipersenjatai peralatan tercanggih di zamannya. Inggris waktu itu adalah  pemenang Perang Dunia II. Sedangkan Indonesia adalah negara yang baru 3 bulan berdiri. Kenyataannya, di medan perang Surabaya, Inggris dibuat kerepotan oleh militansi dan strategi pejuang Indonesia. 

Setelah sebulan berperang dengan susah payah, akhirnya Surabaya bisa diduduki oleh Inggris. Inggris menang, tapi tidak mau berlama-lama tinggal di Surabaya. Tentara Inggris menyebut Perang Surabaya sebagai inferno, neraka di timur Pulau Jawa. Pada November 1946 secara keseluruhan tentara Inggris angkat kaki dari Surabaya.

Sejarah juga mencatat invasi tentara Mongol ke Jawa pada 1239 Masehi. Kekaisaran Mongol mengerahkan 20.000-30.000 prajurit. Dengan kekuatan besar tersebut, raja Jawa pastinya mudah ditaklukkan. Kenyataannya, tentara Mongol menelan pil pahit. Prajuritnya kocar-kacir diusir dengan siasat cerdik oleh Raden Wijaya, tokoh pendiri Majapahit. Invasi yang menurut Kubilai Khan diprediksi mudah, ternyata menjadi malapetaka buat tentara Mongol. Mongol kalah dan mengubur ambisi memperluas wilayahnya di Nusantara.

Walau kondisi perang modern sekarang berbeda dengan zaman dahulu; dari dua kegagalan invasi asing di atas, Indonesia bisa mengambil pelajaran. Faktor penentu utama adalah strategi. Konflik terbuka antara China dan Indonesia bisa saja terjadi dalam perebutan klaim LCS. Maka dibutuhkan strategi jitu. Lalu bagaimana mengatur strategi yang tepat dan juga membangkitkan militansi yang kuat dari rakyat? Untuk menjawabnya kita harus mengetahui: 1) Hubungan dua negara dan keuntungan yang didapat, 2) Dasar klaim yang dipakai, 3) Agenda politik Beijing.

Hubungan Jakarta-Beijing

Secara garis besar hubungan Indonesia-China berjalan dalam kerangka kerjasama yang saling menguntungkan. Indonesia satu barisan dalam proyek ambisus China: Belt and Road initiative (BRI). Hubungan dagang Indonesia-China terus mengalami peningkatan. Pada 2014 mencapai US$48,23 miliar, pada 2023 melonjak menjadi 133,6 miliar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun