Kedua, PKI selalu berada di belakang kebijakan Bung Karno. PKI tahu dengan bergerak searah dengan Presiden Soekarno maka posisinya di panggung politik nasional akan lebih terlihat.Â
Â
Perebutan Irian Barat antara Pemerintah Indonesia dan Belanda, serta konfrontasi dengan Malaysia ditanggapi sigap oleh PKI. PKI dengan cepat membentuk sukarelawan dari unsur Pemuda Rakyat binaannya.Â
PKI seolah mendahului peran militer dalam ikut menjaga kedaulatan negara. Kesan itu yang memang dibangun oleh PKI.
Maka saat 19 Desember 1961 di Alun-Alun Utara Kota Jogjakarta, Presiden Soekarno mengumandangkan Trikora, PKI menyambutnya dan seratus persen mendukung tindakan konfrontasi terbuka terhadap Belanda.
Manuver Bung Karno yang ingin memperkuat militernya untuk memukul Belanda mundur dari Papua Barat tidak pernah direspon baik oleh kelompok Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat.
Maka tidak ada cara lain selain mengalihkan pandangannya ke Timur, Blok Komunis. Poros Jakarta-Peking-Pyongyang-Moskow yang dibentuk adalah bukti nyata Indonesia sudah jengkel dengan Blok Barat.Â
Kedatangan Presiden Soekarno ke Moskow pada tahun 1956 dan disambut secara besar-besaran oleh Perdana Menteri Nikita Kruschev menjadi isyarat nyata bergabungnya Indonesia ke Blok Kiri.
Uni Sovyet melihat Indonesia bisa dijadikan sebagai bagian dari Komunis Internasional. Saat itu anggota PKI mencapai 3 juta lebih. Jumlah tersebut adalah terbesar ketiga setelah RRT dan Uni Sovyet sendiri.
Kedekatan Soekarno dengan petinggi PKI adalah hal wajar saat itu, saat Indonesia membutuhkan segala sumberdaya yang ada untuk mendukung pengembalian Irian Barat sekaligus sebagai komitmen dukungan politik dan militer Moskow terhadap Jakarta.
Dalang Gerakan 1 Oktober