Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Urgensi Nuklir Militer Indonesia dan Keseimbangan Teror di Asia Pasifik

10 Agustus 2023   23:22 Diperbarui: 11 Agustus 2023   09:39 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rudal balistik antarbenua milik Korea Utara. Sumber: KCNA/AP Photo via Kompas.com

"Insya Allah dalam waktu dekat ini kita akan mampu membuat bom atom sendiri" --Ir.Soekarno 1965.

Apa yang diucapkan Bung Karno di Bandung saat Konggres Muhammadiyah, 24 Juli 1965 bukan sekadar mimpi siang bolong. Kondisi dunia yang memanas memaksa banyak negara berlomba mempersenjatai diri dengan nuklir. Termasuk Indonesia.

Untuk memberi kejelasan proyek penguasaan nuklir, Indonesia membentuk payung hukum dengan Undang-Undang No.31 Tahun 1964  tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Atom. Langkah serius terus dilakukan.

Pada 1965 dibentuk Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN). Upaya agresif terus dilakukan, salah satunya mengirim 200 orang untuk belajar ke China. Upaya Indonesia itu akhirnya kandas saat Tragedi 30 September 1965.

LTS Memanas

Geo politik di kawasan Asia Pasifik berubah--cenderung memanas. Konflik Laut Tiongkok Selatan (LTS) dipicu klaim teritorial sepihak Tiongkok. 

Manuver Tiongkok  tidak hanya bersinggungan dengan negara Asia Timur dan Asia Tenggara saja. Namun, lebih dari itu. LTS menjadi lalu lintas dagang strategis berbagai negara.

Menurut Council for Foreign Relation (CFR), di LTS ada 900 trilliun kaki kubik gas alam dan 7,7 miliar barrel minyak.   50% kapal tanker pengangkut minyak global melewati LTS.  

India, Rusia, Amerika dan Negara Eropa berkepentingan dengan kebebasan navigasi agar tidak mengganggu geopolitik dan geoekonomi mereka.

Munculnya Pakta Militer AUKUS pada 2021 yang melibatkan Australia, Inggris dan Amerika; sinyal nyata bahwa wilayah Asia Pasifik tidak baik-baik saja. 

Mempersenjatai Australia dengan 8 kapal selam serbu nuklir dan menempatkan Australia sebagai pangkalan pesawat bom nuklir Amerika, telah mengusik keseimbangan regional. Ini sinyal buat Jakarta untuk mempersiapkan kemungkinan terburuk.

Diplomasi damai untuk menjaga kawasan agar tidak bergemuruh tetap harus dilakukan--walau bukan jaminan penyelesaian. Apalagi untuk mengendalikan negara dengan kekuatan nuklir. Itu hanya langkah mengulur waktu. 

Selama ini Indonesia konsisten menolak senjata nuklir. Pada 1995 Indonesia menandatangani Traktat Bebas Nuklir Asia Tenggara (SEANWZ), pada 2017 menandatangani Treaty on the Prohibition on Nuclear Weapons (TPNW).

Kondisi kawasan yang mulai tidak seimbang harus diperhatikan oleh Jakarta. Jangan sampai Indonesia jadi pelanduk di antara gajah yang bertikai. Ratifikasi TPNW yang dilakukan oleh Indonesia akan menyulitkan posisi Indonesia saat melindungi kedaulatannya dengan senjata nuklir.

Kecil kemungkinan Amerika dan China bentrok, yang mereka lakukan adalah mengadu negara bonekanya untuk bertempur mati-matian. Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan juga Indonesia punya potensi untuk dijadikan boneka perang.

Keseimbangan Teror

 

Pada 1945 hanya Amerika Serikat yang mempunyai nuklir. Namun secara mengejutkan pada 1949 Uni Sovyet berhasil meledakkan nuklir pertamanya. China menyusul pada 1964, India pada 1974, dan Pakistan pada 1998. 

Saat ini ada 8 negara secara resmi mempunyai hulu ledak Nuklir. Menurut laporan SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute) total kepemilikan mencapai 12.512 hulu ledak.

Setelah Perang Dunia II berakhir, konflik antarnegara masih terjadi. Namun yang menjadi pertanyaan; mengapa perang tersebut tidak meluas? Kasus terbaru Perang Rusia-Ukraina. Serasa berstatus endemik. 

Eropa dan Amerika meskipun dengan lantang berada di kubu Ukraina, tidak mengambil langkah berbahaya dengan keterlibatan secara penuh. Status Amerika dan Eropa bisa digambarkan sekadar penonton aktif--bukan pemain aktif.

Jawabannya adalah ketakutan terjadi perang nuklir. Risikonya sangat besar. Nuklir bisa mengembalikan umat manusia ke peradaban batu. Ketakutan akan nuklir menjadi rem cakram untuk membatasi teritori perang agar tidak meluas. 

Raksasa militer saling menggonggong. Namun, tidak akan saling menggigit. Itulah keseimbangan teror.

 

Sikap Indonesia

Garis politik Bebas Aktif menjadi satu titik lemah saat perang. Konflik di Irian Barat 1961 bisa dijadikan pelajaran. Posisi netral Indonesia menjadikan Belanda tidak menggubris upaya diplomasi penyelesaian Irian Barat. 

Namun saat posisi Indonesia  condong ke Blok Timur, Belanda mulai menghitung ulang. Pada akhirnya memutuskan hengkang dari Irian Barat.

Jika saat ini Indonesia mempertahankan netral; langkah strategis yang harus diambil adalah menguatkan otot militernya. Ini harus dilakukan. Kekuatan militer Indonesia menurut Global Fire Power (GFP) ada di posisi 13 besar dunia. Posisi ini bukan angka yang punya efek penggentar (detterent effect). Namun semua itu akan tertutupi jika Indonesia memiliki senjata nuklir.

Penguasaan nuklir pertahanan untuk Indonesia adalah perlu--sangat perlu. Kepemilikan Nuklir akan menciptakan keseimbangan baru. Mencegah meluasnya perang yang lebih besar di Hot Spot Laut Tiongkok Selatan.

Kesimpulan

Perjuangan punya senjata nuklir tidak bisa ditunda lagi--ini harus segera diambil. Maka langkah strategis yang dilakukan; Pertama harus ada satu kesepahaman pemimpin politik dalam negeri bahwa kepemilikan nuklir adalah mendesak; Kedua, harus menjalin hubungan khusus dan rahasia untuk mendapat teknologi nuklir--setidaknya membeli beberapa hulu ledak nuklir. Jalan paling rasional adalah menoleh ke Moskow atau Beijing; Ketiga; menghidupkan riset nuklir untuk militer.

Perang tidak bisa diramalkan kapan terjadinya. Namun akan lebih bijak jika Indonesia bersiap dengan perang. Jika tahu kekuatan satu dan yang lain, maka ada keengganan untuk memulai perang. 

Perang terjadi jika ada ketidak seimbangan. Ada yang kuat dan lemah. Jika kekuatan merata maka yang terjadi keseimbangan teror. Mutually Assured Destruction. Semua menjaga untuk tidak terjadi perang.

Kepemilikan nuklir bagi Indonesia tidak menghentikan perang yang akan terjadi, Namun setidaknya menjauhkan dari halaman kedaulatan Indonesia. Dan itu amanah konstitusi UUD 1945; melindungi segenap tumpah darah Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun