Dari data yang dikumpulkan di lapangan mereka mencatat, siapa yang meninggal, siapa yang pergi, pindah TPS, siapa pemilih baru, atau siapa saja yang tidak berhak ikut Pemilu--misal TNI dan Polisi.
Data yang mereka dapatkan di lapangan (coklit) akan diserahkan ke PPS lalu diolah oleh petugas PPS bagian data. Selanjutnya data akan diteruskan ke PPK. Berlanjut ke KPU Kabupaten. Alurnya begitu.
Mendata masyarakat selain menambah perkenalan juga ada kisah dukanya. Misal ada masyarakat yang belum mengerti pantarlih sehingga saat didatangi rumahnya, malah ngumpet dan tidak mau membuka pintu. Mereka ketakutan dikira debt collector. Akhirnya pantarlih harus datang lagi dengan Pak RT.
Itu tidak seberapa bahkan ada juga pantarlih yang dicurigai sebagai penculik anak. Dipelototi banyak orang. Maklumlah saat ini kondisi di Banyuwangi banyak info-info terkait penculikan anak.
Maka sebagai PPS yang membawahi pantarlih penulis menekankan:Â
Pertama, harus menghubungi RT/RW dulu untuk permisi. Supaya saat pantarlih di lapangan informasinya sudah disebarkan ke masyarakat. Masyarakat tahu. Sehingga tidak menimbulkan prasangka.
Kedua, saat mengetuk pintu selain mengucap salam gunakan perkenalan tambahan "Assalamualaikum Bapak/Ibu, Kami dari Petugas Pemilu."
Ketiga, buat nyaman dulu orang yang didata. Misal memperkenalkan diri sebagai anak dari Pak/Ibu Fulan. Dengan cara itu orang yang didata akan lebih tenang, dan tahu siapa orang yang di depannya.
Keempat, gunakan atribut lengkap. Ini adalah standar kerja pantarlih. Rompi, ID Card dan juga topi wajib dipakai saat bertugas di lapangan.
Bangga Menjadi Pantarlih