Sebagai balasan Inggris akan menghukum rakyat Surabaya. Dengan tindakan militer penuh. Tiga puluh ribu tentara profesional dari Malaya dan Jakarta dimobilisasi ke Surabaya. Pengerahan pasukan tiga matra dengan peralatan tercanggih di eranya menumpuk di Surabaya.
Inggris begitu yakin, perkara mudah untuk menghancurkan Surabaya. Mereka sangat optimis, cukup 3 hari Surabaya akan jatuh ke tangan Inggris.
Pada 9 November 1945, pesawat Dacota Inggris mengeluarkan pamflet ultimatum yang isinya rakyat Surabaya harus menyerahkan senjata dan mengangkat tangan sebagai tanda menyerah. Maksimal esok hari, 10 November pukul 06.00. Inggris benar-benar hilang kesabaran. Lebih tepatnya hilang akal.
Ultimatum Inggris tidak dihiraukan. TKR sebagai ujung tombak perlawanan, memobilisasi massa untuk perang besar tanggal 10 November. Pohon-pohon ditebangi untuk menghambat laju pergerakan Inggris. Perang semesta dipersiapkan.
Benar saja, 10 November pagi hari. Surabaya dibombardir dengan brutal dari darat, laut dan udara. Perang hebat terjadi. Inggris bisa dengan mudah membombardir dari jarak jauh, tapi saat masuk kota. Tentara Inggris menghadapi medan perang sebenarnya.
Tiga hari berlalu. Perlawanan makin meningkat. Target 3 hari menguasai Surabaya tidak terjadi. Perlawanan sengit TKR dan Laskar bentukan rakyat membuat perang berlarut-larut. Inggris mengalami tekanan mental yang tidak pernah terbayangkan.
Sampai pada 30 November perlawanan pejuang Surabaya mereda. Surabaya porak-poranda. Inggris sudah menguasai seluruh Surabaya. Diperkirakan 16.000 pejuang tewas, di pihak Inggris dilaporkan ada 1.600 tentara mati. Namun, perlawanan belum berhenti total.
Perang Absurd
Bagi Indonesia, Perang Surabaya punya tujuan jelas: mempertahankan kemerdekaan. Bagi Inggris Perang Surabaya adalah perang paling aneh. Tidak jelas. Mereka terjebak oleh perseteruan Indonesia-Belanda.
Inggris menerima getah dari keterlibatannya. Ribuan tentaranya terkapar mengenaskan tanpa memahami untuk apa mereka berada di Surabaya. Perang paling brutal setelah PD II. Inilah inferno kata mereka. Neraka di ujung timur pulau Jawa.
Pada akhirnya Inggris menyadari. Semakin lama berada di Surabaya hanya menumbalkan tentaranya untuk mati pelan-pelan. Tidak ada untungnya. Dan secara moril mereka kalah, walau secara fisik mereka menang. Pada 1946 Inggris meninggalkan Surabaya.