Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Boneka Arwah: Dari Makanan Manis hingga Kepercayaan Animis

7 Januari 2022   14:17 Diperbarui: 8 Januari 2022   11:06 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat mereka berburu atau berebut sumberdaya dengan kelompok lain, ada kemungkinan mengalami cidera, bahkan terbunuh: Diseruduk byson, diinjak gajah atau diterkam harimau. Bisa juga kena tombak kelompok lain. Kematian selalu mengintai setiap waktu. Untuk memperoleh keselamatan, mereka membawa benda-benda yang dipercaya punya peran melindungi. 

Kepercayaan manusia terhadap benda semacam itu, saat ini pun tidak hilang. Kita menyebutnya jimat. Misal batu akik, kayu, keris, taring hewan buas, dan banyak lagi. Bisa jadi bollpoint favorit yang terselip di saku baju eksekutif muda saat ini, berfungsi juga sebagai jimat. Merasa kurang percaya diri, saat saku baju tidak diselipi bollpoint.

Boneka Roh

Nah, saat ini media massa dihebohkan ramainya artis yang memelihara boneka arwah (spirit doll) --yang  diperlakukan layaknya makhluk hidup. Dikasih makan, diajak ngomong, didandani sebagaimana kebutuhan makhluk organik.

Sebenarnya fenomena ini sama dengan kegemaran manusia mengonsumsi makanan manis. Yang satu untuk jasmani, sedangkan satunya lebih ke rohani (kejiwaan). Algoritma DNA masa lalu muncul kembali. Bedanya, kalau mengonsumsi makanan manis tidak ada sanksi sosial. Masyarakat menoleransi dan memaklumi. Dan hadiahnya ditanggung sendiri--obesitas.

Beda dengan spirit doll, ada pro dan kontra. Karena ada muatan yang tidak dimaklumi banyak orang: bermain-main dengan Jiwa--entitas sakral di banyak kepercayaan spiritual.

Kaitannya dengan boneka arwah; fenomena itu sebenarnya sisa dari animisme yang masih bertahan di DNA Homo sapiens. Menganggap benda mati  punya roh; bisa marah, senang, dan membutuhkan perlakuan persis sebagaimana manusia. DNA purba itu tertahan, ditekan untuk mengendap. Dihilangkan namun tidak bisa hilang. Bisanya hanya teralihkan.

Manusia memuja benda untuk menutupi dahaga Animisme itu. Misal; kecintaan yang kuat terhadap benda elektronik; HP, mobil sport dan motor sport. Sebuah tindakan menekan dan menyamarkan serta menyalurkan dahaga DNA Animisne--selama ribuan tahun menjadi bagian sejarah Homo sapiens. 

Bahkan di masyarakat Komunis pun yang notabene merasa alergi dengan spiritualitas  mengalihkannya dengan membangun patung pemimpinnya: sebagai bagian dari ritus non agama mereka. Namun satu hal yang sama: Pemujaan. Patung pemimpin Korea Utara yang megah adalah Animisme dengan bungkus Komunisme.

Artinya hampir semua yang manusia lakukan; entah memperlakukan HP selayaknya jimat atau memperlakukan mobil impian selayaknya benda hidup. Itu semua sebagai indikasi, manusia belum keluar dari pengaruh algoritma DNA animisme dan dinamisme.

Menyikapi Boneka Arwah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun