Keberadaan AUKUS tersebut membelah ASEAN menjadi dua. Laos, Myanmar, Kamboja jelas memihak ke China. Bantuan militer dan ekonomi adalah cara merangkul negara Indo China tersebut. Malaysia, Singapura, jelas memihak AUKUS. Brunei akan cari aman dengan tidak memihak. Itu lebih baik. Thailand juga sama, karena tidak bersentuhan langsung dengan konflik, gerak politiknya lebih lentur. Indonesialah yang akan dibuat pusing.
Dengan kalkulasi historis, Indonesia sebenarnya alergi dengan kekuatan Barat yang memperkeruh kawasan sebagaimana dulu munculnya SEATO dan ANZUS.Â
Dari sisi historis sebenarnya Indonesia lebih akrab "minum kopi" dengan Beijing. Maka pernah ada poros Jakarta-Peking; nama lain dari Beijing. Namun kesan Beijing setelah peristiwa 1965, sangat buruk di mata sebagian besar masyarakat yang hidup pada masa Orde Baru.
Untuk menyikapi AUKUS, Indonesia tidak bisa lagi teriak lantang untuk menunjukkan sikapnya. Indonesia akan terkesan sangat hati-hati lebih cenderung berfikir prakmatis. Sambil terus memantau perkembangan kegaduhan di LTS.
Namun untuk Nuklir Indonesia tak akan tinggal diam. Setidaknya efek domino Nuklir akan merambah Jakarta. Mustahil Jakarta tidak tertarik dengan Nuklir. Dan pemicunya adalah Canberra.
Namun hati kecilku selalu bertanya, kenapa untuk mengakhiri perang harus berperang?
------------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H