Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pagebluk yang Bikin Panik dan Keutuhan Rumah Tangga yang Harus Terjaga

12 Juli 2021   06:16 Diperbarui: 22 Juli 2021   10:12 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pentingnya menjaga keharmonisan keluarga selama masa pandemi (Sumber: www.kompas.com)

Masyarakat dunia sekarang dibuat kelimpungan; menghadapi pagebluk yang menyerang ketahanan fisik sekaligus mental manusia. 

Data dari Wordmeter terhitung hari ini, Senin (12/6/2021), spesies manusia yang terinfeksi sebanyak 187.609.584 orang. Meninggal sejumlah 4.048.648 orang. 

Untuk Indonesia, terpapar 2.527.203 orang dan meninggal dunia sejumlah 66.464 orang. Pertambahan orang yang terinveksi di Indonesia menjadi yang tertinggi di dunia saat ini.

Wabah ini membuat banyak orang ketakutan sekaligus bikin stres. Lawan yang dihadapi adalah jasad renik, protein aktif yang tak kasat mata. Bisa menempel pada orang terdekat tanpa terlihat gejalanya. Namun saat hinggap di tubuh manusia yang lemah imunitasnya, virus ini menjadi liar tak terkendali. Korban berjatuhan.

Akibatnya, satu sama lain saling waspada. Tidak percaya pada siapapun. Individualis merebak, menjadi bentuk pertahanan baru di masyarakat yang awalnya menganut budaya komunal; mengusung kebersamaan.

Awalnya kedekatan fisik menjadi sarat untuk saling mengakrabkan diri. Dulu kalau ada saudara atau teman berkunjung ke rumah, kita menyambutnya dengan gembira dan kita paksa untuk menginap. Untuk saat ini, malah berkebalikan. Kita semua diajarkan dengan tatanan baru yang mensyaratkan kita untuk saling menjauh, jaga jarak untuk menghindari Covid-19.

Secara medis virus ini, menyerang fisik. Namun, juga menyerang mental manusia. Pagebluk ini membuat ketakutan. 

Jika takut manusia mengeluarkan hormon kortisol yang membuat orang bersedih, tidak nyaman, merasa tidak berharga dan putus asa. Jika manusia sudah mengidap hal itu, maka virus jasmani akan lebih mudah masuk dan menginvasi pertahanan tubuh manusia.

Virus ini sudah berada di sekitar kita. Virus ini juga telah mengambil saudara, teman kita, orang-orang terdekat dari kita. Itu juga fakta. Maka apa yang harus dilakukan menghadapi hal semacam itu?

Selain tetep menerapkan prokes dengan taat, mungkin apa yang diucapkan oleh Dalai Lama ada benarnya, "Kalau masalah bisa diatasi mengapa harus kawatir. Dan jika masalah tidak bisa diatasi mengapa pula kawatir". 

Mungkin memahami hal ini butuh kesadaran penuh, bukan untuk mengecilkan apa yang terjadi. 

Namun, menjaga pikiran agar tidak terinfeksi juga perkara yang harus didahulukan. Pikiran adalah panglima tubuh kita. Kalau badan sakit, pikiran tidak perlu sakit.

Menjaga Pikiran Agar Tetap Waras

Pikiran sejatinya adalah software, perangkat lunak yang menjadi stimulus tubuh bereaksi. Artinya pikiran sangat penting kaitannya dengan respon tubuh. 

Jika kita perhatikan saat kita panik, terkadang reaksi kita tidak terkontrol. Menyiram api dengan bensin untuk memadamkan kebakaran, atau menginjak gas untuk mengerem, melompat dari gedung tinggi saat ada ada gempa.

Ilustrasi di atas adalah nyata dan sering terjadi pada manusia, termasuk diri kita ini.

Pikiran adalah produk hasil menanggapi rangsangan. Misal, kalau kita mendapat informasi Indonesia menjadi juara di sebuah kompetisi, hati kita ikutan senang dan gembira. Namun, berita yang menginformasikan kematian akibat virus, satu sisi menambah kewaspadaan. 

Sisi lainnya, bisa jadi kita terbebani setiap harinya, lebih lunglai, tidak bersemangat dan seolah kematian sudah di depan mata. Etos kerja kita lumpuh karena pikiran terinveksi dan terpapar berita virus.

Maka yang harus kita lakukan adalah menyeimbangkan infomasi. Kita sudah tahu ada virus ini, di mana-mana, di semua tempat yang ada. Lalu buat apa kita masih membutuhkan informasi dan menelan informasi itu, setiap jam, setiap menit dan setiap detik dalam kehidupan kita. Bukankah itu tindakan konyol? 

Batasi berita tentang virus, tanpa melonggarkan kewaspadaan. Beri ruang juga untuk berita baik, berita tentang hobi kita. Itulah jalan terbaik agar terjadi keseimbangan, tidak overdosis informasi 

Menjaga Keutuhan Rumah Tangga

Pandemi ini menyebabkan ekonomi morat marit, sehingga pergerakan uang mandek. Menguras tabungan, mengeringkan dompet, dan banyak yang jual aset. Jika sirkulasi uang terganggu, maka terganggu juga ekonomi. 

Ekonomi makro terganggu, ekonomi rumah tangga juga akan terganggu. Tidak menafikan, salah satu penopang keharmonisan rumah tangga adalah ketersediaannya dana untuk menggerakkan fungsi rumah tangga.

Beli gas, bayar listrik, beli beras, beli bensin dan juga pulsa semua itu menggunakan alat tukar yang bernama uang. Jika tidak ada, maka aktivitas rumah tangga pastinya akan terganggu.

Jika terganggu bisa jadi mengancam keutuhan rumah tangga. Persoalan ekonomi adalah persoalan paling pelik yang harus diselesaiakan oleh perumahtangga. 

Kalau tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan ketidaknyamanan. Padahal untuk saat ini, tempat yang bisa memberi keteduhan dan ketenangan batin saat pikiran digerogoti ketakutan akan virus adalah rumah, HOME! Bukan rumah sakit.

Kehangatan semua penghuni rumah adalah obat mujarab untuk bertahan di tengah pandemi. Selain itu kita semua harus mampu berdamai dengan kondisi. Menerima dan legowo terhadap kejadian yang tidak mengenakkan, karena persoalan hidup terkadang tidak pernah kita prediksi.

Berikut adalah tips sederhana bagi perumahtangga bertahan pada masa sulit:

Pertama, kita harus terbuka dengan pasangan.

Bahwa, selama pandemi pendapatan merosot, sehingga uang belanja tidak terprediksi. Kadang ada, bisa jadi tidak sama sekali.

Sedangkan kebutuhan dan cicilan Bank tetap. Berjanjilah untuk saling mendukung. Tidak boleh merambah pada persoalan lain yang bisa membuat suasana rumah tangga tidak harmonis.

Jika mulai berselisih, pasangan harus saling mengingatkan. Karena konflik bukanlah penyelesaian. Malah akan menambah beban baru di antara beban yang sudah ada.

Kedua, mencari sumber pendapatan lain.

Dalam filosofi jawa ada kata-kata "obah yo mamah" artinya jika kita berusaha, pastinya ada rezeki.

Lakukan apapun yang bisa menghasilkan uang asal halal dan legal. Maksimalkan keahlian yang kita punya.

Bisa menjadi reseller produk, atau pekerjaan apapun yang bisa menghasilkan uang tunai.

Hilangkan gengsi, buang dasi, dan selamat mencebur dalam dunia nyata, bukan fiksi.

Ketiga, jangan mengurangi kehangatan di dalam rumah tangga.

Pendapatan boleh turun. Namun senyum, humor, cinta keluarga tetap harus menunjukkan grafik naik.

Rumah harus menjadi tempat yang selalu hangat, selalu nyaman, selalu menjadi muara dari setiap aktivitas yang kita lakukan. Kita semua juga harus ingat bahwa inipun akan berlalu.

Mengutip kata-kata Ajahn Bram, bahwa kejadian buruk tidak selamanya, begitu pun saat kejadian penuh tawa juga tidak selamanya.

Di antara kedua momen tersebut tetaplah tersenyum, tertawa karena kita mengetahui bahwa hidup ini tidak selalu baik-baik saja.

Semoga ini segera berlalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun