Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Negeri Maritim, Keunikan Hukum dan Tantangannya

2 April 2021   10:42 Diperbarui: 2 April 2021   10:47 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Di selatan Pulau Timor, ada wilayah laut yang dasar lautnya menjadi hak Australia, sedangkan perairan yang ada di atasnya menjadi hak Indonesia. 

Teknisnya: Australia berhak melakukan penambangan minyak dan gas, Indonesia boleh mengeksploitasi ikan. Hal ini unik karena tidak biasa, namun legal sesuai dengan aturan UNCLOS 1982 (United Nations Convention On the Law of the Sea).

Penanganannya juga unik atau boleh dikata rumit. Bisa jadi, kalau petugas keamanan Australia tidak dibekali ilmu tentang hukum laut internasional, akan menangkapi nelayan-nelayan Indonesia yang mencari ikan di wilayah tersebut. 

Atau manakala aktivitas penambangan minyak Australia mencemari biota laut di atasnya. Ketegangan diplomatik bisa saja terjadi--dan memang sering terjadi.

Sebagai negara maritim, Indonesia--masyarakat Indonesia--harus punya pengetahuan mendalam tentang hukum laut: Garis pangkal, Laut pedalaman, Laut teritorial, Zona tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Laut bebas. Ini terkait hak, kaitannya dengan geopolitik dan juga geoekonomi global.

Laut adalah sumberdaya potensial untuk kemakmuran masyarakat Indonesia. Selain daratan dan luar angkasa pastinya. Pengetahuan laut dan aspek yang ada di dalamnya harus menjadi pengetahuan wajib masyarakat Indonesia. Alasannya sederhana, karena Indonesia adalah negara maritim.

Insiden Pulau Bawean

Insiden Pulau Bawean, 3 Juli, tahun 2003 bisa di jadikan pelajaran. Saat itu ada iring-iringan kapal induk USS Carl Vinson, Amerika, yang terdiri: satu kapal perusak, 2 kapal fregat dan 9 jet tempur F-18 Hornet. Rombongan tersebut tanpa permisi masuk di perairan Laut Jawa dan pesawatnya mengadakan latihan dengan manuver berbahaya di atas Pulau Bawean.

Manuver illegal pesawat tempur Amerika sangat mengganggu, karena berada di zona penerbangan sipil. Setelah mendapat laporan dari radar sipil Denpasar, sontak TNI AU melakukan identifikasi visual dengan mengerahkan 2 jet tempur F-16 dari pangkalan militer Iswahyudi, Madiun. 

Tujuannya untuk mengetahui maksud aktivitas militer Amerika, yang mengganggu penerbangan sipil dan menerabas kedaulatan RI tersebut.

Setelah melakukan kontak, TNI AU sebagai perwakilan resmi pemerintah Republik Indonesia--pemilik teritorial yang sah--malah dihardik oleh pilot jet tempur Amerika. Mereka bersikukuh berada di zona laut internasional, dan pesawat TNI disuruh menjauh. 

Terjadilah Dog Fight, perang jarak dekat. Perang elektronik tak terhindarkan, saling jamming 'mengacak sinyal' terjadi. Pesawat F-16 TNI sudah dilocked on (dikunci) untuk ditembak. 

Ini jelas mengindikasikan, tamu yang tidak sopan. Mereka beralasan bahwa Laut Jawa yang mereka layari adalah laut Internasional dan mereka bebas berlayar tanpa harus ijin.

Insiden tersebut menjadikan Pemerintah Indonesia berang. Duta Besar Amerika dipanggil untuk memberikan klarifikasi tentang sikap slonong boy militer mereka masuk pekarangan Indonesia tanpa permisi. 

Insiden Bawean menjadi pelajaran menarik, bahwa sebagai negara kepulauan dengan celah pelayaran yang banyak, membutuhkan kekuatan penjaga yang mampu memberikan efek gentar bagi penerabas-penerabas gelap seperti militer Amerika.

Konvensi PBB dan Tiongkok

Indonesia memiliki perbatasan laut dengan beberapa negara: Australia, Singapura, Papua Nugini, Malaysia, Filiphina, Thailand, Timor Leste, Vietnam, India, Palau. Jika Indonesia berbatasan laut dengan 10 negara tersebut, maka hakekatnya negara tersebut adalah tetangga. Artinya pekarangannya satu pagar.

Namun, masyarakat Indonesia seperti asing dengan tetangga kita yang bernama negara Palau. Lokasinya dimana, sebagian masyarakat Indonesiapun akan kebingungan kecuali yang memang bergelut dengan peta atau sejenisnya. 

Dengan Vietnam dan India ternyata Indonesia berbatasan laut. Ini cukup mencengangkan. Sedangkan dengan Tiongkok Indonesia harusnya tidak punya sengketa batas teritorial laut. Karena sudah selesai dan jelas, kalau menggunakan kesepakatan UNCLOS 1982. Dan Tiongkok salah satu dari 165 negara yang meratifikasinya.

Padahal akhir-akhir ini, singgungan dengan Tiongkok sedang memanas. Apalagi kalau bukan batas laut di Natuna. Tiongkok membuat peta yang memuat sembilan garis putus-putus, Nine Dash-Line. 

Sebuah klaim sepihak yang berakibat memangkas hak teritorial laut banyak negara termasuk Indonesia. Pergelaran militer besar-besaran ditunjukkan oleh Indonesia, untuk menandakan hak kedaulatan Indonesia di Natuna Utara.

Manuver Tiongkok dengan mengklaim hampir 90% wilayah Laut China Selatan memang keterlaluan. Tidak hanya Indonesia yang merasa gerah: Vietnam, Malaysia, Piliphina, Brunei, dan Taiwan malah lebih mengenaskan. Hak teritorial lautnya yang sudah dijamin oleh UNCLOS malah diacak-acak oleh Tiongkok.

Klaim sepihak Tiongkok yang boleh dikata ngawur dan ugal-ugalan, didasarkan pada aktivitas nenek moyangnya mencari ikan zaman Dinasti Ming--memang sangat mengada-ada. 

Selain Tiongkok raksasa lain yang ikut bermain adalah Amerika; negeri yang hobinya berpatroli di perairan seluruh dunia dan sering ikut campur urusan dalam negeri negara lain. Negara  ini malah tidak mengakui adanya hak istimewa negara kepulauan yang diatur dalam Hukum Laut PBB, UNCLOS 1982.

Amerika sampai detik ini tidak meratifikasi piagam UNCLOS 1982. Bisa jadi pertimbangan Amerika; gerakannya akan terbatas untuk menjelajah dunia. Amerika menganut hak kebebasan navigasi: sebuah hak berlayar bebas tanpa harus terkendala ijin kepada negara yang punya hak teritorial laut.

Maka, konflik laut Natura Utara--sebutan lain untuk Laut China Selatan--yang melibatkan separo negara Asean, Amerika, Inggris, Australia melawan Republik Rakyat Tiongkok adalah sama persis dengan perang dingin. Raksasa yang berperang, tidak pernah terlibat langsung secara fisik tentaranya.

Negara raksasa tersebut sedang berebut akses. Dan negara-negara pemilik teritorial sah, malah dijadikan pion di garis depan untuk diadu dengan raksasa panda yang lagi haus teritorial untuk mengamankan ekonominya. 

Laut China Selatan bukan sekedar akses lewatnya kapal barang,  ini juga terkait dengan SDA--minyak dan gas alam-- yang terkandung di dalamnya dan jumlahnya begitu melimpah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun