Virus corona termasuk dalam superdomain dari kelompok biologis. Coronavirus adalah kelompok virus terbesar dalam ordo Nidovirales. Semua virus dari ordo Nidovirales adalah virus RNA indera yang tidak tersegmentasi. Coronavirus termasuk dalam subgenus Coronavirus, subfamili Coronavirus, dan virus Sabeidae. Virus awalnya dikelompokkan menurut serologi, tetapi sekarang dikelompokkan menurut filogeni. Untuk ilustrasi yang lebih baik, subgenus Sarbecovirus mencakup BatSLCoV, SARSCoV, dan 2019nCoV.Â
BatSLCoV awalnya ditemukan di Zhejiang, Yunnan, Guizhou, Guangxi, Shaanxi, dan Hubei, Cina. Kelompok lain menunjukkan bahwa kelompok coronavirus termasuk kelelawar coronavirus (BcoV), Porcine Hemagglutinating Encephalomyelitis Virus (HEV), Murine Hepatitis Virus (MHV), Human Coronavirus OC43 (HCoVOC43), Human Coronavirus HKU1 (HCoVHKU1), dan Coronavirus Sindrom Pernafasan Akut yang Parah (SARSCoV) (Schoeman, Fielding (2019). Banyak negara-negara yang terkena dampak dari COVID-19 khususnya negara-negara dikawasan Asia Tenggara.
Banyak negara anggota ASEAN kekurangan informasi yang efektif tentang epidemi, menciptakan ketidakpastian tentang kebijakan yang akan diadopsi oleh semua negara anggota ASEAN. Setelah WHO membuat rekomendasi untuk melacak semua orang yang didiagnosis COVID-19, mereka akhirnya dapat melakukan tindakan nasional dan melaporkan jumlah warga yang terinfeksi COVID-19. Singapura dan Malaysia melaporkan warganya terinfeksi COVID-19, disusul Thailand dan Filipina. Pada saat yang sama, Indonesia lambat mengonfirmasi kasus COVID-19 di antara warganya.Â
Berbagai negara anggota ASEAN telah mengadopsi kebijakan yang berbeda, seperti menerapkan blokade regional atau melakukan social distancing dalam skala besar.Â
Perbedaan dalam mitigasi COVID-19 juga terlihat jelas. Misalnya, di Indonesia dan Laos, mereka membentuk gugus tugas untuk menangani virus, sementara negara lain memilih untuk memobilisasi tentara dan mengembangkan kebijakan kepatuhan masyarakat (Djalante et al, 2020).Â
Saat pandemi COVID-19 merebak, kebijakan yang diputuskan langsung oleh negara-negara anggota ASEAN adalah mendorong penutupan wilayah-wilayah yang menjadi kedaulatan nasionalnya, baik darat, laut, maupun udara. Ada beberapa kebijakan yang disebut lockdown yang bisa diterapkan secara luas atau bertahap, dan terbatas dalam menoleransi beberapa aktivitas penting masyarakat, seperti belanja kebutuhan pokok.Â
Masyarakat khawatir kebijakan semi-isolasi penguncian dapat mempengaruhi implementasi regionalisme oleh ASEAN, yang menyatakan dirinya sebagai komunitas regional.
Para pemimpin negara-negara ASEAN memutuskan untuk membentuk dana regional untuk menangani pandemi COVID-19. Pembentukan dana darurat telah memastikan pasokan bahan baku dan peralatan di kawasan ASEAN. Pendanaan berasal dari realokasi dana yang tersedia dan dana yang ada. Dukungan dari ASEAN dan mitra ASEAN tingkat ketiga (ASEAN Plus Three) berkontribusi pada pendanaan ini. Pembiayaan ini juga disertai dengan komitmen untuk menghindari pengeluaran dana yang tidak perlu untuk pengangkutan barang, terutama bahan-bahan strategis untuk memerangi COVID19, seperti perawatan kesehatan dasar, makanan, dan perbekalan (Deklarasi ASEAN 2020). COVID-19 juga tampaknya menjadi ancaman keamanan non-tradisional dan dampaknya tidak terbatas pada masalah kesehatan.Â
Terungkap juga bahwa setelah pecahnya epidemi, dilema keamanan baru muncul di kawasan selama periode pasca-Perang Dingin. Isu kedaulatan negara masih tetap ada dan tidak bisa dikatakan melemah, sehingga keberadaan dan peran diplomasi dalam mendorong pembentukan, perbaikan dan reorganisasi kerangka kerja sama ASEAN tetap sangat penting.
Setelah KTT ASEAN, ASEAN dapat menindaklanjuti empat hal. Pertama, epidemi menyebar dengan cepat di seluruh kawasan ASEAN dan di satu sisi merupakan wujud nyata dari konektivitas ASEAN sebagai suatu kawasan. Tidak hanya konektivitas komoditas, tetapi juga konektivitas masyarakat melalui destinasi seperti pekerjaan, transportasi, pendidikan, dan pariwisata. Untuk itu, negara-negara ASEAN harus menekankan transparansi dalam pemantauan perdagangan penduduk di antara anggotanya, terutama di antara negara-negara dengan tingkat mobilitas penduduk yang tinggi. Misalnya, jika seorang warga negara Malaysia di Indonesia terbukti positif COVID-19, yang bersangkutan tidak boleh kembali ke Malaysia terlebih dahulu, tetapi akan menjalani perawatan di Indonesia hingga dinyatakan aman untuk kembali bepergian. Seperti yang kita ketahui bersama, kasus terkonfirmasi
pertama di Indonesia bermula saat pasien tersebut melakukan kontak dengan rekannya dari Malaysia yang diketahui terinfeksi setelah kembali ke Malaysia.