Kaum Perempuan "Tak Berdaya" Dalam Pemilu 2024
Dalam perpolitikan terkini, adakah peran yang signifikan dari kalangan perempuan Indonesia dalam pemilu 2024 ini?Â
Secara kuantitas, kaum perempuan merupakan lumbung suara yang jumlahnya luar biasa. Setiap politisi baik yang akan bertarung di eksekutif maupun legislatif harus mampu menaklukkan hati dan suara perempuan guna menuju singgasana kekuasaan politiknya.Â
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaporkan, daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu 2024 sebanyak 204,81 juta jiwa. Jumlah itu terdiri dari 102,58 juta pemilih perempuan dan 102,21 juta pemilih laki-laki.Â
Menurut wilayahnya, pemilih perempuan paling banyak berasal dari Jawa Barat, yakni 17,75 juta jiwa. Posisinya diikuti oleh pemilih perempuan di Jawa Timur dan Jawa Tengah yang masing-masing sebanyak 15,9 juta jiwa dan 14,17 juta jiwa (DataIndonesia.id, 2024).Â
Berdasarkan data tersebut, pemilih perempuan memiliki posisi yang sangat strategis untuk menentukan kemenangan seorang calon pemimpin di eksekutif dan legislatif.
Peran kaum perempuan dalam pemilu 2024 tidak ubahnya sebagai penyumbang suara selain kalangan milenial, artinya kaum perempuan hanya dijadikan sebagai "objek politik" para politisi dan partai politik.Â
Sudah saatnya kaum perempuan Indonesia menjadi pemeran utama atau subyek penentu dalam perpolitikan di Indonesia ke depan. Hal yang lebih memprihatinkan juga bahwa kaum perempuan dalam menyalurkan pilihan politiknya pada pemulu 2024 kemarin lebih suka untuk memilih calon pemimpin dari kalangan lak-laki, artinya bahwa para pemilih perempuan belum "pede" (percaya diri) untuk memberikan kepercayaan kepada calon pemimpin dari kalangan perempuan sendiri.Â
Hal Ini juga dibuktikan ketika kuota 30 persen untuk kandidat perempuan di legislatif, ternyata hanya mencapai 10 persen dikarenakan perempuan lebih suka memilih laki-laki dari pada kandidat perempuan.Â
Secara qodrati dan dari perspektif sosio kultural masyarakat Indonesia bahwa secara politik kaum perempuan masih belum mampu keluar dari "tirani kultural" tersebut dan tetap saja lebih happy dipimpin dan dikuasai oleh kaum laki -- laki. Di bidang ekonomi kondisinya lebih tragis lagi, dimana kaum perempuan hanya dijadikan "alat produksi" yang hanya mengeksplor kecantikan dan kemolekan tubuhnya untuk mendapatkan keuntungan sebesar -- besarnya.
Secara historis sosiologis masyarakat Indonesia pada umumnya menganut sistem patrilineal. Menurut Lilik Mulyadi, patrilineal adalah sistem kekerabatan yang bertumpu pada garis keturunan laki-laki (bapak) (Kompas.com, 2022).Â