Selanjutnya dalam kasus ini berlaku hukum ekonomi, dengan adanya peluang yang besar dengan adanya program kampus merdeka tersebut memicu permintaan yang tinggi dari beberapa perguruan tinggi, maka hal tersebut dijadikan sebagai "pasar yang empuk" bagi agen-agen atau penyalur yang nakal untuk memperdaya beberapa perguruan tinggi yang untuk mengikuti program ferienjob ini.
Hal yang justru sangat memprihatinkan adalah kekurangjelian perguruan tinggi di dalam mencermati program ferienjob ini. Hal yang sangat prinsip di dalam melihat program ferienjob ini adalah keterkaitan dengan muatan akademik yang ada dalam program tersebut.
Ditilik dari praktik kerjanya, jelas bahwa praktik kerjanya sama sekali tidak bermuatan akademik sehingga sangatlah tidak rasional kegiatan tersebut dapat dikonversi dengan 20 SKS setara dengan kegiatan satu semester. Program ferienjob ini lebih cocok diikuti oleh mahasiswa yang belajar di negara Jerman dan sekitarnya, dimana mahasiswanya membutuhkan uang tambahan guna memenuhi kebutuhan hidupnya selama belajar di negara tersebut dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan kegiatan akademik.
Sebagai penutup dalam tulisan ini, setidaknya ada beberapa hal yang dapat disarankan.
Pertama, Kemendikbudristek perlu membuat rambu-rambu teknis magang terutama magang internasional yang di dalamnya berisi tentang jenis kegiatan magang yang diperbolehkan serta perusahaan tempat magang yang dipersyaratkan dalam kegiatan magang internasional tersebut.
Kedua, bagi pihak perguruan tinggi perlu ada kejelian yang sangat tinggi menilai kelayakan agen dan perusahaan penyedia tenaga kerja bagi mahasiswa yang memang memiliki korelasi dengan kegiatan akademik dengan menilai terlebih dahulu CPL (capaian pembelajaran) yang akan didapat oleh anak didik mahasiswanya setelah mengikuti kegiatan magang tersebut.
Hal yang terpenting lainnya adalah setiap perguruan tinggi yang mengirimkan mahasiswanya dalam kegiatan magang internasional harus memastikan keamanan setiap mahasiswanya dengan mengontrol, memonitor, serta melakukan evaluasi secara berkala kegiatan mahasiswanya di luar negeri tersebut sehingga kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan utamanya dan tidak menimbulkan masalah nasional yang mengarah kepada tindakan criminal seperti TPPO tersebut.
*Penulis adalah Dosen FISIP Untirta & Pemerhati Masalah Sosial Pemerintahan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H