Mohon tunggu...
AGUS MAWAR
AGUS MAWAR Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Penulis Pemula

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ahlu Ra'yi: Melawan Pemikiran Sempit dan Ekstrimisme

23 Juli 2024   09:57 Diperbarui: 23 Juli 2024   10:07 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agus. Sumber: pexel

Ekstremisme, baik dalam konteks agama maupun ideologi, telah menjadi ancaman yang semakin nyata dalam masyarakat kontemporer. Ekstremisme agama, khususnya, telah menodai kesucian dan kemurnian ajaran agama dengan aksi-aksi kekerasan yang mengatasnamakan Tuhan. [1] Akibatnya, agama kerap kali dianggap sebagai biang keladi konflik dan kekerasan, padahal semua agama mengajarkan nilai-nilai luhur tentang kemanusiaan, cinta kasih, dan perdamaian.

 

Dampak ekstremisme agama sangatlah destruktif. Tidak hanya menyebabkan perpecahan dan konflik di antara umat beragama, tetapi juga merusak tatanan sosial, menghambat kemajuan, dan mengancam perdamaian global.[2] Dalam beberapa dekade terakhir, dunia telah menyaksikan bagaimana ekstremisme agama telah menjadi pemicu berbagai aksi terorisme yang memakan banyak korban jiwa.

 

Menghadapi ancaman ekstremisme agama, penting bagi kita untuk kembali menggali nilai-nilai dan prinsip-prinsip agama yang sebenarnya. Islam, misalnya, sebagai agama yang rahmatan lil 'alamin, mengajarkan tentang pentingnya toleransi, moderasi, dan penghargaan terhadap perbedaan.[3] Konsep Ahlu Ra'yi, yang menekankan penggunaan akal sehat dan ijtihad dalam memahami ajaran agama, dapat menjadi pendekatan alternatif dalam melawan pemikiran sempit dan ekstremisme. Ahlu Ra'yi mengajak kita untuk berfikir secara kritis, terbuka terhadap perbedaan pendapat, dan mengutamakan kemaslahatan umum dalam setiap tindakan.

 

Definisi dan Sejarah

 

Ahlu Ra'yi secara harfiah berarti "orang-orang yang berpendapat". Istilah ini merujuk pada aliran atau kelompok ulama dalam sejarah pemikiran hukum Islam yang menekankan penggunaan akal (ra'yu) dan ijtihad (penalaran independen) dalam memahami dan menafsirkan sumber-sumber hukum Islam, terutama Al-Qur'an dan hadis. Dalam perkembangan sejarah fikih, Ahlu Ra'yi sering dikaitkan dengan mazhab Hanafi, yang didirikan oleh Imam Abu Hanifah (80-150 H). [4]

 

Ahlu Ra'yi muncul sebagai respons terhadap kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan hukum yang tidak secara eksplisit diatur dalam Al-Qur'an dan hadis. Pada masa awal perkembangan Islam, wilayah kekuasaan Islam meluas pesat, sehingga muncul berbagai masalah dan situasi baru yang memerlukan solusi hukum. Dalam menghadapi tantangan ini, Ahlu Ra'yi menggunakan akal dan penalaran untuk menghasilkan hukum yang relevan dengan perkembangan zaman.

 

  • Prinsip-prinsip Utama Ahlu Ra'yi

 

  1. Kebebasan berpikir dan berpendapat (Ijtihad): Ahlu Ra'yi sangat menjunjung tinggi prinsip ijtihad, yaitu kebebasan berpikir dan berpendapat dalam mencari solusi hukum yang tidak terdapat dalam nash (teks) secara eksplisit. Ijtihad dianggap sebagai sarana penting dalam mengembangkan hukum Islam agar relevan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
  2.  
  3. Penggunaan akal (ra'yu) dalam memahami teks agama: Ahlu Ra'yi menggunakan akal (ra'yu) sebagai alat bantu dalam memahami dan menafsirkan teks-teks agama, terutama dalam kasus-kasus yang tidak memiliki dalil yang jelas. Mereka berpendapat bahwa akal memiliki peran penting dalam memahami maksud dan tujuan di balik teks-teks agama.
  4.  
  5. Menghargai perbedaan pendapat: Ahlu Ra'yi mengakui dan menghargai adanya perbedaan pendapat di antara para ulama dalam masalah-masalah hukum. Mereka berpendapat bahwa perbedaan pendapat adalah rahmat dan merupakan hasil dari ijtihad yang dilakukan oleh para ulama yang memiliki kapasitas dan pemahaman yang berbeda-beda.[5]
  6.  
  7. Mengutamakan kemaslahatan umum (maslahah): Dalam menetapkan hukum, Ahlu Ra'yi mempertimbangkan kemaslahatan umum (maslahah) sebagai salah satu prinsip penting. Mereka berusaha mencari solusi hukum yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan menghindari kemudaratan.[6]

 

Prinsip-prinsip ini menjadi landasan bagi Ahlu Ra'yi dalam mengembangkan metodologi dan pendekatan mereka dalam memahami dan menerapkan hukum Islam.

 

Tantangan Modern

 

Dalam dunia modern yang terus berkembang, Ahlu Ra'yi menghadapi sejumlah tantangan yang membutuhkan perhatian dan solusi yang tepat. Salah satu tantangan utama adalah menghadapi interpretasi agama yang kaku dan literal. Di tengah arus informasi yang deras dan beragam, muncul kecenderungan sebagian kelompok untuk memahami ajaran agama secara kaku dan tekstual, mengabaikan konteks dan perkembangan zaman. Interpretasi semacam ini dapat menghambat kemajuan pemikiran dan mengakibatkan stagnasi dalam pemahaman agama.

 

Tantangan lain yang tak kalah pentingnya adalah menangkal radikalisme dan ekstremisme. Pemikiran ekstrem dan radikal yang mengatasnamakan agama dapat menimbulkan konflik, kekerasan, dan mengancam perdamaian sosial.[7] Ahlu Ra'yi memiliki peran penting dalam melawan paham-paham tersebut dengan menawarkan pendekatan yang lebih moderat, toleran, dan berbasis pada nilai-nilai kemanusiaan universal.

 

Selain itu, Ahlu Ra'yi juga berperan dalam mempromosikan dialog antaragama dan toleransi. Dalam masyarakat yang semakin plural dan multikultural, penting untuk membangun jembatan pemahaman dan kerjasama antarumat beragama.[8] Ahlu Ra'yi dapat menjadi agen perdamaian dengan mendorong dialog yang konstruktif, saling menghormati, dan menghargai perbedaan.

 

Relevansi Ahlu Ra'yi

 

Dalam menghadapi tantangan-tantangan kontemporer tersebut, Ahlu Ra'yi tetap relevan dan menawarkan solusi yang berarti. Pendekatan Ahlu Ra'yi yang lebih fleksibel dan inklusif dapat mengakomodasi perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang terus berubah. Dengan menekankan penggunaan akal dan ijtihad, Ahlu Ra'yi mendorong pemikiran kritis dan inovatif dalam memahami agama.[9]

 

Selain itu, Ahlu Ra'yi juga mampu memberikan solusi terhadap masalah sosial dan politik yang kompleks. Dengan mempertimbangkan kemaslahatan umum dan mendorong dialog yang konstruktif, Ahlu Ra'yi dapat berperan dalam mencari jalan keluar bagi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat modern.

 

Dalam kesimpulannya, relevansi Ahlu Ra'yi dalam konteks kontemporer tidak dapat diabaikan. Dengan menghadapi tantangan modern, menawarkan pendekatan yang lebih fleksibel, dan memberikan solusi terhadap masalah-masalah kompleks, Ahlu Ra'yi terus berperan penting dalam menjaga kedinamisan dan relevansi ajaran Islam di tengah masyarakat yang terus berkembang.

 

Implementasi Ahlu Ra'yi

 

Dalam Pendidikan

 

Ahlu Ra'yi dapat diimplementasikan dalam pendidikan dengan beberapa cara. Pertama, dengan mengajarkan nilai-nilai toleransi dan keterbukaan sejak dini. Pendidikan harus menjadi wadah untuk menanamkan sikap saling menghargai perbedaan, baik dalam hal agama, budaya, maupun pendapat. Hal ini dapat dilakukan melalui pembelajaran yang inklusif, mendorong dialog terbuka, dan menghargai beragam perspektif.

 

Kedua, pengembangan kurikulum yang mendorong pemikiran kritis juga merupakan implementasi penting dari Ahlu Ra'yi. Kurikulum pendidikan seharusnya tidak hanya berfokus pada transfer pengetahuan, tetapi juga melatih siswa untuk berpikir analitis, kritis, dan mandiri dalam memahami dan menginterpretasi ajaran agama.

 

Ketiga, mendorong diskusi terbuka tentang isu-isu agama dan sosial dapat menjadi sarana untuk memperkuat pemahaman agama yang komprehensif dan kontekstual Diskusi terbuka memungkinkan siswa untuk bertukar pikiran, mempertanyakan asumsi-asumsi yang ada, dan mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang isu-isu yang relevan dengan kehidupan mereka.[10]

 

Dalam Masyarakat

 

Dalam masyarakat, Ahlu Ra'yi dapat diimplementasikan melalui pembangunan platform dialog antaragama dan budaya.[11] Dialog semacam ini dapat menjadi wadah untuk mempertemukan berbagai kelompok masyarakat, membangun saling pengertian, dan mengurangi potensi konflik yang disebabkan oleh perbedaan agama dan budaya.

 

Selain itu, mempromosikan literasi media dan informasi yang kritis juga merupakan langkah penting. Di era digital ini, masyarakat dihadapkan pada banjir informasi yang tidak selalu akurat dan dapat menyesatkan. Ahlu Ra'yi mendorong masyarakat untuk berpikir kritis dalam menyaring informasi, membedakan fakta dari opini, dan menghindari pengaruh informasi yang menyesatkan.

 

Memberdayakan kelompok moderat dan inklusif juga menjadi bagian dari implementasi Ahlu Ra'yi dalam masyarakat. Dengan mendukung kelompok-kelompok yang menjunjung tinggi nilai-nilai moderasi, toleransi, dan inklusivitas, masyarakat dapat menjadi lebih harmonis dan terhindar dari pengaruh kelompok-kelompok ekstrem.

 

Dalam Kebijakan Publik

 

Dalam kebijakan publik, Ahlu Ra'yi dapat diimplementasikan dengan mengembangkan undang-undang yang melindungi kebebasan beragama dan berekspresi. Negara harus menjamin hak setiap warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing, serta bebas berekspresi tanpa rasa takut dan terintimidasi.

 

Selain itu, mendukung inisiatif perdamaian dan rekonsiliasi juga sejalan dengan prinsip-prinsip Ahlu Ra'yi. Negara harus aktif dalam mencari solusi damai bagi konflik-konflik yang ada, baik di tingkat nasional maupun internasional. Rekonsiliasi antara kelompok yang berkonflik dapat menjadi langkah penting dalam membangun perdamaian yang berkelanjutan.

 

Terakhir, mengatasi akar masalah sosial yang dapat memicu ekstremisme juga menjadi bagian penting dari implementasi Ahlu Ra'yi dalam kebijakan publik. Masalah-masalah seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan diskriminasi dapat menjadi pemicu bagi munculnya radikalisme dan ekstremisme. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengatasi masalah-masalah tersebut dengan kebijakan yang adil dan merata.[12]

 

DAFTAR RUJUKAN:

[1] Azwar Sani, Radikalisme dan Ekstrimisme dalam Pemikiran Sayyid Qutb: Tinjauan Kritis atas Tafsir Fi-Zilalil Qur'an. Jurnal Al-Misykah, Vol.IV, No.2, Tahun 2023, h.43

[1] Burhanuddin Amak &Triyo Supratno, Memutus Mata Rantai Ekstrimisme Agama. (Malang:UIN Maliki Pres), 2018, h.23

[1] Dede Rodin, Islam dan Radikalisme: Telaah Atas Ayat-Ayat Kekerasan dalam al-Qur'an. Jurnal: Addin, Vol.X, No.1, Februari 2016, h.32

[1] Eril dkk, Meode Ahli Ra'yi dan Ahlu Hadis dalam Menentukan Hukum. Journal: Business And Notary, Vol. I, No.3 Tahun 2023, h.40

[1] Aco Bugman T, Ahlu Ra'yi wa Ahlu Riwayah: Suatu Kajin Fiqhi. Jurnal J-Alif, Vol. II, No.2 Nopember 2021. h.187

[1] Eril dkk, Meode Ahli Ra'yi dan Ahlu Hadis dalam Menentukan Hukum. Journal: Business And Notary, Vol. I, No.3 Tahun 2023, h.40

[1] Azwar Sani, Radikalisme dan Ekstrimisme dalam Pemikiran Sayyid Qutb: Tinjauan Kritis atas Tafsir Fi-Zilalil Qur'an. Jurnal Al-Misykah, Vol.IV, No.2, Tahun 2023, h.43

[1] Burhanuddin Amak &Triyo Supratno, Memutus Mata Rantai Ekstrimisme Agama. (Malang:UIN Maliki Pres), 2018, h.23

[1] Eril dkk, Meode Ahli Ra'yi dan Ahlu Hadis dalam Menentukan Hukum. Journal: Business And Notary, Vol. I, No.3 Tahun 2023, h.40

[1] Aco Bugman T, Ahlu Ra'yi wa Ahlu Riwayah: Suatu Kajin Fiqhi. Jurnal J-Alif, Vol. II, No.2 Nopember 2021. h.187

[1] Burhanuddin Amak &Triyo Supratno, Memutus Mata Rantai Ekstrimisme Agama. (Malang:UIN Maliki Pres), 2018, h.23

[1] Burhanuddin Amak &Triyo Supratno, Memutus Mata Rantai Ekstrimisme Agama. (Malang:UIN Maliki Pres), 2018, h.23

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun