Mohon tunggu...
Agus Puguh Santosa
Agus Puguh Santosa Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menulis adalah jalan mengenal sesama dan semesta.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hujannya Diobok-obok, Airnya Disemprot-semprot

5 Januari 2021   12:42 Diperbarui: 5 Januari 2021   12:50 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bencana Banjir yang Melanda Salah Satu Wilayah di Kalimantan Selatan (Sumber foto: apahabar.com)

"Diobok-obok airnya diobok-obok

ada ikannya kecil-kecil pada mabok

Disemprot-semprot airnya disemprot-semprot

kena mukaku aku jadi mandi lagi,

dingin-dingin dimandiin nanti masuk angin."

Masih ingat dengan penggalan lagu di atas? Lagu berjudul "Air" yang pernah dipopulerkan oleh artis cilik Joshua Suherman tersebut pertama kali dirilis pada tahun 1999. Lagu ciptaan Papa T. Bob itu dikemudian hari malah lebih dikenal dengan judul "Diobok-Obok" daripada judul aslinya.

Tentu kita mengalami saat-saat dimana di awal tahun 2021 lalu suasana di sekitar kita diguyur hujan yang tiba-tiba hadir tak diundang! Fenomena ini jika dilukiskan mungkin senada dengan syair lagu berjudul "Air" di atas.

Konon, hujan yang mengawali tahun baru selalu diidentikkan dengan rejeki nomplok yang akan mengalir di sepanjang tahun. Barangkali tidak semua orang memegang keyakinan ini, namun saya pribadi sangat meyakini kebenarannya!

Biasanya keyakinan ini dipegang oleh saudara-saudari kita yang merayakan Tahun Baru Imlek di setiap tahunnya. Perayaan Tahun Baru Imlek selalu diawali pada hari pertama bulan pertama pada kalender Tionghoa yang baru berakhir saat Hari Raya Cap Go Meh tiba pada tanggal ke-15. Ucapan "Gongxi facai" yang bermakna "Selamat dan semoga banyak rejeki" selalu disampaikan kepada saudara dan handai taulan yang dijumpai.

Berkaitan dengan turunnya hujan sebelum Imlek, ada legenda yang melatarbelakanginya. Seperti dirilis JawaPos.com, dahulu kala menjelang Imlek, biasanya Dewi Kwan Im sedang menanam bunga Meihua. Hal itulah yang menyebabkan hujan turun untuk menyirami bunga-bunga tersebut akan bermekaran saat Imlek tiba. Imlek juga menjadi simbol perubahan musim semi sebagai gambaran tepat untuk merayakan momen tahun baru dengan penuh sukacita.

Hujan dapat menjadi rahmat, namun hujan bisa mendatangkan bencana bagi manusia. Seperti diberitakan oleh Tribunbanjar.com, di awal 2021 terdapat 13 titik di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan yang dilanda Banjir mulai Jumat, 1/01/2021. Hal tersebut disebabkan oleh curah hujan yang tinggi selama bulan Januari 2021 yang mengakibatkan naiknya debit air di sepanjang Sungai Martapura.

Dapur Umum sempat dibuka di Desa Teluk Selong, namun kini sudah ditutup karena air banjir sudah surut dan mengering. Meski begitu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjar tetap meminta masyarakat untuk tetap waspada dan berhati-hati.

Sesuai dengan press release yang diterbitkan BMKG Klimatologi Banjarbaru melalui situs kalsel.bmkg.go.id, prakiraan puncak musim hujan 2020/2021 di Kalimantan Selatan umumnya pada bulan Desember 2020 terjadi di bagian utara, pada Januari 2021 meliputi bagian Selatan dan pada Juni 2021 terjadi di bagian timur.

Untuk itu BMKG juga mengimbau masyarakat Kalimantan Selatan agar selalu memonitor informasi terkini dari BMKG. Masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaannya sekaligus melakukan penyiapan lebih dini dan optimal untuk upaya mitigasi menghadapi dampak musim hujan yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Bahkan menurut BMKG Pusat, banjir kemungkinan bisa terjadi pada Januari hingga Maret 2021, yang ditandai dengan peningkatan curah hujan, seperti diberitakan merdeka.com pada 25/12/2020 lalu.

Untuk wilayah Kalimantan Selatan saat ini sedang berada pada kondisi La Nina Moderat. Menurut Wikipedia.org, fenomena La Nina merupakan merupakan kebalikan dari fenomena El Nino. Fenomena La Nina sendiri biasanya berlangsung selama 5 bulan. Fenomena ini mempunyai dampak yang sangat besar terhadap cuaca bahkan iklim di sebagian besar wilayah dunia, terutama di wilayah Amerika Utara, bahkan berdampak pada pola musim terjadinya Badai Atlantik dan Badai Pasifik.

La Nina merupakan pola cuaca yang rumit dan sifatnya kompleks dan terjadi beberapa tahun sekali. Fenomena ini berlangsung sebagai akibat dari variasi suhu muka laut di wilayah Samudera Pasifik yang berada dekat atau di Garis Khatulistiwa. Fenomena ini menyebabkan musim penghujan yang lebih panjang atau musim kemarau yang basah, yang menyebabkan terjadinya bencana hidrometerologi yang menempatkan wilayah di Indonesia rawan terkena dampaknya.

Sistem drainase kota yang baik menjadi salah satu solusi yang dapat diberikan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah kota/kabupaten terhadap warganya. Kegiatan pembersihan saluran sungai dari tumpukan sampah dan kotoran limbah juga harus menjadi perhatian bersama. Di sini peran serta masyarakat diperlukan untuk menjaga kebersihan sungai di wilayahnya masing-masing.

Selain itu, penanaman pohon, semak, dan rumput dapat membantu kegiatan pencegahan banjir untuk jangka panjang. Keberadaan tanaman dapat membantu penyerapan air sekaligus melindungi tanah dari erosi.

Terjadinya banjir di Kalimantan Selatan kemungkinan disebabkan oleh adanya sungai-sungai yang belum dinormalisasi, sehingga akhirnya sungai-sungai dimaksud menjadi dangkal dan mempunyai kemampuan minimal untuk menampung curah hujan yang tinggi.

Selain itu, sektor pertambangan dan pembukaan lahan perkebunan sawit juga menjadi salah satu penyebab munculnya bencana banjir di wilayah Kalimantan Selatan. Adanya pembukaan lahan untuk kepentingan perkebunan dan pertambangan sangat berpengaruh terhadap ekosistem, terutama untuk daerah resapan air. Sehingga pada saat curah hujan naik, air yang jatuh akan langsung meluncur dan tidak meresap lagi ke dalam tanah.

Dari laporan Walhi Kalsel yang diulas dalam reportase apahabar.com (3/01/2020), pada awal 2020 silam, terdapat 814 lubang milik 157 perusahaan tambang batubara. Sebagian lubang kala itu masih berstatus aktif, dan sebagian lagi sudah ditinggalkan tanpa dilakukan reklamasi. Di awal 2020, sejumlah wilayah di Kalimantan Selatan, diantaranya Banjarbaru, Kabupaten Banjar, dan Tapin tergenang air. 

Menurut Kisworo Dwi Cahyo (Direktur Eksekutif Walhi Kalsel), selain disebabkan oleh cuaca ekstrem, banjir tak dapat dilepaskan dari degradasi lingkungan. Dari 3,7 juta hektar total luas lahan di Kalsel, nyaris 50% diantaranya sudah dikuasai oleh perizinan pertambangan dan kelapa sawit.

Kabar baik berembus, karena Pemerintah Pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengambil alih semua izin pertambangan dari tangan pemerintah provinsi per 11 Desember 2020 lalu. Hal tersebut menindaklanjuti diterbitkannya Undang-Undang Minerba yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 10 Juni 2020 lalu, seperti diberitakan kontan.co.id.

Dengan adanya kebijakan tersebut harapannya pengelolaan pertambangan di daerah-daerah dapat dilakukan secara bijaksana dan berkeadilan. Jangan sampai di masa mendatang, pengelolaan pertambangan justru akan menyebabkan bencana bagi masyarakat luas, salah satunya bencana banjir yang kerap kali menghampiri.

Oiya, karena sedang musim hujan, maka saya selalu menyiapkan jas hujan di bawah jok motor kesayangan. Ini menjadi life hack ala saya, dijamin aktivitas kita tak terganggu walau hujan turun melulu! Menerjang hujan, siapa takut?!

Banjar, 5 Januari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun