Hujan dapat menjadi rahmat, namun hujan bisa mendatangkan bencana bagi manusia. Seperti diberitakan oleh Tribunbanjar.com, di awal 2021 terdapat 13 titik di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan yang dilanda Banjir mulai Jumat, 1/01/2021. Hal tersebut disebabkan oleh curah hujan yang tinggi selama bulan Januari 2021 yang mengakibatkan naiknya debit air di sepanjang Sungai Martapura.
Dapur Umum sempat dibuka di Desa Teluk Selong, namun kini sudah ditutup karena air banjir sudah surut dan mengering. Meski begitu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjar tetap meminta masyarakat untuk tetap waspada dan berhati-hati.
Sesuai dengan press release yang diterbitkan BMKG Klimatologi Banjarbaru melalui situs kalsel.bmkg.go.id, prakiraan puncak musim hujan 2020/2021 di Kalimantan Selatan umumnya pada bulan Desember 2020 terjadi di bagian utara, pada Januari 2021 meliputi bagian Selatan dan pada Juni 2021 terjadi di bagian timur.
Untuk itu BMKG juga mengimbau masyarakat Kalimantan Selatan agar selalu memonitor informasi terkini dari BMKG. Masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaannya sekaligus melakukan penyiapan lebih dini dan optimal untuk upaya mitigasi menghadapi dampak musim hujan yang bisa terjadi sewaktu-waktu. Bahkan menurut BMKG Pusat, banjir kemungkinan bisa terjadi pada Januari hingga Maret 2021, yang ditandai dengan peningkatan curah hujan, seperti diberitakan merdeka.com pada 25/12/2020 lalu.
Untuk wilayah Kalimantan Selatan saat ini sedang berada pada kondisi La Nina Moderat. Menurut Wikipedia.org, fenomena La Nina merupakan merupakan kebalikan dari fenomena El Nino. Fenomena La Nina sendiri biasanya berlangsung selama 5 bulan. Fenomena ini mempunyai dampak yang sangat besar terhadap cuaca bahkan iklim di sebagian besar wilayah dunia, terutama di wilayah Amerika Utara, bahkan berdampak pada pola musim terjadinya Badai Atlantik dan Badai Pasifik.
La Nina merupakan pola cuaca yang rumit dan sifatnya kompleks dan terjadi beberapa tahun sekali. Fenomena ini berlangsung sebagai akibat dari variasi suhu muka laut di wilayah Samudera Pasifik yang berada dekat atau di Garis Khatulistiwa. Fenomena ini menyebabkan musim penghujan yang lebih panjang atau musim kemarau yang basah, yang menyebabkan terjadinya bencana hidrometerologi yang menempatkan wilayah di Indonesia rawan terkena dampaknya.
Sistem drainase kota yang baik menjadi salah satu solusi yang dapat diberikan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah kota/kabupaten terhadap warganya. Kegiatan pembersihan saluran sungai dari tumpukan sampah dan kotoran limbah juga harus menjadi perhatian bersama. Di sini peran serta masyarakat diperlukan untuk menjaga kebersihan sungai di wilayahnya masing-masing.
Selain itu, penanaman pohon, semak, dan rumput dapat membantu kegiatan pencegahan banjir untuk jangka panjang. Keberadaan tanaman dapat membantu penyerapan air sekaligus melindungi tanah dari erosi.
Terjadinya banjir di Kalimantan Selatan kemungkinan disebabkan oleh adanya sungai-sungai yang belum dinormalisasi, sehingga akhirnya sungai-sungai dimaksud menjadi dangkal dan mempunyai kemampuan minimal untuk menampung curah hujan yang tinggi.
Selain itu, sektor pertambangan dan pembukaan lahan perkebunan sawit juga menjadi salah satu penyebab munculnya bencana banjir di wilayah Kalimantan Selatan. Adanya pembukaan lahan untuk kepentingan perkebunan dan pertambangan sangat berpengaruh terhadap ekosistem, terutama untuk daerah resapan air. Sehingga pada saat curah hujan naik, air yang jatuh akan langsung meluncur dan tidak meresap lagi ke dalam tanah.
Dari laporan Walhi Kalsel yang diulas dalam reportase apahabar.com (3/01/2020), pada awal 2020 silam, terdapat 814 lubang milik 157 perusahaan tambang batubara. Sebagian lubang kala itu masih berstatus aktif, dan sebagian lagi sudah ditinggalkan tanpa dilakukan reklamasi. Di awal 2020, sejumlah wilayah di Kalimantan Selatan, diantaranya Banjarbaru, Kabupaten Banjar, dan Tapin tergenang air.Â