Menelusuri "Jejak Lokasi" Saranjana
Bagi masyarakat di Batulicin dan Kotabaru, kisah sebuah bukit kecil yang ada di Pulau Laut (Pulau Halimun), tentu tak asing lagi di telinga. Menurut cerita yang dikisahkan secara turun-temurun, bukit kecil tersebut diyakini sebagai gerbang kerajaan gaib terbesar di Kalimantan Selatan.
Jika ditilik secara etimologis, nama kota gaib ini konon diambil dari kata-kata dalam bahasa Mandar, yaitu: saran (sarang) dan jana (elang). Suku Mandar sendiri adalah salah satu suku yang berasal dari Sulawesi Barat dan sebagian Sulawesi Selatan. Selain bermukim di daerah asalnya, masyarakat dari suku ini juga dapat dijumpai di Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa, Sumatera, bahkan hingga ke daratan Malaysia.
Sumber lain menyebutkan, nama Saranjana berasal dari kata Sarandjana atau Serandjana yang tertulis dalam artikel naturalis Belanda. Kata ini memiliki kesamaan toponim dengan Sarangtiung. Toponim adalah bahasan ilmiah tentang nama tempat, asal-usul, arti, penggunaan, dan tipologinya.
Secara geografis, wilayah Saranjana dikatakan berada di sisi selatan Pulau Laut, sedangkan Pantai Sarangtiung ada di bagian utaranya. Tentu jika dikaji lebih jauh akan menimbulkan aneka persepsi dalam pikiran mereka-mereka yang mencoba menganalisanya.
Saat ini bukit yang dikenal dengan nama "Saranjana" itu secara geografis terletak dekat Desa Oka-Oka, yang mayoritas dihuni oleh para nelayan asli suku Mandar. Desa Oka-Oka masih merupakan wilayah Kecamatan Pulau Laut Kepulauan yang berlokasi sekitar 150 kilometer dari Kotabaru.
Menurut kisah yang dituturkan dari mulut ke mulut, di Kota Gaib Saranjana terdapat gedung-gedung pencakar langit, aneka kendaraan berlalu lalang di jalanan, perumahan mewah dan elit, toko-toko hingga kedai-kedai pun bisa dijumpai di sana.Â
Para penghuni Kota Saranjana juga dikenal memiliki wajah yang lebih tampan dan cantik dibanding penduduk di daerah sekitarnya. Penampilan mereka pun gagah dan menawan seperti layaknya para bangsawan atau keluarga kerajaan.
Kota Gaib Saranjana menurut Pieter Johannes Veth dalam kamus hasil karyanya yang diterbitkan di Amsterdam, Belanda, bertahun 1869 menyebutkan bahwa Saranjana merupakan sebuah tanjung di sisi sebelah selatan Pulau Laut.
Bila kita perhatikan pada Peta Kalimantan edisi terbaru, Pulau Laut berlokasi di sebelah tenggaranya. Dulu nama Saranjana tertulis di sebelah tenggara pulau ini pada "peta klasik wilayah pesisir dan pedalaman Borneo" karya Salomon Muller tahun 1845. Â Namun sayangnya, kita tidak akan pernah lagi menemukan nama kota gaib ini di peta Indonesia masa kini.
Sejak jaman kolonial, keangkeran Kota Saranjana sudah terkenal dimana-mana. Masyarakat meyakini orang-orang yang tiba-tiba pergi dan menghilang dipercaya telah berada di Kota Gaib Saranjana.