Mohon tunggu...
Agung Wredho
Agung Wredho Mohon Tunggu... karyawan swasta -

My goal become good citizens

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Partisipasi Atasi Krisis Air Bersih

15 Agustus 2015   17:00 Diperbarui: 15 Agustus 2015   17:00 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan kata lain, program WSLIC-2 menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat secara aktif. Program ini berusaha membalik paradigma top down menjadi bottom up.

Warga merespons program tersebut dengan membentuk lembaga masyarakat yang diberi nama Tenaga Kerja Masyarakat (TKM). Saat itu, Sayid dipilih menjadi ketua TKM melalui proses musyawarah mufakat yang melibatkan pemangku kepentingan desa, seperti kepala desa, tokoh masyarakat, dan warga.

Sejurus kemudian, Sayid bersama timnya menggerakkan warga untuk berpartisipasi dalam program. Tak dinyana, warga menyambut antusias. Mereka berkontribusi dengan nilai inkind (kerja bakti) sebesar 40 juta rupiah dan incash (sumbangan masyarakat) sebesar10 juta rupiah.

Dengan demikian, total investasi program WSLIC-2 yang berlangsung di desa Karangsuko sebesar 250 juta rupiah. Investasi tersebut digunakan membangun sarana air bersih di mata air Sumber Maron dengan menerapkan sistem perpipaan.

Air dari mata air dialirkan menuju tempat penampungan di daerah yang lebih tinggi menggunakan pompa listrik. Selanjutnya, air dialirkan melalui gravitasi ke konsumen.

Program WSLIC-2 tersebut mulai resmi beroprasi pada Maret 2006 dengan melayani 125 konsumen sambungan rumah di Desa Karangsuko. Setahun kemudian, layanan diperluas lagi ke desa tetangga Desa Sukosari dan Desa Godanglegi Kulon (Kecamatan Gondanglegi).

Pengembangan program juga tampak dari perubahan lembaga informal TKM menjadi organisasi berbadan hukum dengan bukti akte pendirian Badan Pengelola Sarana Air Bersih & Sanitasi (BPSAB&S) Sumber Maron Nomor AHU-0462AH 0201 pada 28 Januari 2010. Dengan dibentuknya BPSAB&S, terdapat struktur organisasi yang juga diatur masa kepengurusannya dan pengelolaan keuangan yang harus dilaporkan secara berkala kepada masyakarat.

Di tengah perkembangan program dan layanan, pengurus mengelukan permasalahan beban biaya operasional seiring kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL). Biaya listrik mencapai 67 persen dari total biaya total operasional per bulan. Sementara pelanggan keberatan jika tarif air dinaikan karena secara umum mereka berpendapatan rendah.

Sebagai contoh, tarif air yang berlaku bagi golongan rumah tangga 0-10 meter kubik sebesar 850 rupiah, 11-20 meter kubik 900 meter kubik, dan perhitungan seterusnya berdasarkan pemakaian. Sementara itu, biaya listrik per bulan antara 9-11 juta rupiah. Belum lagi, biaya untuk operasional serta membayar upah pekerja dan sebagainya.

“Meskipun belum pernah nombok, tapi beban biaya tersebut dalam jangka panjang bisa menyebabkan organisasi tidak bisa beroprasi,” ujar Sayid.

Keluhan tersebut sepertinya sampai hingga ke telinga para mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang kebetulan melakukan kegiatan Kuliah Kerja Nyata. Mereka menarwarkan solusi untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun