Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku tema-tema pengembangan potensi diri

Buku baru saya: GOD | Novel baru saya: DEWA RUCI | Menulis bagi saya merupakan perjalanan mengukir sejarah yang akan diwariskan tanpa pernah punah. Profil lengkap saya di http://ruangdiri.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ikhlas dan Terwujudnya Impian

26 Januari 2016   12:05 Diperbarui: 26 Januari 2016   12:59 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dari beberapa sumber dan ulasan yang saya copy paste di atas, tidak ada satupun yang menjelaskan bahwa Ikhlas berkaitan dengan terwujudnya impian.

Kalau saya cuplik dari kalimat diatas ini: “Dengan demikian makna ikhlas dalam ayat-ayat di atas adalah perintah untuk selalu mengesakan Allah dalam beragama, yakni dalam beribadah, berdo’a dan dalam perbuatan taat lainnya harus dikerjakan semata-mata karena Allah”.

Dalam hal ini makna Ikhlas kalau saya maknai secara universal adalah ajakan untuk selalu berada dalam ‘present time’ atau saat ini. Lebih dalam lagi, apabila Allah adalah segala sumber dari kesadaran dalam perbuatan dan tindakan, maka mengarahkan doa dan perbuatan lainnya yang dikerjakan semata-mata kerana Allah adalah ajakan untuk selalul terhubung dengan consciousness.

Artinya dalam kondisi Ikhlas, maka seseorang berada dalam kehidupan yang spontan. Apapun yang muncul bukan dari dirinya, bukan dari pikirannya. Namun muncul spontan dari Consciousness atau dalam bahasa agama dikatakan berasal dari Allah.

 
Lalu mengapa Ikhlas banyak dikaitkan dengan terwujudnya impian? Kalimat yang sering ditulis adalah: Semakin banyak melepaskan, maka akan semakin banyak menerima.

Bagi saya, melepaskan bukanlah ikhlas.

Anda dapat melepaskan sesuatu dengan tidak ikhlas, anda dapat banyak melepaskan sesuatu dengan tidak ikhlas.

Ketika dengan spontan anda melepaskan sesuatu, artinya tindakan melepaskan bukanlah dari logika anda, bukan dari pikiran anda, maka spontanitas melepaskan berasal dari consciousness, yang dalam bahasa agama sekali lagi dikatakan terhubung dengan Allah. Bahkan bukan saja saat melepaskan. Saat menerima juga dapat menjadi menerima dengan ikhlas. Ketika spontan anda menerima sesuatu, yaitu menerima bukan karena pertimbangan untung dan rugi, bukan pertimbangan logika anda, namun menerima secara spontan, maka spontanitas menerima berasal dari consciousness.

Ki Ageng Suryomentaram mengajak untuk berada dalam kondisi ikhlas ini dengan kalimat sederhana: saiki, neng kene, ngene, (sekarang, disini, seperti ini), inilah ‘present time’ ala Ki Ageng.

Ikhlas itu apa? Ikhlas itu adalah apabila anda dapat menjadikan kondisi saat ini. Entah anda melepaskan atau menerima, entah anda mengalami peristiwa apapun juga, saat anda mengalami hal-hal tersebut dan anda berada pada ‘present time’ maka anda dikatakan berada dalam kondisi ikhlas.

Saat berada dalam kondisi present time itulah anda tidak terpengaruh dengan masa lalu dan tidak khawatir dengan masa depan, saat present time anda terhubung dengan consciousness atau Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun