Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jumlah Menteri Korup Kabinet Jokowi Lampaui Era SBY

2 Oktober 2023   15:39 Diperbarui: 20 Oktober 2023   13:50 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ali Fikri, Jubir KPK, (Kompas.com, 30/09/2023):

"Di KPK ada SOP (standard operating procedure), dalam proses penyidikan itu pasti sudah ada yang ditetapkan jadi tersangka."

Mentan Syahrul menunggu status tersangka. Kantor dan rumah di Widya Chandra digeledah dalam rangka penyidikan KPK.  Kasus berkaitan dengan penyalahgunaan laporan Pertanggungjawaban (LPJ), suap, dan gratifikasi. Bukti pidana yang disita antara lain, sejumlah dokumen, uamg puluhan miliar, dan 12 senjata api.

Kasus tersebut jika sudah sampai vonis inkracht, akan menjadi poin penentu kemenangan Jokowi atas SBY dalam kategori jumlah menteri korup. Sangat mengecewakan tetapi itulah kenyataan.

Selama SBY berkuasa tercatat ada 5 menteri yang terciduk. Menkes Siti Fadillah, Menpora Andi Mallarangeng, Menag Suryadharma, Menpar Jero Wacik, dan Mensos Bachtiar Chamsyah. Ada 5.

Jokowi punya 6 menteri yang tersandung korupsi. Periode 1: Menpora Imam Nahrawi dan Mensos Idrus Marham. Periode 2: Mensos Juliari Batubara, Menteri Kelautan Edhy Prabowo, Menkominfo Johnny G Plate, dan Mentan Syahrul.

Jika ditambah dengan rumor Kemenpora yang terimbas kasus BTS 27 miliar maka atmosfir pembobolan itu kian menguat. Bagaimanapun isu tak nyaman itu membebani menteri yang bersangkutan. Semoga skor tidak bertambah  7-5 untuk menegaskan kemenangan petahana.

Tentu Jokowi tidak asal-asalan, tidak asal comot, tidak sambil merem, tidak ugal-ugalan, tidak main mata, tidak masa bodoh, tidak sembrono, dalam merekrut pembantunya.

Ada tahap pengumpulan data, rekam jejak. Ada proses tatap muka langsung untuk memastikan kesiapan setelah calon ditelepon. Periode pertama, Jokowi melibatkan KPK dalam menjaring calon. Hal itu tidak dilakukan oleh SBY.

Pengalaman presiden-presiden terdahulu juga bisa menjadi bahan rujukan agar ring 1 bebas hama watak mencuri.

Selain dari kasus-kasus rezim SBY, Jokowi bisa belajar dari era Megawati yang satu partai yang 3 pembantunya masuk bui. Menkes Sujudi, Mendagri Hari Sabarno, dan Menteri Kelautan Rokhmin Dahuri.

Tetapi komitmen Jokowi memberantas korupsi tampaknya kurang dilengkapi instrumen pembelajaran dalam hal cara pencegahan. Atau jangan-jangan seperti kartun Disney, tikus selalu jauh lebih cerdas dibanding kucing.

Ada apa dengan integritas kabinet Jokowi? Apakah persoalan korupsi itu bibitnya ada sejak awal ataukah muncul di tengah perjalanan?

Menilik profil para pelaku yang semuanya adalah kader partai (koalisi), kita bisa menduga bahwa ada sisi yang rawan pada aspek ini. Berkaitan dengan hal ini sejumlah hipotesa bisa diajukan.

Pertama, semuanya berjalan normal sampai pada satu titik di mana hasrat mencuri menteri muncul ketika ada kesempatan. Integritas yang sedari awal dijunjung tinggi lalu sirna serta merta.

Kedua, lingkungan parpol menekan sedemikian rupa sehingga kader menteri harus atau merasa harus menyediakan uang dalam jumlah di luar kesanggupannya (gaji).

Ketika mengerjakan target tugasnya otomatis menteri tak bisa nyambi. Tak bisa jadi Youtuber, dagang, jadi konsultan, atau main judi online. Yang ada adalah uang anggaran dan itu yang rawan dikutip dengan meminjam tangan pemenang proyek atau tender.

Uang itu mungkin akan digunakan sebagai logistik pemilu legislatif periode berikutnya. Pasca-menteri belum tentu menjabat lagi. Logika umum kader partai adalah jadi anggota DPR/DPRD, kalau tidak di pemerintahan.

Atau untuk keperluan-keperluan lain di mana menteri parpol relatif mengalami tekanan tertentu untuk mencuri anggaran dan itu tidak dialami oleh menteri profesional.

Kita tidak tahu apa yang telah riil Jokowi lakukan supaya anggaran tidak disikat anak buahnya sejak satu-dua kasus pertama terjadi. Apakah hanya mengandalkan KPK saja dan tak punya power untuk mengontrol menteri parpol, ataukah sudah mati-matian berusaha tetapi hasrat mengutil itu yang sudah sulit dikendalikan.

Lantas apa implikasi dari rekor korupsi kabinet yang baru pecah ini di masa mendatang?

Sebagai warga tentunya kita tidak menginginkan pencurian terus-menerus terjadi. Ganti presiden, ganti menteri, ganti program; korupsi seharusnya tidak semakin liar.

Harus ada catatan keras --salah satunya-- terhadap menteri parpol agar kasus-kasus pencurian berhenti atau setidaknya berkurang.

Pertama, jika belum, presiden harus menggunakan hak prerogatifnya untuk tidak tunduk pada tekanan parpol. Calon menteri bermasalah atau punya gelagat problematik harus langsung disikat sesaat sejak indikasi muncul. Jangan asal terima calon-calon yang diajukan parpol.

Kedua, menteri parpol yang korupsi seharusnya tidak diganti oleh kader parpol yang sama lagi. Jatah menteri parpol harusnya langsung dicoret begitu kader kirimannya terbukti gagal.

Sebagai contoh, ketika menteri kelautannya ditangkap maka jatah Gerindra habis. Nyatanya Sandiaga masuk. Begitu juga saat menteri sosial PDIP kena kasus, maka seharusnya bukan Tri Risma yang menggantikan.

Hal itu dilakukan agar parpol hanya mengirim orang-orang yang bermutu karena urusannya melibatkan anggaran bernilai puluhan hingga ratusan triliun. Figur yang maju mestinya kader jadi dan ketum parpol tidak membuat keputusan spekulatif. Kalau meragukan taruh saja di kursi wamen.

Opsi-opsi tadi tentulah hanya sebagian kecil dari komitmen antikorupsi capres yang kelak akan merekrut menteri. Tetapi selain langkah empirik, capres harus menularkan budaya malu mencuri, malu mengutil, malu menilep, malu disuap, dan yang semacamnya.

Budaya itu perlu pula ditularkan kepada keluarga dan kerabatnya. Kamu harus malu lo kalau bapakmu mencuri! Kamu harus malu lo kalau suamimu kena OTT! Kamu harus malu lo kalau pamanmu klepto!

Rasa-rasa malu yang seperti itu! Sejak masa awal penjajagan, semisal saat wawancara di istana.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun