Harus ada catatan keras --salah satunya-- terhadap menteri parpol agar kasus-kasus pencurian berhenti atau setidaknya berkurang.
Pertama, jika belum, presiden harus menggunakan hak prerogatifnya untuk tidak tunduk pada tekanan parpol. Calon menteri bermasalah atau punya gelagat problematik harus langsung disikat sesaat sejak indikasi muncul. Jangan asal terima calon-calon yang diajukan parpol.
Kedua, menteri parpol yang korupsi seharusnya tidak diganti oleh kader parpol yang sama lagi. Jatah menteri parpol harusnya langsung dicoret begitu kader kirimannya terbukti gagal.
Sebagai contoh, ketika menteri kelautannya ditangkap maka jatah Gerindra habis. Nyatanya Sandiaga masuk. Begitu juga saat menteri sosial PDIP kena kasus, maka seharusnya bukan Tri Risma yang menggantikan.
Hal itu dilakukan agar parpol hanya mengirim orang-orang yang bermutu karena urusannya melibatkan anggaran bernilai puluhan hingga ratusan triliun. Figur yang maju mestinya kader jadi dan ketum parpol tidak membuat keputusan spekulatif. Kalau meragukan taruh saja di kursi wamen.
Opsi-opsi tadi tentulah hanya sebagian kecil dari komitmen antikorupsi capres yang kelak akan merekrut menteri. Tetapi selain langkah empirik, capres harus menularkan budaya malu mencuri, malu mengutil, malu menilep, malu disuap, dan yang semacamnya.
Budaya itu perlu pula ditularkan kepada keluarga dan kerabatnya. Kamu harus malu lo kalau bapakmu mencuri! Kamu harus malu lo kalau suamimu kena OTT! Kamu harus malu lo kalau pamanmu klepto!
Rasa-rasa malu yang seperti itu! Sejak masa awal penjajagan, semisal saat wawancara di istana.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H