Benget, Kasubdit Karantina Kesehatan Kemenkes:
"Jika ada hasil pemeriksaan swab PCR positif maka akan dilakukan isolasi di faskes sampai sembuh. Untuk hasil PCR yang CT Value-nya kurang dari 30 akan dilakukan surveilan genom squencing di litbangkes untuk mendeteksi varian baru".
Imigrasi izinkan 117 warga India masuk Indonesia di tengah lonjakan kasus pandemi  Covid-19 di sana (kompas.com, 23/4/2021). Data tersebut kemudian up date menjadi 454 orang yang lewat bandara Soekarno-Hatta.Â
Tercatat rekor baru kasus harian yang mencapai 259.170 pada tanggal 20/4/2021. Kamis kemarin terjadi lonjakan lagi mencapai 314.835 kasus. Hal itu berarti India resmi  menumbangkan rekor dunia kasus harian yang Januari kemarin masih dipegang AS dengan 297.430 kasus. Jumlah kematian harian juga sangat tinggi hingga pemakaman dan krematorium kewalahan menanganinya.
Masuknya warga dari wilayah berisiko tinggi ini sungguh sangat disayangkan apalagi Indonesia sendiri masih menghadapi  naik turun pandemi yang belum mereda. Pemerintah akhirnya melarang kembali perjalanan mudik tahunan pada lebaran tahun ini.
Mungkinkah pandemi corona berlangsung hingga tahun depan? Mungkin sekali, malah bisa lebih!Â
Corona itu virus yang aktivitas hidupnya sama sekali tidak ada hubungan dengan agenda dan target-target keinginan manusia. Jadwal-jadwal seperti lebaran, pemulihan ekonomi, olimpiade, turnamen olahraga itu tak ada dalam perhitungan agenda kegiatan atau pertimbangan virus.Â
Meminjam teori polisi tentang munculnya kejahatan, reproduksi virus hanya tergantung pada adanya kesempatan karena niat sudah pasti ada. Pandemi itu tak kenal waktu manusia dan tak kenal belas kasihan. Selama ada kesempatan maka corona akan terus memperbanyak diri.Â
Dalam sejarah kita mengenal Plague of Justinian berlangsung selama 8 tahun (541-549 M). Jumlah korbannya  diduga mencapai 30-50 juta jiwa atau kira-kira setengah populasi dunia. Kemudian ada pula Black Death yang melanda Eropa tahun 1347, merenggut nyawa sekitar  200 juta jiwa dalam tempo empat tahun.
Â
Kasus global pandemi Covid-19 sendiri menurut  worldometers.info hingga hari ini sudah mencapai 145 juta kasus dan syukurlah sudah ada 123 juta pasien yang sembuh. Tetapi korban yang jatuh sudah 3 juta jiwa, dan belum ada tanda-tanda relaksasi.Â
Vaksinasi memang sudah mulai berjalan beberapa bulan belakangan. Ada belasan jenis vaksin yang saat ini sudah dan sedang dikembangkan.Â
Di Indonesia kita perlu bersyukur karena vaksin sudah ada meski masih terbatas. Beberapa jenis vaksin diimpor yaitu Sinovac, Sinopharm, Pfizer, AstraZeneca, dan Moderna. Selain itu kita juga mengembangkan sendiri vaksin Merah Putih, Anhui, terapi konvalesens, dan metode sel dendritik dokter Terawan.Â
Namun dengan segala  antisipasi itu, Indonesia masih jauh dari kata aman atau bebas pandemi. Ada beberapa faktor mengapa kewaspadaan harus menjadi naluri dan habit kita terkait protokol kesehatan.Â
Yang pertama, ketersediaan vaksin belum sepenuhnya terjamin. Pada saat lonjakan kasus di India terjadi, pasokan vaksin AstraZeneca ke Indonesia terkena imbasnya.Â
Menkeu Sri Mulyani (investor.id, 6/4/2021):Â
"India dalam situasi kenaikan jumlah Covid luar biasa, disebabkan mereka buat keputusan suplai vaksin Covid -19 di seluruh dunia disetop untuk digunakan di dalam negeri, meskipun itu belum atau tidak berhasil turunkan kasusnya."
Soal vaksin dan langkah-langkah pengendalian ini kita juga perlu belajar pada negara-negara lain. China, Jepang, dan Korea Selatan termasuk negara pertama yang mengalami serangan Covid-19. Saat ini posisi China sudah berada di urutan 95 dunia; Korea Selatan ranking 86; dan Jepang nomor 38.Â
Posisi Indonesia masih betah di kategori 20 besar dunia yaitu peringkat 18. Sementara 5 yang teratas yaitu berturut-turut Amerika Serikat, India, Brazil, Perancis, dan Rusia.Â
Persoalan kedua yaitu mutasi virus corona. Perubahan genetik virus bisa berakibat buruk karena  virus bisa lebih mematikan atau lebih resisten terhadap obat atau vaksin.Â
Masalah mutasi virus ini yang antara lain sedang dihadapi India. Varian virus corona B.1.617 disinyalir menjadi penyebab lonjakan kasus hingga ratusan ribu kasus per hari di sana.
Varian B1617 dikenal juga dengan corona mutan ganda karena mengandung dua mutasi yaitu L4525 dan E484Q. Mutasi yang pertama menyebabkan corona lebih mudah tersebar dan tahan terhadap antibodi. Mutasi kedua memudahkan virus mengikatkan diri pada sel tubuh dan menghindari kekebalan.Â
Pada saat ini sudah ada 16 negara, termasuk Singapura, yang sudah mendeteksi varian B1617 ini. Dengan masuknya ratusan WN India kemarin kita perlu waspada kemungkinan terburuk yang dapat menyebabkan langkah-langkah penanganan kita sia-sia.Â
India sendiri dalam soal disiplin agaknya tidak seketat China, Jepang, Korea Selatan. Menurut mahasiswa Indonesia yang kuliah di India, kalangan atas atau kasta tinggi di sana relatif abai terhadap prokes dan menganggap diri lebih kebal terhadap pandemi. Hal ini juga mengingatkan insiden serupa di mana tokoh masyarakat, pejabat, atau public figure kita melanggar aturan pembatasan dan kekarantinaan.Â
Jika kita setengah hati dalam menanggulangi pandemi maka bukan tak mungkin tahun depan Covid-19 masih membatasi gerak kita. Jika tahun depan mudik dilarang lagi maka syarat fenomena Bang Toyib sudah terpenuhi: tiga kali puasa dan tiga lebaran tak pulang-pulang.Â
Soal mudik mungkin bukan soal utama, tetapi korban jiwa tentu perlu mendapat perhatian utama. Setelah itu ada pula problem pendidikan dan pemulihan ekonomi yang tak kalah penting.
Oleh karena India saat ini menjadi zona penyebaran varian corona B1617 yang berbahaya, maka pintu masuk dari sana --dan negara lain yang berisiko-- harus ditutup dulu untuk sementara. Izin masuk yang dikeluarkan imigrasi untuk 117 warga India sangat disayangkan dan untuk itu perlu dipertanyakan. Varian B1617 ada kemungkinan bisa masuk seperti yang dikatakan oleh pejabat Kemenkes.***
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H