Meskipun saat ini Gerindra merupakan kawan sebiduknya secara de facto, tetapi PDIP seharusnya waspada. Teman adalah teman tetapi pemilu merupakan soal lain. Ancang-ancang duet Prabowo-Puan memang menjanjikan sebagai alternatif ideal yang mewakili kepentingan Gerindra-PDIP. Namun tikungan-tikungan tajam perlu diantisipasi terutama untuk menghadapi kemungkinan berikut ini.
Pertama, Prabowo maju pilpres tetapi tidak  bersama Puan Maharani. Tidak bersama Puan dalam hal ini berarti pula tidak bersama dengan kader PDIP yang lain seperti Ganjar Pranowo atau Risma. Dengan semakin cairnya keterikatan koalisi jelang pesta demokrasi nanti, tidak mustahil jika Prabowo memilih kandidat wapres di luar PDIP. Dalam Pilpres 2019 Prabowo memilih Sandiaga Uno dan meninggalkan AHY juga figur lain yang disodorkan koalisinya.
Keinginan mewujudkan Prabowo presiden memang kuat dan dengan begitu Gerindra harus membaca dinamika parpol besar di luar dominasi PDIP-Gerindra. Kekuatan mereka berdua memang  mencapai hampir 32%, tetapi itu berarti ada 68% suara yang saat ini dipegang parpol lain. Partai-partai tersebut selain Golkar yaitu Nasdem, PKB, PPP, PKS, Demokrat, dan PAN. Salah baca situasi akan menyebabkan impian Prabowo jadi presiden akan terkubur selamanya.
Yang kedua sebaliknya, PDIP perlu berhitung soal elektabilitas Prabowo sendiri. Saat ini memang Prabowo terfavorit dalam bursa capres. Namun dalam rentang waktu 3 tahun mendatang klasemen bisa berubah. Salah perhitungan dalam menggodok pasangan capres bisa berujung anjloknya keterpilihan.
Perubahan kecenderungan terjadi jika faktor kejenuhan menyebabkan elektabilitas Prabowo perlahan-lahan menurun atau stagnan. Sementara itu pada pihak lain potensi-potensi kompetitor seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, dan Risma, justru meningkat.
Jika elektabilitas kader sendiri melampaui Prabowo maka otomatis PDIP dapat menggunakan skenario Pilpres 2014. Plot duet Prabowo-Puan masuk kotak.
Pada perhelatan pesta demokrasi 2014 terbukti, PDIP rela mengorbankan peluang Megawati maju pilpres setelah elektabilitas Jokowi melesat.Â
Mempertimbangkan andai Ganjar atau Risma mengalami kondisi seperti Jokowi pada 2014, maka skenario Prabowo-Puan bisa disisihkan. Puan mungkin tak maju berlaga sekarang. Posisinya bisa ditarik ke dalam sebagai kandidat Ketum PDIP menggantikan Megawati.
Terkait soal regenerasi PDIP ini, tercatat sudah dua kali putri Bung Karno itu membahasnya. Pertama pada 22/7/2020 saat meresmikan kantor DPD/DPC. Kemudian kedua pada 24/3/2021 dalam acara bedah buku "Merawat Pertiwi" yang terselenggara secara daring.
Baca: Megawati Isyaratkan Regenerasi
Ketum PDIP Megawati (cnnindonesia.com, 22/7/2020):
"Kita akan melakukan sebuah regenerasi, dapat dikatakan total pada tahun 2024. ... Oleh sebab itu, betapa perlunya kita mempunyai kantor-kantor partai, yang seperti tadi saya katakan bahwa untuk kita melakukan konsolidasi dan dapat bertemu langsung dengan rakyat yang memerlukan bantuan."
Seandainya regenerasi total yang dimaksud Mega mencakup suksesi kepemimpinan tertinggi di tubuh PDIP juga, maka menurut pakem dinasti politik peluang tersebut akan jatuh pada cucu-cucu Soekarno sendiri.